Kasus Dugaan Gratifikasi Mantan Atase Tenaga Kerja KBRI Singapura Mulai Disidangkan
Kamis, 14 Maret 2024 - 15:46 WIB
JAKARTA - Kasus dugaan gratifikasi mantan Atase Ketenagakerjaan (Atnaker) KBRI di Singapura berinisial AR mulai disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Kelas IA Khusus.
AR melalui kuasa hukumnya Alamgir Advocate Law Firm yang dikomandoi Bias Prisma Wahyu Pradipta sebagai kuasa hukumnya menyampaikan keberatan atau eksepsi di hadapan majelis hakim.
Jaksa Penuntut Umum mendakwa AR atas Pasal 12 huruf b dan Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun, di dalam dakwaan JPU tersebut dianggap terlalu prematur dalam menilai.
“Setelah kami mempelajari dakwaan Jaksa Penuntut Umum, menurut pandangan kami selaku kuasa hukum, dakwaan Jaksa Penuntut Umum terkesan mengesampingkan keterangan-keterangan para saksi kunci sebagaimana tersebut dalam BAP, sehingga menempatkan terdakwa AR pada posisi mutlak bersalah dan terdapat sedikit kabur dalam beberapa dalil-dalil dalam dakwaannya,” kata penasihat hukum Bias Prisma Wahyu Pradipta bersama Tim dari Alamgir Advocate Law Firm di PN Jakarta Pusat, Kamis (14/3/2024).
Namun demikian, pihaknya meyakini JPU memiliki kapasitas yang mumpuni dalam membedah kasus serta bukti-bukti yang ada. “Karena ini masih dalam tahap permulaan sidang maka kita akan lihat perkembangannya,” katanya.
AR melalui kuasa hukumnya Alamgir Advocate Law Firm yang dikomandoi Bias Prisma Wahyu Pradipta sebagai kuasa hukumnya menyampaikan keberatan atau eksepsi di hadapan majelis hakim.
Jaksa Penuntut Umum mendakwa AR atas Pasal 12 huruf b dan Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun, di dalam dakwaan JPU tersebut dianggap terlalu prematur dalam menilai.
“Setelah kami mempelajari dakwaan Jaksa Penuntut Umum, menurut pandangan kami selaku kuasa hukum, dakwaan Jaksa Penuntut Umum terkesan mengesampingkan keterangan-keterangan para saksi kunci sebagaimana tersebut dalam BAP, sehingga menempatkan terdakwa AR pada posisi mutlak bersalah dan terdapat sedikit kabur dalam beberapa dalil-dalil dalam dakwaannya,” kata penasihat hukum Bias Prisma Wahyu Pradipta bersama Tim dari Alamgir Advocate Law Firm di PN Jakarta Pusat, Kamis (14/3/2024).
Namun demikian, pihaknya meyakini JPU memiliki kapasitas yang mumpuni dalam membedah kasus serta bukti-bukti yang ada. “Karena ini masih dalam tahap permulaan sidang maka kita akan lihat perkembangannya,” katanya.
(cip)
tulis komentar anda