Kejagung Didukung Masukkan Dampak Ekologi Jadi Komponen Kerugian Negara

Kamis, 22 Februari 2024 - 00:04 WIB
Kejagung menggunakan pendekatan kerusakan ekologis dalam menghitung kerugian negara pada kasus dugaan korupsi tata niaga timah di Babel pada 2015-2022. Foto/Ilustrasi/SINDOnews
JAKARTA - Langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) menggunakan pendekatan kerusakan ekologis dalam menghitung kerugian negara pada kasus dugaan korupsi tata niaga timah di Bangka Belitung (Babel) pada 2015-2022 didukung Jaringan Advokasi Tambang (JATAM). Hal tersebut dianggap menarik.

"Saya kira, itu hal menarik dan belum banyak dilakukan dalam kasus kerugian dan kerusakan lingkungan," kata Kepala Divisi Hukum JATAM, M. Jamil, saat dihubungi di Jakarta, Rabu (21/2/2024).

Kendati demikian, ia mengingatkan, harus hati-hati dalam penerapannya agar tidak menjadi masalah baru bahkan jalan keluar bagi perusak alam dan lingkungan. Dia memberikan contoh dengan reklamasi lahan eks tambang.



Jamil menuturkan, pemulihan lingkungan berupa reklamasi diatur dalam Pasal 161B ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.



Isinya, "Setiap orang yang IUP (izin usaha pertambangan) atau IUPK (izin usaha pertambangan khusus) dicabut atau berakhir dan tidak melaksanakan reklamasi dan/atau pascatambang dan/atau penempatan dana jaminan reklamasi dan/atau dana jaminan pascatambang dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar."

"Aturan di atas punya keterbatasan hanya menyasar tambang yang berizin atau legal," jelasnya.

Diketahui, Kejagung menggunakan pendekatan kerusakan lingkungan dalam menghitung kerugian negara akibat kasus dugaan korupsi tata niaga timah di Babel pada 2015-2022. Sebanyak 11 orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini.

Penghitungan kerugian negara tersebut dilakukan Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Bambang Hero Saharjo. Berdasarkan kalkulasinya merujuk hasil verifikasi di lapangan dan pengamatan via citra satelit serta merujuk Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH) Nomor 7 Tahun 2014, negara buntung hingga Rp271,06 triliun.

Nilai tersebut terdiri dari biaya kerugian lingkungan, biaya kerugian ekonomi lingkungan, dan biaya pemulihan lingkungan akibat tambang timah di kawasan hutan (75.345,751 ha) dan di luar kawasan hutan (95.017,313 ha).
(maf)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More