Kotak Kosong Menang, Kapan Pilkada Ulang?
Senin, 02 September 2024 - 13:33 WIB
JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mencatat setidaknya ada 43 wilayah yang akan menyajikan pertarungan calon tunggal melawan kotak kosong di Pilkada 2024. Jika kotak kosong menang, kapal pilkada ulang digelar?
Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi ( Perludem ) Titi Anggraini mendesak KPU membuat jadwal pemilu atau pilkada ulang pada tahun 2025. Menurutnya, tidak masuk akal jika pilkada ulang digelar 5 tahun berikutnya.
Titi menyinggung Pasal 54 D ayat (3) Undang-undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016, yang berbunyi pemilihan berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diulang kembali pada tahun berikutnya atau dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan. Dia menekankan, kalimat 'diulang kembali pada tahun berikutnya' dalam pasal tersebut.
"Oleh karena itu, dalam penalaran yang sangat wajar, yang sangat terang benderang yang sangat logis begitu ya, maka kalau calon tunggal kalah dia diulang kembali pada tahun berikutnya. Artinya, kalau dia kalah di 2024, pilkada berikutnya 2025," ujar Titi dalam webinar di kanal YouTube Consideran, Minggu (1/9/2024).
Menurut Titi, sangat tidak masuk akal kalau pilkadanya baru diulang tahun 2029 dan menunggu lima tahun membiarkan daerah dipimpin oleh penjabat kepala daerah.
Titi menjelaskan, pilkada ulang tahun 2025 itu agar di suatu daerah bisa memiliki pemimpin definitif. Hal ini juga penting agar agenda pembangunan daerah bisa berjalan dengan baik
"Pemerintah saja ingin menyegerakan pelantikan hasil Pilkada 2024 karena ingin mendapatkan kepala daerah secara definitif," ujarnya.
Maka dari itu, dalam konteks ini, mestinya yang diutamakan adalah menyegerakan adanya kepemimpinan daerah definitif. Jangan sampai pilkada justru dilaksanakan tahun 2029. Menurutnya, jika pilkada ulang dilaksanakan 2029, hal tersebut justru menyandera pemilih di Pilkada 2024.
Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi ( Perludem ) Titi Anggraini mendesak KPU membuat jadwal pemilu atau pilkada ulang pada tahun 2025. Menurutnya, tidak masuk akal jika pilkada ulang digelar 5 tahun berikutnya.
Titi menyinggung Pasal 54 D ayat (3) Undang-undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016, yang berbunyi pemilihan berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diulang kembali pada tahun berikutnya atau dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan. Dia menekankan, kalimat 'diulang kembali pada tahun berikutnya' dalam pasal tersebut.
"Oleh karena itu, dalam penalaran yang sangat wajar, yang sangat terang benderang yang sangat logis begitu ya, maka kalau calon tunggal kalah dia diulang kembali pada tahun berikutnya. Artinya, kalau dia kalah di 2024, pilkada berikutnya 2025," ujar Titi dalam webinar di kanal YouTube Consideran, Minggu (1/9/2024).
Menurut Titi, sangat tidak masuk akal kalau pilkadanya baru diulang tahun 2029 dan menunggu lima tahun membiarkan daerah dipimpin oleh penjabat kepala daerah.
Titi menjelaskan, pilkada ulang tahun 2025 itu agar di suatu daerah bisa memiliki pemimpin definitif. Hal ini juga penting agar agenda pembangunan daerah bisa berjalan dengan baik
"Pemerintah saja ingin menyegerakan pelantikan hasil Pilkada 2024 karena ingin mendapatkan kepala daerah secara definitif," ujarnya.
Maka dari itu, dalam konteks ini, mestinya yang diutamakan adalah menyegerakan adanya kepemimpinan daerah definitif. Jangan sampai pilkada justru dilaksanakan tahun 2029. Menurutnya, jika pilkada ulang dilaksanakan 2029, hal tersebut justru menyandera pemilih di Pilkada 2024.
Lihat Juga :
tulis komentar anda