Konektivitas Harus Sudah Direncanakan Sebelum Pembangunan Pelabuhan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut perlunya konektivitas pelabuhan laut Indonesia. Pernyataan yang disampaikan Jokowi saat Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Senin 6 Mei 2024.
Pengamat Transportasi Bambang Haryo Soekartono (BHS) menilai setiap pelabuhan memang seharusnya terintegrasi dengan sektor lainnya. Dia memaparkan, pelabuhan yang akan dibangun harus disesuaikan dengan pengembangan potensi wilayah sekitarnya.
Misalnya, adanya potensi perkebunan, perindustrian, pariwisata, atau hubungan sosial dan budaya akan memengaruhi model pelabuhan yang akan dibangun. Pelabuhan yang dibangun tersebut juga harus selaras dengan proyeksi potensi lima hingga 25 tahun mendatang.
“Saat membangun pelabuhan, harus memperhatikan perencanaan dan manfaat pelabuhan untuk wilayah tersebut. Artinya, harus berkoordinasi dulu dengan daerah, apa yang dibutuhkan dan berkoordinasi dengan kementerian terkait, misalnya dengan Kemenperin terkait kebutuhan industri, perkebunan maupun pertanian atau Kemenparekraf terkait pariwisata,” ujarnya, Sabtu (11/5/2024).
Jika sudah berkoordinasi, baru direncanakan jenis pelabuhan apa yang akan dibangun. Apakah pelabuhan untuk orang atau logistik atau untuk keduanya.
“Selanjutnya, dilakukan feasibility study dan melakukan kajian atas kebutuhan kapal yang akan sandar. Hal ini berkaitan dengan pembangunan dermaga dan terminal,” jelasnya.
Dia mengingatkan pembangunan dermaga, terminal hingga area penumpukan, itu harus diproyeksikan untuk kebutuhan hingga lima tahun ke depan. Sementara posisi dan luasan lahan, diproyeksikan untuk pengembangan hingga di atas 10 tahun ke depan.
“Sehingga pelabuhan ini bisa bermanfaat untuk lima tahun mendatang dan bisa dikembangkan hingga 10 tahun mendatang. Jadi tak perlu membangun pelabuhan lainnya di sekitarnya,” ucapnya.
Dia juga mengingatkan dalam membangun pelabuhan juga harus memperhitungkan kedalaman alur perairan. Jangan sampai alurnya kurang dalam sehingga kapal besar tidak bisa masuk dermaga, cuma kapal kecil yang bisa.
"Jadinya percuma. Bukan hanya sejak awal dipastikan kedalamannya tapi tiap tahun juga harus selalu dipantau. Jika memang ada sedimentasi, artinya, pihak pelabuhan harus melakukan pengerukan sedimentasi. Sehingga tidak terjadi pendangkalan,” kata BHS.
Jika semua perencanaan ini sudah selesai, kata dia, selanjutnya Kemenhub harus berkoordinasi dengan Kementerian PUPR untuk perencanaan pembangunan sarana infrastruktur jalan menuju pelabuhan dan terhubung dengan akses kebutuhan semua sektor di area sekitarnya.
“Jalur ini harus direncanakan. Jalannya harus dibangun dulu, baru pelabuhannya. Karena, kebutuhan material bisa dilakukan melalui jalan darat. Sekaligus, mengecek kekuatan gandar dan lebar dari jalan yang nantinya akan dilewati oleh transportasi darat. Harus dipastikan bahwa akses jalan ini tidak menimbulkan kesulitan bagi transportasi darat,” paparnya.
Hal ini berkaitan dengan pencegahan kemacetan jalur lalu lintas dan memastikan mobil pengangkut mempunyai akses yang akomodatif. “Baik Kemenhub maupun Kementerian PUPR harus menggerakkan Litbang masing-masing. Sehingga bisa diperhitungkan sejak awal,” ucapnya lagi.
Yang tak kalah penting adalah akses dari kendaraan konektivitas lanjutan, yang akan membantu para penumpang atau wisatawan untuk menuju ke tempat lain. Sebagai contoh kasus, Pelabuhan Patimban yang dinyatakan belum memiliki akses jalan yang memadai.
“Lebar jalan dan bentuk jalan harus dipastikan mampu menampung truk kontainer yang masuk ke dalam pelabuhan. Kalau Patimban itu, ada pembatas jalan yang kurang lebar dan tikungan tajam yang menyebabkan truk sulit untuk manuver dan harus berjalan pelan, sehingga menimbulkan ketidaklancaran kendaraan,” katanya.
Dia mengaku, sebelumnya sudah memprotes dan memberi masukan tentang kondisi akses jalan ke Patimban. Belum lagi, masalah Patimban berikutnya adalah panjang dermaga yang tidak sesuai dengan kebutuhan target pelabuhan.
“Jika misalnya, target Patimban itu 7 juta kontainer per tahun, di mana jika 1 juta itu 3.000 kontainer maka 7 juta itu sama saja dengan 21.000 kontainer per hari. Pasti traffic jam itu. Selain kontainer artinya, akan ada 21 kapal @ 1.000 kontainer yang memiliki panjang 200 meter, yang artinya membutuhkan panjang dermaga 4 kilo untuk menampungnya, sementara panjang dermaga Patimban hanya 800 meter,” jelasnya.
Sehingga, BHS berharap ke depannya Kementerian Perhubungan dapat mengoptimalkan koordinasi dengan daerah dan Kementerian/Lembaga lainnya untuk memastikan pelabuhan laut yang dibangun memiliki konektivitas yang luas.
“Ini harus jadi pertimbangan utama dari setiap pembangunan, baik pelabuhan laut maupun udara. Sehingga, pembangunan itu benar-benar bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi nasional maupun daerah sekitarnya. Dan bukan hanya untuk 1 atau 2 tahun, tapi dalam waktu panjang,” tutup dia.
