Waspada Voter Turnout Pilkada pada Masa Pandemi
Jum'at, 14 Agustus 2020 - 06:32 WIB
Ali Sahab
Dosen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga
PEMILIHAN Kepala Daerah (Pilkada) serentak akan diselenggarakan pada 9 Desember 2020, mundur dari jadwal semula 23 September 2020. Pelaksanaan Pilkada saat pandemi Covid-19 tetap dilaksanakan setelah DPR mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2/2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang (UU) Nomor 1/2015 tentang Perppu Nomor 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi UU. Pilkada serentak 2020 ini merupakan pilkada serentak gelombang keempat sejak Desember 2015.
Terdapat 270 daerah yang akan melaksanakan pilkada serentak, terdiri atas 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Hal ini merupakan pekerjaan besar bagi penyelenggara pemilu di tengah pandemi Covid-19 agar pemilihan kepala daerah tetap terlaksana dan menghasilkan kepala daerah yang terbaik. Dengan situasi pandemik saat ini, anggaran pelaksanaan pilkada serentak akan membengkak karena harus menyediakan logistik tambahan untuk menjamin protokol kesehatan, seperti sarung tangan, masker, face shield, hand sanitizer, APD dll. Sebelumnya, pagu anggaran Pilkada serentak 2020 mencapai Rp15,31 triliun. Dengan adanya Covid-19, KPU minta tambahan anggaran sebesar Rp4,7 triliun setelah melakukan restrukturisasi anggaran.
Tantangan lain pilkada serentak 2020 ini adalah kekhawatiran menurunnya tingkat kehadiran pemilih (voter turnout). Belum turunnya persebaran Covid-19 menjadi kekhawatiran banyak orang terutama di daerah-daerah yang memiliki tingkat positif Covid-19 lebih tinggi. Kita bisa melihat dan belajar banyak penyelenggaraan pemilu di beberapa negara yang diselenggarakan pada era Covid-19 ini. Menurut data Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA) Internasional, selain Indonesia, terdapat 92 negara yang menyelenggarakan pemilu di tengah pandemi selama kurun waktu Februari-November 2020. Ada negara yang voter turnout-nya meningkat, ada juga yang turun. Meningkatnya voter turnout terjadi di Korea Selatan dan Singapura.
Pemilu di Korea Selatan diselenggarakan 15 April 2020 dengan kasus positif korona mencapai 10.600 orang, dan voting turnout mencapai 66,2% tertinggi sejak 1996. Hal ini tidak terlepas dari upaya pemerintah dalam menyediakan lingkungan yang aman untuk pemungutan suara di tengah pandemi, serta tingginya kepercayaan terhadap pemerintah. Tingginya voter turnout disebabkan pemungutan suara menjadi tugas warga negara untuk menyelamatkan bangsa dari krisis akibat Covid-19. Munculnya hiper-partisan disebabkan pula karena kebijakan yang progresif di bawah kepemimpinan Moon Jae-in sebagai pengganti dari Park Geun-hye yang dihukum 24 tahun pada 2018 karena melakukan penyuapan dan pemaksaan.
Sementara itu, di Singapura pemilu dilaksanakan pada 10 Juli 2020, dengan voter turnout mencapai 96% dari pemilih yang terdaftar atau sekitar 2.565.000 orang. Voter turnout pada masa pandemi Covid-19 justru meningkat 3% dari pemilu sebelumnya yaitu 93%. Pemilihan dilakukan mulai pukul 8 pagi sampai pukul 8 malam. Banyaknya antrean karena menerapkan social distancing akhirnya diperpanjang sampai jam 10 malam.
Sementara voter turnout yang turun bisa dilihat pada pemilu awal di negara bagian Amerika Serikat, seperti Marion di Missouri dan Lafayette, Louisiana. Pemilihan awal di wilayah Marion, negara bagian Missouri, Amerika Serikat. Pemilu yang seharusnya dilaksanakan April dijadwal ulang 2 Juni 2020. Voter turnout hanya 11,16% dari pemilih yang terdaftar. Biasanya voter turnout mencapai 20%. Permasalahannya di Marion adalah tempat pemilihan yang terletak di gedung yang kapasitasnya kurang memenuhi syarat jika kotak suara berjarak sehingga sebagai alternatifnya di tempat yang lebih luas untuk memenuhi social distancing, karena pemilih harus menunggu giliran untuk menggunakan hak pilihnya.
