Bivitri Susanti: Masyarakat Jangan Terkecoh Hasil Quick Count dan Real Count Pemilu 2024
Sabtu, 24 Februari 2024 - 14:56 WIB
SUMEDANG - Aktor film Dirty Vote sekaligus dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Bivitri Susanti mengingatkan masyarakat agar tidak terkecoh hasil perhitungan suara Pemilu 2024 lewat quick count ataupun real count. Menurutnya, demokrasi sejatinya tidak berakhir di angka-angka.
Peringatan tersebut disampaikan Bivitri saat menjadi panelis dalam acara Nonton Bersama (Nobar) dan Diskusi bertajuk 'Setelah Dirty Vote' yang digelar oleh BEM KEMA Unpad berkolaborasi dengan BEM FH Unpad di Bale Pabukon, Unpad Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Sabtu (24/2/2024).
"Sampai 20 Maret nanti, temen-temen jangan terkecoh dalam angka-angka persen di quick count, real count, dan lain-lain," ucapnya.
Menurutnya, tolak ukur keberhasilan berpartisipasi dalam politik saat hadirnya oposisi di luar pemerintahan. "Karena Demokrasi perlu adanya oposisi, kalau tidak ada oposisi ya artinya otokrasi. Mari kita bangun oposisi dan dorong DPR untuk melakukan fungsinya sebagai oposisi," katanya.
Bivitri mengatakan, kehadiran film Dirty Vote ini untuk menjawab kegelisahan publik, termasuk para mahasiswa terkait sistem demokrasi di Indonesia saat ini.
"Saya yakin sebelum adanya film ini pasti temen-temen menyadari adanya kesalahan, adanya film ini adalah untuk menjabarkan kegelisahan temen-temen," tandasnya.
Sementara itu, sutradara film Dirty Vote, Dandhy Dwi Laksono yang hadir dalam acara tersebut bercerita bahwa proses pembuatan film dokumenter Dirty Vote dilakukan saat dirinya berstatus sebagai tersangka. "Saya sebenarnya membuat film ini dalam keadaan tersangka, pasca saya membikin film Sexy Killer 5 tahun lalu," ungkap Dandhy.
Dandhy mengungkapkan, ada alasan tersendiri mengapa memilih Bivitri Susanti, Feri Amsari dan Zainal Arifin Mochtar sebagai aktor dalam film dokumenternya tersebut. Sebab, menurutnya, ketiga orang ini merupakan sosok yang berintegritas, independen serta bisa bertanggung jawab terhadap apa yang mereka sampaikan.
Peringatan tersebut disampaikan Bivitri saat menjadi panelis dalam acara Nonton Bersama (Nobar) dan Diskusi bertajuk 'Setelah Dirty Vote' yang digelar oleh BEM KEMA Unpad berkolaborasi dengan BEM FH Unpad di Bale Pabukon, Unpad Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Sabtu (24/2/2024).
"Sampai 20 Maret nanti, temen-temen jangan terkecoh dalam angka-angka persen di quick count, real count, dan lain-lain," ucapnya.
Menurutnya, tolak ukur keberhasilan berpartisipasi dalam politik saat hadirnya oposisi di luar pemerintahan. "Karena Demokrasi perlu adanya oposisi, kalau tidak ada oposisi ya artinya otokrasi. Mari kita bangun oposisi dan dorong DPR untuk melakukan fungsinya sebagai oposisi," katanya.
Bivitri mengatakan, kehadiran film Dirty Vote ini untuk menjawab kegelisahan publik, termasuk para mahasiswa terkait sistem demokrasi di Indonesia saat ini.
"Saya yakin sebelum adanya film ini pasti temen-temen menyadari adanya kesalahan, adanya film ini adalah untuk menjabarkan kegelisahan temen-temen," tandasnya.
Sementara itu, sutradara film Dirty Vote, Dandhy Dwi Laksono yang hadir dalam acara tersebut bercerita bahwa proses pembuatan film dokumenter Dirty Vote dilakukan saat dirinya berstatus sebagai tersangka. "Saya sebenarnya membuat film ini dalam keadaan tersangka, pasca saya membikin film Sexy Killer 5 tahun lalu," ungkap Dandhy.
Dandhy mengungkapkan, ada alasan tersendiri mengapa memilih Bivitri Susanti, Feri Amsari dan Zainal Arifin Mochtar sebagai aktor dalam film dokumenternya tersebut. Sebab, menurutnya, ketiga orang ini merupakan sosok yang berintegritas, independen serta bisa bertanggung jawab terhadap apa yang mereka sampaikan.
Lihat Juga :
tulis komentar anda