Tentang Pernikahan Orang Tionghoa dengan Orang Indonesia
Senin, 08 Juli 2024 - 05:17 WIB
CERITA pernikahan antara orang Tionghoa dengan orang Indonesia adalah salah satu tema yang banyak dipakai oleh para penulis fiksi yang membahas persoalan orang Tionghoa di Indonesia. Setidaknya tema ini sudah muncul sebelum Indonesia merdeka. Di jaman penjajahan Jepang, ada novel pendek berjudul ”Palawidja” karya Karim Halim yang membahas hubungan asmara antara pemuda pribumi dengan perempuan Tionghoa di Rengasdengklok.
baca juga: Memupus Bias Tionghoa
Tema pernikahan antaretnis ini semakin marak muncul di masa Orde Baru. Tema ini selaras dengan kebijakan Orde Baru untuk mengasimilasikan orang Tionghoa ke suku-suku lain yang ada di Indonesia. Tema pernikahan etnis Tionghoa dengan suku-suku lain di Indonesia masih terus dipakai oleh para penulis sampai saat ini. Buku ”Nonik Jamu” adalah salah satunya. Karya fiksi berbentuk novel karya Rina Suryakusuma adalah novel terbaru yang menyuguhkan tema pernikahan antara etnis Tionghoa dengan suku lain.
Berbeda dengan kebanyakan karya fiksi bertema sejenis yang menulis dari sisi halangan sebelum mereka menjadi pasangan, Rina Suryakusuma menyajikan persoalan pasangan asimilasi setelah mereka menikah dan membangun keluarga. Ternyata persoalan pernikahan suku Tionghoa dengan suku lain tidak hanya saat sebelum mereka menikah, tetapi juga terjadi setelah mereka menjadi pasangan hidup.
Padahal dalam novel ini, keduanya tak terlalu ada halangan agama dan budaya. Keluarga Kinanti adalah keluarga Jawa Kristen. Sama dengan Pandu Buana Widyanata (Ng Tiong Bik). Kinanti dan Pandu adalah sama-sama orang terpelajar karena keduanya sedang kuliah. Keluarga Kinanti adalah keluarga yang terbuka untuk perjodohan antaretnis. Kalau pun ada yang berbeda, lebih pada status ekonomi kedua keluarga ini.
Rina mengawali novelnya dengan memberi gambaran keluarga Kinanti di kota kecil, Wonosobo. Kinanti adalah anak kedua dari pasangan Jawa Kristen yang mengelola toko kelontong kecil. Latar belakang ini memberikan gambaran kepada pembaca bahwa keluarga Kinanti bukanlah keluarga priyayi karena pekerjaan orangtuanya adalah pedagang.
baca juga: Tionghoa dalam Pendidikan Sejarah di Indonesia
Rina juga memberikan latar belakang mengapa Kinanti tertarik ke dunia jamu. Latar belakang perkenalan Kinanti dengan jamu yang disampaikan oleh Rina ini membuat alur cerita menjadi wajar. Kinanti mengalami perundungan oleh teman sekolahnya. Ia mengalami luka-luka. Saat Kinanti ke rumah budenya – karena takut langsung pulang ke rumah, Kinanti diobati oleh budenya.
Ternyata obat herbal yang dibuat oleh budenya membuat sakitnya berkurang. Mulai saat itulah Kinanti menjadi tertarik dengan jamu. Sejak itu Kinanti menjadi tekun belajar tentang jamu. Bahkan ia sudah mulai membuat jamu dan dijual ketika ia masih SMA dan masih tinggal di Wonosobo.
baca juga: Memupus Bias Tionghoa
Tema pernikahan antaretnis ini semakin marak muncul di masa Orde Baru. Tema ini selaras dengan kebijakan Orde Baru untuk mengasimilasikan orang Tionghoa ke suku-suku lain yang ada di Indonesia. Tema pernikahan etnis Tionghoa dengan suku-suku lain di Indonesia masih terus dipakai oleh para penulis sampai saat ini. Buku ”Nonik Jamu” adalah salah satunya. Karya fiksi berbentuk novel karya Rina Suryakusuma adalah novel terbaru yang menyuguhkan tema pernikahan antara etnis Tionghoa dengan suku lain.
Berbeda dengan kebanyakan karya fiksi bertema sejenis yang menulis dari sisi halangan sebelum mereka menjadi pasangan, Rina Suryakusuma menyajikan persoalan pasangan asimilasi setelah mereka menikah dan membangun keluarga. Ternyata persoalan pernikahan suku Tionghoa dengan suku lain tidak hanya saat sebelum mereka menikah, tetapi juga terjadi setelah mereka menjadi pasangan hidup.
Padahal dalam novel ini, keduanya tak terlalu ada halangan agama dan budaya. Keluarga Kinanti adalah keluarga Jawa Kristen. Sama dengan Pandu Buana Widyanata (Ng Tiong Bik). Kinanti dan Pandu adalah sama-sama orang terpelajar karena keduanya sedang kuliah. Keluarga Kinanti adalah keluarga yang terbuka untuk perjodohan antaretnis. Kalau pun ada yang berbeda, lebih pada status ekonomi kedua keluarga ini.
Rina mengawali novelnya dengan memberi gambaran keluarga Kinanti di kota kecil, Wonosobo. Kinanti adalah anak kedua dari pasangan Jawa Kristen yang mengelola toko kelontong kecil. Latar belakang ini memberikan gambaran kepada pembaca bahwa keluarga Kinanti bukanlah keluarga priyayi karena pekerjaan orangtuanya adalah pedagang.
baca juga: Tionghoa dalam Pendidikan Sejarah di Indonesia
Rina juga memberikan latar belakang mengapa Kinanti tertarik ke dunia jamu. Latar belakang perkenalan Kinanti dengan jamu yang disampaikan oleh Rina ini membuat alur cerita menjadi wajar. Kinanti mengalami perundungan oleh teman sekolahnya. Ia mengalami luka-luka. Saat Kinanti ke rumah budenya – karena takut langsung pulang ke rumah, Kinanti diobati oleh budenya.
Ternyata obat herbal yang dibuat oleh budenya membuat sakitnya berkurang. Mulai saat itulah Kinanti menjadi tertarik dengan jamu. Sejak itu Kinanti menjadi tekun belajar tentang jamu. Bahkan ia sudah mulai membuat jamu dan dijual ketika ia masih SMA dan masih tinggal di Wonosobo.
tulis komentar anda