Gugatan Praperadilan Pegi Dikabulkan, DPR Pertanyakan Akuntabilitas Penegakan Hukum
Senin, 08 Juli 2024 - 21:29 WIB
“Dalam hal ini, masyarakat mempertanyakan kebenaran dari alat bukti yang digunakan oleh Polda Jabar dalam mengidentifikasi pelaku,” ujarnya.
Ketiga, dalam keterangan dan sumber informasi yang didapat, salah satu alat bukti yang dipergunakan oleh penyidik Polda Jabar merupakan hasil dari kesaksian salah seorang pelaku yang menjadi saksi kunci (Aep). Jika penetapan ini salah, hal ini tentu berdampak secara hukum terhadap kesaksiannya.
”Publik kemudian bertanya juga apakah kesaksian Aep tersebut dapat dipertanyakan akuntabilitasnya, apakah memang sebuah kecerobohan atau juga terdapat unsur rekayasa atau paksaan dengan pengaruh dari pihak lain,” katanya.
Keempat, kasus ini cukup unik mengingat Pegi Setiawan merupakan terduga pelaku utama atau aktor utama (Mastermind) dalam kasus pembunuhan ini. Namun dengan adanya putusan tersebut, maka publik dapat mempertanyakan bagaimana proses penegakan hukum dan kesaksian dari kedelapan tersangka tersebut dapat dinyatakan valid atau sah, sedangkan kesaksian terhadap pelaku utama saja salah.
”Kelima, para penyidik Polda Jabar untuk mengkaji dan mendalami hasil putusan praperadilan tersebut lebih jauh tentang isi dan implikasi hukum,” katanya.
Selain dari pemenuhan hak para tersangka yang menjadi pemohon praperadilan, apa saja langkah hukum yang harus atau perlu dilakukan dalam rangka membuktikan para pelaku kejahatan khususnya pelaku utamanya.
“Artinya, evaluasi terhadap tahapan dan proses yang dilakukan berdasarkan KUHAP atau SOP, akuntabilitas dan profesionalitasnya, serta apa yang kemudian menjadi tindak lanjut dari putusan tersebut,” ujarnya.
Keenam, persoalan salah tangkap ini bukan merupakan hal baru di dunia hukum, baik di Indonesia maupun di dunia. Kasus serupa banyak terjadi di berbagai peradilan. Sebagai contoh, terdapat kasus di mana seorang pria bernama Sidney Holmes yang akhirnya dibebaskan setelah menjalani hukuman selama 34 tahun di penjara Fort Lauderdale, Florida. Holmes akhirnya dinyatakan tidak bersalah oleh Pengadilan pada 2023 dalam kasus perampokan bersenjata yang terjadi pada 1988.
Polisi diduga salah dalam menangkap pelaku karena kemiripan pelaku dan mobil yang dikendarainya. Holmes juga akhirnya mendapat kompensasi yang dihitung per tahun selama menjalani hukuman.
Demikian pula kasus yang menimpa seorang pria bernama Craig Coley di Florida yang dibebaskan pada 2017 setelah menjalani hukuman penjara hampir 40 tahun karena tuduhan pembunuhan terhadap pacar dan putranya.
Ketiga, dalam keterangan dan sumber informasi yang didapat, salah satu alat bukti yang dipergunakan oleh penyidik Polda Jabar merupakan hasil dari kesaksian salah seorang pelaku yang menjadi saksi kunci (Aep). Jika penetapan ini salah, hal ini tentu berdampak secara hukum terhadap kesaksiannya.
”Publik kemudian bertanya juga apakah kesaksian Aep tersebut dapat dipertanyakan akuntabilitasnya, apakah memang sebuah kecerobohan atau juga terdapat unsur rekayasa atau paksaan dengan pengaruh dari pihak lain,” katanya.
Keempat, kasus ini cukup unik mengingat Pegi Setiawan merupakan terduga pelaku utama atau aktor utama (Mastermind) dalam kasus pembunuhan ini. Namun dengan adanya putusan tersebut, maka publik dapat mempertanyakan bagaimana proses penegakan hukum dan kesaksian dari kedelapan tersangka tersebut dapat dinyatakan valid atau sah, sedangkan kesaksian terhadap pelaku utama saja salah.
”Kelima, para penyidik Polda Jabar untuk mengkaji dan mendalami hasil putusan praperadilan tersebut lebih jauh tentang isi dan implikasi hukum,” katanya.
Selain dari pemenuhan hak para tersangka yang menjadi pemohon praperadilan, apa saja langkah hukum yang harus atau perlu dilakukan dalam rangka membuktikan para pelaku kejahatan khususnya pelaku utamanya.
“Artinya, evaluasi terhadap tahapan dan proses yang dilakukan berdasarkan KUHAP atau SOP, akuntabilitas dan profesionalitasnya, serta apa yang kemudian menjadi tindak lanjut dari putusan tersebut,” ujarnya.
Keenam, persoalan salah tangkap ini bukan merupakan hal baru di dunia hukum, baik di Indonesia maupun di dunia. Kasus serupa banyak terjadi di berbagai peradilan. Sebagai contoh, terdapat kasus di mana seorang pria bernama Sidney Holmes yang akhirnya dibebaskan setelah menjalani hukuman selama 34 tahun di penjara Fort Lauderdale, Florida. Holmes akhirnya dinyatakan tidak bersalah oleh Pengadilan pada 2023 dalam kasus perampokan bersenjata yang terjadi pada 1988.
Polisi diduga salah dalam menangkap pelaku karena kemiripan pelaku dan mobil yang dikendarainya. Holmes juga akhirnya mendapat kompensasi yang dihitung per tahun selama menjalani hukuman.
Demikian pula kasus yang menimpa seorang pria bernama Craig Coley di Florida yang dibebaskan pada 2017 setelah menjalani hukuman penjara hampir 40 tahun karena tuduhan pembunuhan terhadap pacar dan putranya.
tulis komentar anda