Perludem: Putusan MA soal Aturan Batas Usia Kepala Daerah Timbulkan Ketidakpastian Hukum
Kamis, 30 Mei 2024 - 19:04 WIB
JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan hak uji materil (HUM) yang diajukan Ketua Umum Partai Garuda, Ahmad Ridha Sabana. Dalam putusan itu, MA memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mencabut Pasal 4 ayat (1) huruf d PKPU Nomor 9 Tahun 2020.
Pada intinya putusan yang teregister Nomor 23 P/HUM/2024 ini mengubah status batas usia yang awalnya dihitung berdasarkan waktu penetapan sebagai calon pasangan kepala daerah . Atas dasar putusan MA itu, batas usia dihitung berdasarkan waktu pelantikan.
Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menyebut putusan itu bisa menimbulkan ketidakpastian hukum. Sebab menurutnya dalam tata kelola pilkada seseorang yang berstatus calon bukan disematkan hanya pada saat pelantikan.
"Status calon melekat jauh sebelum pelantikan yakni ketika KPU menetapkan seseorang sebagai pasangan calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU)," ujar Titi saat dihubungi, Kamis (30/5/2024).
Salah satu yang disinggungnya misalnya berkaitan dengan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang. Dalam beleid tersebut yang dimaksud dari calon gubernur dan calon wakil gubernur merupakan peserta pemilihan yang diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik yang didaftarkan di KPU.
"Artinya dalam posisinya sebagai peserta pemilihan, seseorang itu harus sudah memenuhi syarat usia minimal tersebut," jelas dia.
Titi pun menegaskan bahwa status calon itu sudah didapuk ketika seseorang ditetapkan sebagai pasangan calon. Status itu masih tersemat hingga masa kampanye, sampai dengan dilakukannya pengucapan sumpah.
"Peserta pemilihan di pilkada sudah berlangsung sejak seseorang ditetapkan sebagai pasangan calon, berkampanye, sampai dengan dilakukannya pengucapan sumpah dan janji calon terpilih," tegas dia.
Titi mengaku tak bisa berkomentar banyak mengenai ada tidaknya aspek politis di balik putusan tersebut. Namun, menurutnya seluruh pihak mesti konsisten dalam hal penegakan hukum.
"Semua pihak mestinya konsisten dalam mematuhi proses pencalonan yang sudah berlangsung dan tidak boleh ada persyaratan yang berlaku surut," tutupnya.
Lihat Juga: Parah! Debat Pilkada Banjarnegara Ricuh, Para Pendukung Dorong-dorongan hingga Baku Hantam
Pada intinya putusan yang teregister Nomor 23 P/HUM/2024 ini mengubah status batas usia yang awalnya dihitung berdasarkan waktu penetapan sebagai calon pasangan kepala daerah . Atas dasar putusan MA itu, batas usia dihitung berdasarkan waktu pelantikan.
Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menyebut putusan itu bisa menimbulkan ketidakpastian hukum. Sebab menurutnya dalam tata kelola pilkada seseorang yang berstatus calon bukan disematkan hanya pada saat pelantikan.
"Status calon melekat jauh sebelum pelantikan yakni ketika KPU menetapkan seseorang sebagai pasangan calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU)," ujar Titi saat dihubungi, Kamis (30/5/2024).
Salah satu yang disinggungnya misalnya berkaitan dengan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang. Dalam beleid tersebut yang dimaksud dari calon gubernur dan calon wakil gubernur merupakan peserta pemilihan yang diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik yang didaftarkan di KPU.
"Artinya dalam posisinya sebagai peserta pemilihan, seseorang itu harus sudah memenuhi syarat usia minimal tersebut," jelas dia.
Titi pun menegaskan bahwa status calon itu sudah didapuk ketika seseorang ditetapkan sebagai pasangan calon. Status itu masih tersemat hingga masa kampanye, sampai dengan dilakukannya pengucapan sumpah.
"Peserta pemilihan di pilkada sudah berlangsung sejak seseorang ditetapkan sebagai pasangan calon, berkampanye, sampai dengan dilakukannya pengucapan sumpah dan janji calon terpilih," tegas dia.
Baca Juga
Titi mengaku tak bisa berkomentar banyak mengenai ada tidaknya aspek politis di balik putusan tersebut. Namun, menurutnya seluruh pihak mesti konsisten dalam hal penegakan hukum.
"Semua pihak mestinya konsisten dalam mematuhi proses pencalonan yang sudah berlangsung dan tidak boleh ada persyaratan yang berlaku surut," tutupnya.
Lihat Juga: Parah! Debat Pilkada Banjarnegara Ricuh, Para Pendukung Dorong-dorongan hingga Baku Hantam
(kri)
tulis komentar anda