Tekan Angka Kematian Bayi, Cegah Infeksi Virus RSV Harus Jadi Prioritas Pemerintah
Senin, 01 Juli 2024 - 21:37 WIB
Menurut dia, pengetahuan dan kesadaran masyarakat Indonesia tentang bahaya penyakit yang disebabkan RSV umumnya masih rendah, termasuk orang tua dengan anak yang berisiko tinggi terhadap RSV. Salah satu parameter yang mudah diukur adalah dengan melihat Google Trend di Indonesia dengan kata kunci “Infeksi RSV” dan “Pneumonia” sebagai salah satu outcome dari RSV.
Rina mengatakan, sampai saat ini tidak ada pengobatan definitif untuk infeksi RSV (hanya terapi suportif). Maka itu, pencegahan merupakan upaya yang paling penting untuk dilakukan. Urgensi mengenai pencegahan infeksi RSV perlu dilakukan, terutama pasien yang memiliki risiko tinggi mengalami infeksi RSV berat.
Menurut dia, pemerintah harus berupaya meningkatkan awareness, khususnya untuk pasien dengan risiko tinggi dan juga dampak jangka panjang yang ditimbulkan.
“Hal ini bisa berupa kampanye disease awareness dan juga edukasi berkelanjutkan dari berbagai lapisan pemangku kepentingan baik tenaga medis (dokter), masyarakat, pemerintah, dan lainnya,” ujarnya.
Selain itu, pemerintah juga dapat berupaya untuk meningkatkan akses diagnostik pemeriksaan virus, khususnya RSV. Sehingga kasus LRTI akibat RSV bisa diketahui dengan optimal, sehingga baik dokter maupun orang tua aware bahwa virus RSV ini berdampak.
“Pada bayi prematur dan kelompok risiko tinggi lainnya, selain membatasi penularan dan penyebaran RSV dengan perilaku hidup bersih dan sehat perlu dipertimbangkan pemberian imunoprofilaksis atau profilaksis/pencegahan menggunakan antibodi monoklonal spesifik RSV (Palivizumab).
Penggunaan mAb spesifik untuk mencegah RSV ini sudah diterapkan di negara lain seperti Malaysia, Singapura, Australia, dan Jepang. Kemudian, untuk tetap memproteksi dari bahaya pneumonia, dapat dilanjutkan dengan vaksin lainnya sesuai jadwal imunisasi.
Rina mengatakan, sampai saat ini tidak ada pengobatan definitif untuk infeksi RSV (hanya terapi suportif). Maka itu, pencegahan merupakan upaya yang paling penting untuk dilakukan. Urgensi mengenai pencegahan infeksi RSV perlu dilakukan, terutama pasien yang memiliki risiko tinggi mengalami infeksi RSV berat.
Menurut dia, pemerintah harus berupaya meningkatkan awareness, khususnya untuk pasien dengan risiko tinggi dan juga dampak jangka panjang yang ditimbulkan.
“Hal ini bisa berupa kampanye disease awareness dan juga edukasi berkelanjutkan dari berbagai lapisan pemangku kepentingan baik tenaga medis (dokter), masyarakat, pemerintah, dan lainnya,” ujarnya.
Selain itu, pemerintah juga dapat berupaya untuk meningkatkan akses diagnostik pemeriksaan virus, khususnya RSV. Sehingga kasus LRTI akibat RSV bisa diketahui dengan optimal, sehingga baik dokter maupun orang tua aware bahwa virus RSV ini berdampak.
“Pada bayi prematur dan kelompok risiko tinggi lainnya, selain membatasi penularan dan penyebaran RSV dengan perilaku hidup bersih dan sehat perlu dipertimbangkan pemberian imunoprofilaksis atau profilaksis/pencegahan menggunakan antibodi monoklonal spesifik RSV (Palivizumab).
Penggunaan mAb spesifik untuk mencegah RSV ini sudah diterapkan di negara lain seperti Malaysia, Singapura, Australia, dan Jepang. Kemudian, untuk tetap memproteksi dari bahaya pneumonia, dapat dilanjutkan dengan vaksin lainnya sesuai jadwal imunisasi.
(jon)
tulis komentar anda