Angka Kematian ABK Tinggi, Menteri Trenggono Bakal Tindak Tegas Perbudakan di Kapal
Jum'at, 07 Juni 2024 - 17:22 WIB
JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengungkap tingginya angka kematian di atas kapal perikanan, yang diduga akibat kasus perbudakan. Dari informasi yang diterimanya saat melakukan kunjungan kerja di Kepulauan Aru, ada saja kapal perikanan yang menurunkan mayat Anak Buah Kapal (ABK) di pelabuhan.
"Saya belum lama ini ke Dobo. Saya bisa dapatin bahwa di Pelabuhan Dobo itu aktivitasnya sangat tinggi. Bahkan saya dapat kabar di kapal-kapal tertentu itu tidak kurang dari 10 orang meninggal. Jadi meninggal terus diturunin di situ, meninggal diturunin di situ. Bahkan kemarin waktu saya ke sana sehari setelahnya itu ada yang meninggal di situ, mengambang di situ. Kita enggak tau case-nya apa, tapi identifikasinya terjadi sesuatu," ungkapnya, Jumat (7/6/2024).
Mendapati informasi tersebut, Trenggono langsung meminta Kapolda Maluku yang ikut dalam rombongan kunjungan kerja di Kepulauan Aru, untuk segera turun melakukan investigasi. Tindakan tegas perlu dilakukan kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab jika perbudakan terhadap ABK di atas kapal perikanan benar-benar terjadi.
Selain dengan Kapolda Maluku, pihaknya juga akan berkoordinasi dengan Menteri Ketenagakerjaan karena indikasi perbudakan juga terjadi di kapal-kapal perikanan asing yang memperkerjakan ABK asal Indonesia. Seperti yang terjadi di Kapal Run Zheng O3 yang telah ditangkap oleh tim pengawas KKP di perairan Arafura beberapa waktu lalu.
Di kapal berukuran 800 GT itu ditemukan belasan ABK Indonesia yang mengaku dipaksa bekerja ekstra dan belum mendapat gaji seperser pun setelah dua bulan bekerja di kapal berbendara Rusia tersebut. Dari pengakuan ABK, pola rekruitmen didasari oleh janji-janji bergaji tinggi, bukan basis kompetensi.
"Kebetulan ada Pak Kapolda, saya sampaikan, Pak tolong diinvestigasi serius ini. Supaya pemilik kapal juga dicek, apa yang terjadi di dalam kapal juga mesti dicek gitu. Supaya lebih manusiawi lah, karena di laut kan berbeda dengan di darat. Secara cepat kami juga akan berkoordinasi dengan Kementerian Ketenagakerjaan, agar perlu juga hati-hati ini soal rekrutmen," ungkapnya.
Trenggono berharap ke depan tidak ada lagi kasus perbudakan di kapal-kapal perikanan. KKP sebenarnya telah melakukan antisipasi, salah satunya dengan mengharuskan kapal perikanan memiliki bukti Perjanjian Kerja Laut (PKL) dengan ABK. Berkas PKL menjadi salah satu syarat kapal perikanan mendapatkan izin melaut.
Selan itu, KKP memiliki belasan satuan pendidikan yang setiap tahunnya menghasilkan lebih dari 2.000 lulusan yang punya kompetensi di bidang penangkapan, pemasaran, hingga pengolahan hasil perikanan. SDM dengan kompetensi menurutnya salah satu cara untuk memutus rantai perbudakan di kapal perikanan.
"Untuk rekrutmen tenaga ABK memang enggak boleh asal, harus dididik dulu, kami punya satuan pendidikan dan bisa dilakukan di situ. Itu salah satu contohnya," tegasnya.
Lihat Juga: Kapal Penangkap Ikan Geumseongsusan 135 Tenggelam di Korsel, 9 WNI Selamat, 2 WNI Hilang
"Saya belum lama ini ke Dobo. Saya bisa dapatin bahwa di Pelabuhan Dobo itu aktivitasnya sangat tinggi. Bahkan saya dapat kabar di kapal-kapal tertentu itu tidak kurang dari 10 orang meninggal. Jadi meninggal terus diturunin di situ, meninggal diturunin di situ. Bahkan kemarin waktu saya ke sana sehari setelahnya itu ada yang meninggal di situ, mengambang di situ. Kita enggak tau case-nya apa, tapi identifikasinya terjadi sesuatu," ungkapnya, Jumat (7/6/2024).
Mendapati informasi tersebut, Trenggono langsung meminta Kapolda Maluku yang ikut dalam rombongan kunjungan kerja di Kepulauan Aru, untuk segera turun melakukan investigasi. Tindakan tegas perlu dilakukan kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab jika perbudakan terhadap ABK di atas kapal perikanan benar-benar terjadi.
Selain dengan Kapolda Maluku, pihaknya juga akan berkoordinasi dengan Menteri Ketenagakerjaan karena indikasi perbudakan juga terjadi di kapal-kapal perikanan asing yang memperkerjakan ABK asal Indonesia. Seperti yang terjadi di Kapal Run Zheng O3 yang telah ditangkap oleh tim pengawas KKP di perairan Arafura beberapa waktu lalu.
Di kapal berukuran 800 GT itu ditemukan belasan ABK Indonesia yang mengaku dipaksa bekerja ekstra dan belum mendapat gaji seperser pun setelah dua bulan bekerja di kapal berbendara Rusia tersebut. Dari pengakuan ABK, pola rekruitmen didasari oleh janji-janji bergaji tinggi, bukan basis kompetensi.
"Kebetulan ada Pak Kapolda, saya sampaikan, Pak tolong diinvestigasi serius ini. Supaya pemilik kapal juga dicek, apa yang terjadi di dalam kapal juga mesti dicek gitu. Supaya lebih manusiawi lah, karena di laut kan berbeda dengan di darat. Secara cepat kami juga akan berkoordinasi dengan Kementerian Ketenagakerjaan, agar perlu juga hati-hati ini soal rekrutmen," ungkapnya.
Trenggono berharap ke depan tidak ada lagi kasus perbudakan di kapal-kapal perikanan. KKP sebenarnya telah melakukan antisipasi, salah satunya dengan mengharuskan kapal perikanan memiliki bukti Perjanjian Kerja Laut (PKL) dengan ABK. Berkas PKL menjadi salah satu syarat kapal perikanan mendapatkan izin melaut.
Selan itu, KKP memiliki belasan satuan pendidikan yang setiap tahunnya menghasilkan lebih dari 2.000 lulusan yang punya kompetensi di bidang penangkapan, pemasaran, hingga pengolahan hasil perikanan. SDM dengan kompetensi menurutnya salah satu cara untuk memutus rantai perbudakan di kapal perikanan.
"Untuk rekrutmen tenaga ABK memang enggak boleh asal, harus dididik dulu, kami punya satuan pendidikan dan bisa dilakukan di situ. Itu salah satu contohnya," tegasnya.
Lihat Juga: Kapal Penangkap Ikan Geumseongsusan 135 Tenggelam di Korsel, 9 WNI Selamat, 2 WNI Hilang
(cip)
tulis komentar anda