Pelaksanaan Otsus Papua Harus Dilihat secara Objektif dan Komprehensif

Kamis, 20 Agustus 2020 - 15:01 WIB
Anggota DPD dari Papua, Yorrys Raweyai mengatakan status otsus akan tetap ada selama UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus Bagi Provinsi Papua tidak diubah. FOTO/DOK.SINDOphoto
JAKARTA - Pembahasan tentang kelanjutan otonomi khusus (otsus) Papua kembali hangat. Pembiayaan dana otsus untuk Bumi Cendrawasih akan berakhir pada 2021.

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Papua Yorrys Raweyai mengatakan status otsus itu akan tetap ada selama Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otsus Bagi Provinsi Papua tidak diubah. Hanya, dana otsus yang setiap tahun diterima Papua dan Papua Barat berlaku selama 20 tahun. Artinya, pemberian dana otsus dari pemerintah pusat itu terakhir diberikan tahun depan.

Tahun ini, Provinsi Papua menerima dana sebanyak Rp5,9 triliun dan Papua Barat sebesar Rp2,5 triliun. Pemerintah Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin menganggarkan sekitar Rp7,8 triliun untuk tahun depan. Pemerintah menambah sekitar Rp4,3 triliun untuk penyediaan infrastruktur.( )

Yorrys menerangkan, dana otsus ini harus difokuskan pada sektor pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan infrastruktur. Khusus ekonomi, dia menyatakan pengembangannya harus berbasis kearifan lokal.

Semua program dan kegiatan itu harus dilandasi oleh peraturan daerah provinsi (perdasi) dan peraturan daerah khusus (perdasus). Perdasi dan perdasus itu dibentuk oleh kepala daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dan Majelis Rakyat Papua (MRP).



Yorrys mengakui ada perdebatan mengenai kelanjutan dana otsus. Ada yang setuju lanjut dan menolak. Dia meminta semua pihak melihat pelaksanaan otsus secara komprehensif dan objektif.

"Kalau berbicara otsus, saya pikir seperti tertuang dalam UU itu setiap tahun harus dievaluasi. Saya dipercaya oleh DPRD dan DPR Papua dan Papua Barat yang tergabung dalam rumah kebangasaan Papua, sedang merumuskan penyelesaian Papua," ujarnya dalam diskusi daring dengan tema "Otsus dan Masa Depan Papua", Kamis (20/8/2020).( )

Pria kelahiran 1951 itu mengungkapkan indeks pembangunan manusia (IPM) Papua itu masih yang terendah dari 34 provinsi di Indonesia. Namun, dia membandingkan dengan masa penjajahan Belanda di Papua dan setelah bergabung dengan Indonesia.

Dari pendidikan, menurutnya, Belanda tidak membangun sekolah menengah atas (SMA) dan perguruan tinggi. Hanya ada sekolah menengah pertama (SMP) di beberapa distrik.

Setelah Indonesia berhasil mengambil alih Papua dari Belanda pada tahun 1962, Yorrys mengungkapkan Presiden Soekarno langsung membangun Universitas Cendrawasih (Uncen).

"Kita semua menikmati pembangunan sumber daya manusia (SDM) dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Mulai dari Uncen dan perguruan tinggi lainnya, hampir di semua kabupaten ada. SMA dan sekolah kejuruan ada di mana-mana," katanya.

Di sisi lain, Yorrys membenarkan ada masalah yang mengganjal, seperti dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan kebijakan politik di masa lalu. "Dalam UU Otsus ada (aturan) pembentukan komisi kebenaran dan rekonsiliasi, tapi itu dibawa ke MK dan digugurkan," katanya.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(abd)
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More