Memilih (Tidak) Aborsi

Jum'at, 21 Agustus 2020 - 20:03 WIB
Rio Christiawan
Rio Christiawan

Dosen Hukum Universitas Prasetiya Mulya

KEPOLISIAN baru saja mengungkap praktik aborsi ilegal berkedok klinik dokter kandungan di daerah Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat. Praktek aborsi ilegal ini membuat tercengang masyarakat karena hanya dalam 15 bulan sejak tahun 2019 sudah melakukan aborsi ilegal pada 2.638 janin. Fakta ini tidak dapat dianggap sepele, kondisi ini sangat serius dan membutuhkan penanganan yang serius baik dalam aspek legal (penegakan hukum) maupun kebijakan.



Di Indonesia mengacu pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-undang Kesehatan (UUK) dikenal dua jenis aborsi yakni abortus provocatus dan abortus criminalis. Secara hukum abortus provocatus merupakan aborsi yang dapat dilakukan secara legal, seperti misalnya ada indikasi kehamilan akan berdampak secara serius pada kesehatan dari ibu yang mengandung, sebaliknya abortus criminalis merupakan aborsi yang ilegal (melanggar hukum) dan merupakan tindakan kriminal.

Hasil penelitian Benitez Conception (2020) dari University St Thomas Philipina menunjukkan bahwa praktik aborsi ilegal (abortus criminalis) banyak dilakukan di negara berkembang dengan jumlah penduduk yang besar utamanya karena masalah sosial-ekonomi hingga kurangnya kesadaran akan dampak medis dan psikologis dari dilakukannya aborsi ilegal. Demikian juga masyarakat di negara berkembang masih memberi permakluman terhadap tindakan aborsi secara ilegal.

Niripon (2018), menguraikan bahwa di Asia Tenggara tindakan permakluman terhadap aborsi ditunjukkan dengan tersedianya ramuan tradisional masyarakat untuk menggugurkan kandungan. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat masih memberi permakluman terhadap tindakan aborsi. Demikian juga praktek penegakan hukum terhadap tindakan kriminal aborsi (abortus provocatus) belum dilakukan secara optimal. Faktanya, hampir setiap tahun terjadi penggerebekan tempat aborsi ilegal di daerah Senen dan sekitar Jalan Raden Saleh namun faktanya praktek aborsi ilegal di daerah tersebut ‘tutup satu tumbuh seribu’.

Melihat fakta tersebut maka persoalan pengawasan dari dinas kesehatan untuk mengawasi klinik juga perlu menjadi evaluasi mengingat angka aborsi terus bertambah di tempat yang sama dengan kedok klinik kesehatan. Artinya selain aspek penegakan hukum, persoalan pengawasan oleh dinas kesehatan setempat juga merupakan faktor penting.

Faktor Abortus Criminalis

Sesuai data komnas perempuan terjadinya abortus criminalis dalam lima tahun terakhir yakni 2014-2019 disebabkan karena kehamilan di luar perkawinan maupun kehamilan yang tidak dipersiapkan, baik secara ekonomi maupun sosial. Bahkan ironisnya lebih dari 30% pelaku abortus criminalis adalah masih dikategorikan dalam usia anak anak. Persoalan abortus criminalis ini dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yakni faktor pertama adalah pelaku abortus criminalis itu sendiri, faktor kedua adalah lingkungan sekitar pelaku dan terakhir faktor ketiga adalah aspek eksternal seperti lemahnya penegakan hukum, pengawasan dari instansi terkait pada adanya praktek abortus criminalis.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More