BEM UI: Presiden Jokowi, Penguasa yang Tak Tahu Kapan Harus Berhenti
Rabu, 21 Februari 2024 - 21:28 WIB
JAKARTA - Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) menyampaikan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah penguasa yang tak tahu kapan harus berhenti. Pernyataan sikap tersebut disampaikan melalui unggahan atau postingan di akun Instagram BEM UI, Rabu (21/2/2024).
“Jika harus menuding salah satu dalang kecurangan sistematis dalam Pemilu 2024, tentu telunjuk mengarah pada Presiden Jokowi dengan seluruh cawecawe dan skenario politiknya. Mengawali karier sebagai seorang populis sejati, siapa sangka 10 tahun setelahnya Jokowi akan melakukan segala cara demi melanggengkan kekuasaan?” bunyi pernyataan sikap BEM UI tersebut.
Mereka menyampaikan, sebelum pemilu dimulai, Jokowi telah lebih dulu menempatkan putra dan sanak saudara di berbagai jabatan strategis. “Sebut saja putranya Gibran Rakabuming Raka sebagai Wali Kota Solo, menantunya Bobby Nasution selaku Wali Kota Medan, sampai iparnya Anwar Usman sebagai Hakim Ketua Mahkamah Konstitusi (MK),” tuturnya.
Kemudian, BEM UI menyatakan Jokowi dalam proses pelaksanaan pemilu pernah terang-terangan menyatakan bahwa presiden boleh berkampanye dengan didampingi salah satu calon presiden (capres) Prabowo Subianto. BEM UI juga melihat indikasi ketidaknetralan Jokowi juga tampak pada penunjukan Penjabat (Pj) kepala daerah yang menunjukkan keberpihakan.
“Misalnya, Pj Gubernur Kalimantan Barat yang mengajak warga memilih calon yang mendukung IKN dan Pj Gubernur Bali yang memerintahkan penurunan baliho paslon 03. Lebih lanjut, Jokowi pun turun tangan langsung demi mendongkrak elektabilitas Gibran dengan menggelontorkan amunisi bantuan sosial (bansos) dalam jumlah gila-gilaan,” tuturnya.
BEM UI juga mengatakan bahwa dugaan politisasi bansos makin diperkuat dengan pernyataan dari Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan yang mengajak masyarakat mendukung Gibran saat pembagian bansos. “Jokowi memang tak tahu kapan harus berhenti, tetapi ia jelas tahu bagaimana caranya mengamankan kursi,” pungkasnya.
“Jika harus menuding salah satu dalang kecurangan sistematis dalam Pemilu 2024, tentu telunjuk mengarah pada Presiden Jokowi dengan seluruh cawecawe dan skenario politiknya. Mengawali karier sebagai seorang populis sejati, siapa sangka 10 tahun setelahnya Jokowi akan melakukan segala cara demi melanggengkan kekuasaan?” bunyi pernyataan sikap BEM UI tersebut.
Mereka menyampaikan, sebelum pemilu dimulai, Jokowi telah lebih dulu menempatkan putra dan sanak saudara di berbagai jabatan strategis. “Sebut saja putranya Gibran Rakabuming Raka sebagai Wali Kota Solo, menantunya Bobby Nasution selaku Wali Kota Medan, sampai iparnya Anwar Usman sebagai Hakim Ketua Mahkamah Konstitusi (MK),” tuturnya.
Kemudian, BEM UI menyatakan Jokowi dalam proses pelaksanaan pemilu pernah terang-terangan menyatakan bahwa presiden boleh berkampanye dengan didampingi salah satu calon presiden (capres) Prabowo Subianto. BEM UI juga melihat indikasi ketidaknetralan Jokowi juga tampak pada penunjukan Penjabat (Pj) kepala daerah yang menunjukkan keberpihakan.
“Misalnya, Pj Gubernur Kalimantan Barat yang mengajak warga memilih calon yang mendukung IKN dan Pj Gubernur Bali yang memerintahkan penurunan baliho paslon 03. Lebih lanjut, Jokowi pun turun tangan langsung demi mendongkrak elektabilitas Gibran dengan menggelontorkan amunisi bantuan sosial (bansos) dalam jumlah gila-gilaan,” tuturnya.
BEM UI juga mengatakan bahwa dugaan politisasi bansos makin diperkuat dengan pernyataan dari Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan yang mengajak masyarakat mendukung Gibran saat pembagian bansos. “Jokowi memang tak tahu kapan harus berhenti, tetapi ia jelas tahu bagaimana caranya mengamankan kursi,” pungkasnya.
(rca)
tulis komentar anda