Pengamat Transportasi Bambang Haryo Soekartono (BHS) menilai setiap pelabuhan memang seharusnya terintegrasi dengan sektor lainnya. Dia memaparkan, pelabuhan yang akan dibangun harus disesuaikan dengan pengembangan potensi wilayah sekitarnya.
Baca Juga
Misalnya, adanya potensi perkebunan, perindustrian, pariwisata, atau hubungan sosial dan budaya akan memengaruhi model pelabuhan yang akan dibangun. Pelabuhan yang dibangun tersebut juga harus selaras dengan proyeksi potensi lima hingga 25 tahun mendatang.
“Saat membangun pelabuhan, harus memperhatikan perencanaan dan manfaat pelabuhan untuk wilayah tersebut. Artinya, harus berkoordinasi dulu dengan daerah, apa yang dibutuhkan dan berkoordinasi dengan kementerian terkait, misalnya dengan Kemenperin terkait kebutuhan industri, perkebunan maupun pertanian atau Kemenparekraf terkait pariwisata,” ujarnya, Sabtu (11/5/2024).
Jika sudah berkoordinasi, baru direncanakan jenis pelabuhan apa yang akan dibangun. Apakah pelabuhan untuk orang atau logistik atau untuk keduanya.
“Selanjutnya, dilakukan feasibility study dan melakukan kajian atas kebutuhan kapal yang akan sandar. Hal ini berkaitan dengan pembangunan dermaga dan terminal,” jelasnya.
Dia mengingatkan pembangunan dermaga, terminal hingga area penumpukan, itu harus diproyeksikan untuk kebutuhan hingga lima tahun ke depan. Sementara posisi dan luasan lahan, diproyeksikan untuk pengembangan hingga di atas 10 tahun ke depan.
“Sehingga pelabuhan ini bisa bermanfaat untuk lima tahun mendatang dan bisa dikembangkan hingga 10 tahun mendatang. Jadi tak perlu membangun pelabuhan lainnya di sekitarnya,” ucapnya.
Dia juga mengingatkan dalam membangun pelabuhan juga harus memperhitungkan kedalaman alur perairan. Jangan sampai alurnya kurang dalam sehingga kapal besar tidak bisa masuk dermaga, cuma kapal kecil yang bisa.
"Jadinya percuma. Bukan hanya sejak awal dipastikan kedalamannya tapi tiap tahun juga harus selalu dipantau. Jika memang ada sedimentasi, artinya, pihak pelabuhan harus melakukan pengerukan sedimentasi. Sehingga tidak terjadi pendangkalan,” kata BHS.
Jika semua perencanaan ini sudah selesai, kata dia, selanjutnya Kemenhub harus berkoordinasi dengan Kementerian PUPR untuk perencanaan pembangunan sarana infrastruktur jalan menuju pelabuhan dan terhubung dengan akses kebutuhan semua sektor di area sekitarnya.
“Jalur ini harus direncanakan. Jalannya harus dibangun dulu, baru pelabuhannya. Karena, kebutuhan material bisa dilakukan melalui jalan darat. Sekaligus, mengecek kekuatan gandar dan lebar dari jalan yang nantinya akan dilewati oleh transportasi darat. Harus dipastikan bahwa akses jalan ini tidak menimbulkan kesulitan bagi transportasi darat,” paparnya.
Hal ini berkaitan dengan pencegahan kemacetan jalur lalu lintas dan memastikan mobil pengangkut mempunyai akses yang akomodatif. “Baik Kemenhub maupun Kementerian PUPR harus menggerakkan Litbang masing-masing. Sehingga bisa diperhitungkan sejak awal,” ucapnya lagi.
Yang tak kalah penting adalah akses dari kendaraan konektivitas lanjutan, yang akan membantu para penumpang atau wisatawan untuk menuju ke tempat lain. Sebagai contoh kasus, Pelabuhan Patimban yang dinyatakan belum memiliki akses jalan yang memadai.
“Lebar jalan dan bentuk jalan harus dipastikan mampu menampung truk kontainer yang masuk ke dalam pelabuhan. Kalau Patimban itu, ada pembatas jalan yang kurang lebar dan tikungan tajam yang menyebabkan truk sulit untuk manuver dan harus berjalan pelan, sehingga menimbulkan ketidaklancaran kendaraan,” katanya.
Dia mengaku, sebelumnya sudah memprotes dan memberi masukan tentang kondisi akses jalan ke Patimban. Belum lagi, masalah Patimban berikutnya adalah panjang dermaga yang tidak sesuai dengan kebutuhan target pelabuhan.
“Jika misalnya, target Patimban itu 7 juta kontainer per tahun, di mana jika 1 juta itu 3.000 kontainer maka 7 juta itu sama saja dengan 21.000 kontainer per hari. Pasti traffic jam itu. Selain kontainer artinya, akan ada 21 kapal @ 1.000 kontainer yang memiliki panjang 200 meter, yang artinya membutuhkan panjang dermaga 4 kilo untuk menampungnya, sementara panjang dermaga Patimban hanya 800 meter,” jelasnya.
Sehingga, BHS berharap ke depannya Kementerian Perhubungan dapat mengoptimalkan koordinasi dengan daerah dan Kementerian/Lembaga lainnya untuk memastikan pelabuhan laut yang dibangun memiliki konektivitas yang luas.
“Ini harus jadi pertimbangan utama dari setiap pembangunan, baik pelabuhan laut maupun udara. Sehingga, pembangunan itu benar-benar bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi nasional maupun daerah sekitarnya. Dan bukan hanya untuk 1 atau 2 tahun, tapi dalam waktu panjang,” tutup dia.
(kri)