Pencalonan Nono Sampono Jadi Pimpinan DPD Dipertanyakan

Senin, 24 Juni 2024 - 14:12 WIB
Dinamika politik terkait manuver mengusung paket pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) periode 2024-2029 terus menghangat. Foto: Dok SINDOnews
JAKARTA - Dinamika politik terkait manuver mengusung paket pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) periode 2024-2029 terus menghangat. Beberapa waktu lalu, 1 paket pimpinan DPD telah mendeklarasikan diri yakni Sultan B Najamudin, Yoris Raweyai, dan GKR Hemas. Paket lainnya mengusung La Nyalla Mahmud Mattalitti, Nono Sampono, Elviana, dan Tamsil Linrung.

Deklarasi yang melibatkan Nono Sampono, calon anggota DPD Dapil Maluku yang tidak lolos karena hanya berada di urutan ke 5 di dapilnya telah banyak dikritik sejumlah kalangan seperti Peneliti Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi).



Menanggapi ini, Dr Ade Reza Hariyadi, Dekan Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Krisnadwipayana Jakarta mengatakan, sebagai manuver politik tentu sah saja, namun menjadi tidak elok ketika dilakukan saat proses pemilu calon DPD belum selesai.



Apalagi masih ada Pemungutan Suara Ulang (PSU) DPD untuk wilayah Sumatera Barat (Sumbar) sebagaimana konsekuensi putusan Mahkamah Konstitusu (MK) Nomor 03-03/PHPU.DPD-XXII/2024.

"Manuver ini dapat memicu kesan tidak menghormati proses demokrasi yang masih berlangsung. Selain itu, formasi paket pimpinan DPD yang saat ini diwacanakan potensial menimbulkan polemik mengingat munculnya figur yang justru tidak lolos sebagai anggota DPD dalam Pemilu 2024. Hal ini memancing pertanyaan publik tentang celah mekanisme yang dimanfaatkan dan dapat mempengaruhi legitimasi politiknya," ujar Reza di Jakarta, Senin (24/6/2024).

Menurut Doktor Ilmu Politik UI ini, pembicaraan mengenai postur pimpinan DPD yang baru menunggu momentum setelah ada keputusan final tentang keseluruhan anggota DPD terpilih periode 2024-2029. Perlu dipertimbangkan pula isu strategis tentang peran DPD ke depan sebagai corong perjuangan daerah yang kurang tampak dalam periode saat ini sekaligus kebutuhan melakukan regenerasi dan penyegaran sesuai tantangan zaman.

Dia menuturkan pemilihan pimpinan DPD tidak hanya berkutat dalam persoalan figur, tetapi juga kekuatan gagasan dan platform politik yang diusungnya. Hal ini penting mengingat sebagian besar DPD terpilih merupakan wajah baru yang tentu saja menghadirkan tantangan sekaligus harapan baru.

Karena itu, jika ada poros politik baru tentu akan menjadi alternatif yang menarik bagi para anggota DPD yang baru terpilih dan menunjukkan kepada masyarakat luas bahwa ada proses politik yang dinamis dan demokratis dalam kelembagaan DPD, terutama dalam memilih pimpinan barunya.

Mengenai isu amandemen UUD 1945 tentu tidak boleh gegabah, harus diletakkan secara cermat, terutama konsep, objek dan konsensus dasar sebagai pijakan politik bersama. Jika tidak hati-hati, isu amandemen UUD 1945 akan membuka kotak pandora dan menjadi bola liar yang disusupi berbagai kepentingan pragmatisme politik kelompok yang justru bisa tidak sejalan dengan visi pendiri bangsa dan kepentingan negara.

"Amandemen UUD 1945 harus dilandaskan komitmen kenegarawanan, tidak boleh hanya sekadar manuver politik sesaat dan kepentingan pragmatisme kekuasaan semata dan ini berpotensi menghilangkan DPD itu sendiri," ujar Reza.
(jon)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More