AJI Desak Polri Usut Kekerasan terhadap Wartawan usai Sidang Vonis SYL
Jum'at, 12 Juli 2024 - 08:12 WIB
JAKARTA - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengecam aksi kekerasan yang diduga dilakukan pendukung atau simpatisan mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL) usai sidang vonis. Hal ini terjadi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis 11 Juli 2024.
"Kekerasan itu dialami sejumlah jurnalis yang sedang meliput sidang pembacaan putusan SYL di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 11 Juli 2024," kata Ketua AJI Jakarta, Irysan Hasyim saat dihubungi SINDOnews, Jumat (12/7/2024).
Irsyan menegaskan, pekerjaan jurnalis telah dilindung dalam regulasi. Dalam Pasal 4 Ayat (3) Undang-Undang (UU) Pers menyatakan, "Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi."
"Sementara Pasal 18 UU Pers memuat sanksi pidana terhadap setiap orang yang secara melawan sengaja menghambat atau menghalangi pelaksanaan tugas jurnalis," ujarnya mengutip UU Pers.
Atas peristiwa kekerasan yang diduga dilakukan oknum simpatisan SYL, Isryan mengaku pihaknya mengecam keras tindakan tersebut. Menurutnya, aksi kekerasan terhadap jurnalis tidak dibenarkan karena tugas jurnalis menjadi bagian penting dalam menyampaikan informasi publik.
"Mendesak Kapolri dan Kapolda Metro Jaya serta jajarannya mengusut kasus kekerasan dan intimidasi jurnalis yang menghambat jurnalis dalam mencari informasi yang telah diatur dalam Pasal 18 Ayat (1) UU Pers Nomor 40/1999," tegasnya.
Di sisi lain, Irsyan mengimbau kepada semua pihak untuk menghargai kerja-kerja jurnalistik dan menghormati kebebasan pers di Indonesia. Jurnalis dalam menjalankan tugasnya dilindungi oleh hukum sesuai Pasal 8 UU Pers Nomor 40/1999.
"Meminta kepada kantor media untuk menjamin dan memantau keselamatan jurnalis yang meliput ke lapangan, khususnya kasus-kasus yang berpotensi menimbulkan ancaman fisik maupun psikis," katanya.
Dalam asas kebebasan pers, lanjut Irsyan, apabila ada pihak yang merasa tidak puas atau merasa dirugikan akibat pemberitaan, hendaknya menggunakan hak jawab dan koreksi.
"Sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 butir 11 UU Pers Nomor 40/1999 yang berbunyi Hak jawab adalah hak seseorang atau kelompok untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya," tandasnya.
"Kekerasan itu dialami sejumlah jurnalis yang sedang meliput sidang pembacaan putusan SYL di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 11 Juli 2024," kata Ketua AJI Jakarta, Irysan Hasyim saat dihubungi SINDOnews, Jumat (12/7/2024).
Irsyan menegaskan, pekerjaan jurnalis telah dilindung dalam regulasi. Dalam Pasal 4 Ayat (3) Undang-Undang (UU) Pers menyatakan, "Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi."
"Sementara Pasal 18 UU Pers memuat sanksi pidana terhadap setiap orang yang secara melawan sengaja menghambat atau menghalangi pelaksanaan tugas jurnalis," ujarnya mengutip UU Pers.
Atas peristiwa kekerasan yang diduga dilakukan oknum simpatisan SYL, Isryan mengaku pihaknya mengecam keras tindakan tersebut. Menurutnya, aksi kekerasan terhadap jurnalis tidak dibenarkan karena tugas jurnalis menjadi bagian penting dalam menyampaikan informasi publik.
"Mendesak Kapolri dan Kapolda Metro Jaya serta jajarannya mengusut kasus kekerasan dan intimidasi jurnalis yang menghambat jurnalis dalam mencari informasi yang telah diatur dalam Pasal 18 Ayat (1) UU Pers Nomor 40/1999," tegasnya.
Di sisi lain, Irsyan mengimbau kepada semua pihak untuk menghargai kerja-kerja jurnalistik dan menghormati kebebasan pers di Indonesia. Jurnalis dalam menjalankan tugasnya dilindungi oleh hukum sesuai Pasal 8 UU Pers Nomor 40/1999.
"Meminta kepada kantor media untuk menjamin dan memantau keselamatan jurnalis yang meliput ke lapangan, khususnya kasus-kasus yang berpotensi menimbulkan ancaman fisik maupun psikis," katanya.
Dalam asas kebebasan pers, lanjut Irsyan, apabila ada pihak yang merasa tidak puas atau merasa dirugikan akibat pemberitaan, hendaknya menggunakan hak jawab dan koreksi.
"Sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 butir 11 UU Pers Nomor 40/1999 yang berbunyi Hak jawab adalah hak seseorang atau kelompok untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya," tandasnya.
(maf)
tulis komentar anda