Putusan MK, Jaksa Agung Tidak Boleh dari Anggota atau Pengurus Parpol
Kamis, 29 Februari 2024 - 21:03 WIB
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) melarang anggota partai politik (parpol) untuk menjadi Jaksa Agung. Jika seorang calon Jaksa Agung merupakan anggota parpol, maka dirinya harus mengundurkan diri terlebih dahulu dari parpolnya sebelum menjalankan tugas tersebut.
Hal tersebut sesuai dengan pertimbangan hukum MK atas permohonan yang diajukan oleh Jovi Andrea Bachtiar terhadap uji materiil aturan mengenai syarat pengangkatan Jaksa Agung sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Kejaksaan.
Sidang pengucapan putusan terhadap pengujian Pasal 20 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 (UU Kejaksaan) ini digelar pada Kamis (29/2/2024) di Ruang Sidang Pleno MK.
"Adapun jangka waktu lima tahun telah keluar dari kepengurusan partai politik sebelum diangkat menjadi Jaksa Agung, menjadi waktu yang cukup untuk memutuskan berbagai kepentingan politik dan intervensi partai politik terhadap Jaksa Agung tersebut," kata Ketua MK Suhartoyo.
Terhadap permohonan Perkara Nomor 6/PUU-XXII/2024 ini, Suhartoyo menguraikan secara lebih jelas bahwa seorang pengurus partai politik lebih memiliki keterikatan yang kuat terhadap partainya. Kendati demikian, pengurus atau anggota parpol dapat memilih untuk terlibat lebih dalam dengan agenda partainya.
"Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai," ucap Suhartoyo.
“Untuk dapat diangkat menjadi Jaksa Agung harus memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a sampai dengan huruf f termasuk syarat bukan merupakan pengurus partai politik kecuali telah berhenti sebagai pengurus partai politik sekurangkurangnya 5 (lima) tahun sebelum diangkat sebagai Jaksa Agung,” pungkasnya.
Hal tersebut sesuai dengan pertimbangan hukum MK atas permohonan yang diajukan oleh Jovi Andrea Bachtiar terhadap uji materiil aturan mengenai syarat pengangkatan Jaksa Agung sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Kejaksaan.
Sidang pengucapan putusan terhadap pengujian Pasal 20 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 (UU Kejaksaan) ini digelar pada Kamis (29/2/2024) di Ruang Sidang Pleno MK.
"Adapun jangka waktu lima tahun telah keluar dari kepengurusan partai politik sebelum diangkat menjadi Jaksa Agung, menjadi waktu yang cukup untuk memutuskan berbagai kepentingan politik dan intervensi partai politik terhadap Jaksa Agung tersebut," kata Ketua MK Suhartoyo.
Terhadap permohonan Perkara Nomor 6/PUU-XXII/2024 ini, Suhartoyo menguraikan secara lebih jelas bahwa seorang pengurus partai politik lebih memiliki keterikatan yang kuat terhadap partainya. Kendati demikian, pengurus atau anggota parpol dapat memilih untuk terlibat lebih dalam dengan agenda partainya.
"Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai," ucap Suhartoyo.
“Untuk dapat diangkat menjadi Jaksa Agung harus memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a sampai dengan huruf f termasuk syarat bukan merupakan pengurus partai politik kecuali telah berhenti sebagai pengurus partai politik sekurangkurangnya 5 (lima) tahun sebelum diangkat sebagai Jaksa Agung,” pungkasnya.
(rca)
tulis komentar anda