Jangan Terpancing Rayuan Kapal Selam China

Selasa, 30 Juli 2024 - 05:04 WIB
Pertanyaannya, apakah S26T mampu menutupi gap tersebut, sementara satu kapal selam KRI Cakra dan tiga kapal selam kelas Nagapasa atau Chang Bogo tidak memenuhi ekspektasi? Tak kalah pentingnya adalah, apakah pembelian alutsista strategis yang memakan anggaran besar itu seperti membeli mainan made in China yang beberapa kali dipakai harus dibuang karena sudah rusak, atau berorientasi jangka panjang dan mampu menjadi detterent effect lazimnya menjadi pertimbangan utama keputusan pembelian kapal selam?

Kedepankan Aspek Strategis

Dalam membahas posisi strategis keberadaan kapal selam, kalimat yang diambil dari penggalan pidato Presiden RI pertama Soekarno di atas kapal selam KRI Tjandrasa yang tengah berlabuh di dermaga Tanjung Priok, Jakarta pada 6 Oktober 1966, "Wira Ananta Rudhiro" (sekali menyelam, maju terus - tiada jalan untuk timbul, sebelum menang. Tabah sampai akhir), seolah menjadi mantra bagi punggawa kapal selam sekaligus pedoman yang tak boleh dilupakan.

Pernyataan tersebut jelas bukan sekadar menekankan tentang komitmen untuk menjadi prajurit bawah laut sejati, pentingnya kesabaran dan ketabahan menjalankan tugas dalam dunia sunyi demi memenangkan peperangan membela NKRI. Tak kalah pentingnya adalah kemampuan kapal selam untuk beroperasi secara senyap dan dalam tempo selama mungkin di bawah air.

Di masa itu, Bung Karno sudah memahami betul kapal selam bisa menjadi jimat untuk memenangkan laga di lautan, karena kapal selam adalah apex predator atau predator puncak ekosistem laut yang bisa dengan mudah melumpuhkan kapal perang permukaan, sekalipun kapal induk. Di sisi lain, Proklamator RI itu juga sadar betul betapa pentingnya keberadaan kapal selam untuk melindungi NKRI, yang 70% wilayahnya terdiri dari lautan. Karena itulah tidak heran semasa Orde Lama Indonesia sudah memiliki 12 kapal selam.

Kapasitas kapal selam sebagai game changer tidak terlepas dari aspek stragegis yang dimilikinya. Guru Besar Universitas Pertahanan, Laksamana TNI (Purn) Prof Dr Marsetio pernah mengatakan, bahwa kapal selam adalah alutsista strategis karena memiliki kemampuan operasional seperti pengintaian taktis dan strategis (surveillance and reconnaissance), peperangan anti kapal permukaan, peperangan anti kapal selam, serangan terhadap sasaran vital di darat (precision strike), operasi penyusupan (raid amphibi), penyebaran ranjau sampai dengan operasi SAR dan pengamanan VVIP.

Karena pentingnya nilai strategis kapal selam, mantan Kepala Staf TNI AL itu merekomendasikan TNI AL memiliki 25 kapal selam. Jumlah tersebut juga mempertimbangkan urgensi Indonesia sebagai negara kepulauan yang dilalui jalur laut komunikasi internasional (sea line of communications– SLOC) dan jalur laut perdagangan international (sea line of trade – SLOT), hingga TNI AL harus menjaga keamanan pelayaran di sejumlah choke points masuk wilayah laut Indonesia.

baca juga: Canggih, Kapal Selam China Mampu Menonaktifkan Starlink

Beberapa referensi juga menyebut aspek strategis kapal selam, yang tidak dimiliki kapal perang permukaan, ataupun alutsista matra darat dan matra udara. Fakta itu merujuk pada keunggulan operasional, yakni mampu menjadi sarana membawa pasukan ke dalam medan operasi khusus secara rahasia dan bisa dimanfaatkan untuk pengumpulan data intelijen serta survei bawah laut terkait kekayaan alam.

Kapal selam juga dapat menghancurkan kekuatan armada kapal perang musuh secara efektif, bisa dibekali sistem persenjataan akurat -baik itu rudal bawah permukaan dan torpedo untuk menghantam kapal perang, kapal selam, maupun sasaran permukaan di daratan.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More