Konektivitas Harus Sudah Direncanakan Sebelum Pembangunan Pelabuhan
Sabtu, 11 Mei 2024 - 11:50 WIB
Dia juga mengingatkan dalam membangun pelabuhan juga harus memperhitungkan kedalaman alur perairan. Jangan sampai alurnya kurang dalam sehingga kapal besar tidak bisa masuk dermaga, cuma kapal kecil yang bisa.
"Jadinya percuma. Bukan hanya sejak awal dipastikan kedalamannya tapi tiap tahun juga harus selalu dipantau. Jika memang ada sedimentasi, artinya, pihak pelabuhan harus melakukan pengerukan sedimentasi. Sehingga tidak terjadi pendangkalan,” kata BHS.
Jika semua perencanaan ini sudah selesai, kata dia, selanjutnya Kemenhub harus berkoordinasi dengan Kementerian PUPR untuk perencanaan pembangunan sarana infrastruktur jalan menuju pelabuhan dan terhubung dengan akses kebutuhan semua sektor di area sekitarnya.
“Jalur ini harus direncanakan. Jalannya harus dibangun dulu, baru pelabuhannya. Karena, kebutuhan material bisa dilakukan melalui jalan darat. Sekaligus, mengecek kekuatan gandar dan lebar dari jalan yang nantinya akan dilewati oleh transportasi darat. Harus dipastikan bahwa akses jalan ini tidak menimbulkan kesulitan bagi transportasi darat,” paparnya.
Hal ini berkaitan dengan pencegahan kemacetan jalur lalu lintas dan memastikan mobil pengangkut mempunyai akses yang akomodatif. “Baik Kemenhub maupun Kementerian PUPR harus menggerakkan Litbang masing-masing. Sehingga bisa diperhitungkan sejak awal,” ucapnya lagi.
Yang tak kalah penting adalah akses dari kendaraan konektivitas lanjutan, yang akan membantu para penumpang atau wisatawan untuk menuju ke tempat lain. Sebagai contoh kasus, Pelabuhan Patimban yang dinyatakan belum memiliki akses jalan yang memadai.
“Lebar jalan dan bentuk jalan harus dipastikan mampu menampung truk kontainer yang masuk ke dalam pelabuhan. Kalau Patimban itu, ada pembatas jalan yang kurang lebar dan tikungan tajam yang menyebabkan truk sulit untuk manuver dan harus berjalan pelan, sehingga menimbulkan ketidaklancaran kendaraan,” katanya.
Dia mengaku, sebelumnya sudah memprotes dan memberi masukan tentang kondisi akses jalan ke Patimban. Belum lagi, masalah Patimban berikutnya adalah panjang dermaga yang tidak sesuai dengan kebutuhan target pelabuhan.
“Jika misalnya, target Patimban itu 7 juta kontainer per tahun, di mana jika 1 juta itu 3.000 kontainer maka 7 juta itu sama saja dengan 21.000 kontainer per hari. Pasti traffic jam itu. Selain kontainer artinya, akan ada 21 kapal @ 1.000 kontainer yang memiliki panjang 200 meter, yang artinya membutuhkan panjang dermaga 4 kilo untuk menampungnya, sementara panjang dermaga Patimban hanya 800 meter,” jelasnya.
Sehingga, BHS berharap ke depannya Kementerian Perhubungan dapat mengoptimalkan koordinasi dengan daerah dan Kementerian/Lembaga lainnya untuk memastikan pelabuhan laut yang dibangun memiliki konektivitas yang luas.
"Jadinya percuma. Bukan hanya sejak awal dipastikan kedalamannya tapi tiap tahun juga harus selalu dipantau. Jika memang ada sedimentasi, artinya, pihak pelabuhan harus melakukan pengerukan sedimentasi. Sehingga tidak terjadi pendangkalan,” kata BHS.
Jika semua perencanaan ini sudah selesai, kata dia, selanjutnya Kemenhub harus berkoordinasi dengan Kementerian PUPR untuk perencanaan pembangunan sarana infrastruktur jalan menuju pelabuhan dan terhubung dengan akses kebutuhan semua sektor di area sekitarnya.
“Jalur ini harus direncanakan. Jalannya harus dibangun dulu, baru pelabuhannya. Karena, kebutuhan material bisa dilakukan melalui jalan darat. Sekaligus, mengecek kekuatan gandar dan lebar dari jalan yang nantinya akan dilewati oleh transportasi darat. Harus dipastikan bahwa akses jalan ini tidak menimbulkan kesulitan bagi transportasi darat,” paparnya.
Hal ini berkaitan dengan pencegahan kemacetan jalur lalu lintas dan memastikan mobil pengangkut mempunyai akses yang akomodatif. “Baik Kemenhub maupun Kementerian PUPR harus menggerakkan Litbang masing-masing. Sehingga bisa diperhitungkan sejak awal,” ucapnya lagi.
Yang tak kalah penting adalah akses dari kendaraan konektivitas lanjutan, yang akan membantu para penumpang atau wisatawan untuk menuju ke tempat lain. Sebagai contoh kasus, Pelabuhan Patimban yang dinyatakan belum memiliki akses jalan yang memadai.
“Lebar jalan dan bentuk jalan harus dipastikan mampu menampung truk kontainer yang masuk ke dalam pelabuhan. Kalau Patimban itu, ada pembatas jalan yang kurang lebar dan tikungan tajam yang menyebabkan truk sulit untuk manuver dan harus berjalan pelan, sehingga menimbulkan ketidaklancaran kendaraan,” katanya.
Dia mengaku, sebelumnya sudah memprotes dan memberi masukan tentang kondisi akses jalan ke Patimban. Belum lagi, masalah Patimban berikutnya adalah panjang dermaga yang tidak sesuai dengan kebutuhan target pelabuhan.
“Jika misalnya, target Patimban itu 7 juta kontainer per tahun, di mana jika 1 juta itu 3.000 kontainer maka 7 juta itu sama saja dengan 21.000 kontainer per hari. Pasti traffic jam itu. Selain kontainer artinya, akan ada 21 kapal @ 1.000 kontainer yang memiliki panjang 200 meter, yang artinya membutuhkan panjang dermaga 4 kilo untuk menampungnya, sementara panjang dermaga Patimban hanya 800 meter,” jelasnya.
Sehingga, BHS berharap ke depannya Kementerian Perhubungan dapat mengoptimalkan koordinasi dengan daerah dan Kementerian/Lembaga lainnya untuk memastikan pelabuhan laut yang dibangun memiliki konektivitas yang luas.
tulis komentar anda