Dosen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga
PEMILIHAN Kepala Daerah (Pilkada) serentak akan diselenggarakan pada 9 Desember 2020, mundur dari jadwal semula 23 September 2020. Pelaksanaan Pilkada saat pandemi Covid-19 tetap dilaksanakan setelah DPR mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2/2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang (UU) Nomor 1/2015 tentang Perppu Nomor 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi UU. Pilkada serentak 2020 ini merupakan pilkada serentak gelombang keempat sejak Desember 2015.
Terdapat 270 daerah yang akan melaksanakan pilkada serentak, terdiri atas 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Hal ini merupakan pekerjaan besar bagi penyelenggara pemilu di tengah pandemi Covid-19 agar pemilihan kepala daerah tetap terlaksana dan menghasilkan kepala daerah yang terbaik. Dengan situasi pandemik saat ini, anggaran pelaksanaan pilkada serentak akan membengkak karena harus menyediakan logistik tambahan untuk menjamin protokol kesehatan, seperti sarung tangan, masker, face shield, hand sanitizer, APD dll. Sebelumnya, pagu anggaran Pilkada serentak 2020 mencapai Rp15,31 triliun. Dengan adanya Covid-19, KPU minta tambahan anggaran sebesar Rp4,7 triliun setelah melakukan restrukturisasi anggaran.
Tantangan lain pilkada serentak 2020 ini adalah kekhawatiran menurunnya tingkat kehadiran pemilih (voter turnout). Belum turunnya persebaran Covid-19 menjadi kekhawatiran banyak orang terutama di daerah-daerah yang memiliki tingkat positif Covid-19 lebih tinggi. Kita bisa melihat dan belajar banyak penyelenggaraan pemilu di beberapa negara yang diselenggarakan pada era Covid-19 ini. Menurut data Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA) Internasional, selain Indonesia, terdapat 92 negara yang menyelenggarakan pemilu di tengah pandemi selama kurun waktu Februari-November 2020. Ada negara yang voter turnout-nya meningkat, ada juga yang turun. Meningkatnya voter turnout terjadi di Korea Selatan dan Singapura.
Pemilu di Korea Selatan diselenggarakan 15 April 2020 dengan kasus positif korona mencapai 10.600 orang, dan voting turnout mencapai 66,2% tertinggi sejak 1996. Hal ini tidak terlepas dari upaya pemerintah dalam menyediakan lingkungan yang aman untuk pemungutan suara di tengah pandemi, serta tingginya kepercayaan terhadap pemerintah. Tingginya voter turnout disebabkan pemungutan suara menjadi tugas warga negara untuk menyelamatkan bangsa dari krisis akibat Covid-19. Munculnya hiper-partisan disebabkan pula karena kebijakan yang progresif di bawah kepemimpinan Moon Jae-in sebagai pengganti dari Park Geun-hye yang dihukum 24 tahun pada 2018 karena melakukan penyuapan dan pemaksaan.
Sementara itu, di Singapura pemilu dilaksanakan pada 10 Juli 2020, dengan voter turnout mencapai 96% dari pemilih yang terdaftar atau sekitar 2.565.000 orang. Voter turnout pada masa pandemi Covid-19 justru meningkat 3% dari pemilu sebelumnya yaitu 93%. Pemilihan dilakukan mulai pukul 8 pagi sampai pukul 8 malam. Banyaknya antrean karena menerapkan social distancing akhirnya diperpanjang sampai jam 10 malam.
Sementara voter turnout yang turun bisa dilihat pada pemilu awal di negara bagian Amerika Serikat, seperti Marion di Missouri dan Lafayette, Louisiana. Pemilihan awal di wilayah Marion, negara bagian Missouri, Amerika Serikat. Pemilu yang seharusnya dilaksanakan April dijadwal ulang 2 Juni 2020. Voter turnout hanya 11,16% dari pemilih yang terdaftar. Biasanya voter turnout mencapai 20%. Permasalahannya di Marion adalah tempat pemilihan yang terletak di gedung yang kapasitasnya kurang memenuhi syarat jika kotak suara berjarak sehingga sebagai alternatifnya di tempat yang lebih luas untuk memenuhi social distancing, karena pemilih harus menunggu giliran untuk menggunakan hak pilihnya.
tulis komentar anda