Masyarakat Diajak Kawal Hasil Pemilu 2024
Sabtu, 17 Februari 2024 - 15:38 WIB
JAKARTA - Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI) R Haidar Alwi mengajak masyarakat mengawal hasil Pemilu 2024. Dia menyarankan pihak-pihak yang tidak puas untuk melaporkan bukti-bukti ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) atau di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Bukan malah menghasut masyarakat untuk tidak mempercayai hasil pemilu,” kata Haidar dalam keterangan tertulis, Sabtu (17/2/2024).
Dia menilai audit investigasi terhadap aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak akan mengubah hasil pemilu. “Karena Sirekap hanya sebagai alat bantu. Hasil pemilu yang sebenarnya tetap ditentukan oleh rekapitulasi penghitungan suara secara manual yang dilakukan berjenjang dari tingkat bawah hingga nasional,” tuturnya.
Dia berpendapat, keberadaan Sirekap KPU merupakan bagian dari transisi atau proses perubahan penyelenggaraan pemilu dari manual ke digital. Menurutnya, dengan adanya audit investigasi, justru dapat mengidentifikasi kelemahan Sirekap KPU untuk disempurnakan, sehingga dapat digunakan sebagai acuan ketika Indonesia sudah menerapkan e-counting sepenuhnya di masa mendatang.
“Jadi, kesalahan Sirekap KPU membaca data C1 dapat dijadikan sebagai umpan balik dalam proses penyempurnaan sebuah sistem teknologi pemilu,” tuturnya.
Dia menuturkan, semua teknologi yang ada saat ini melewati proses penyempurnaan. “Contoh gampangnya teknologi HP (handphone, red) yang kita gunakan saat ini adalah hasil penyempurnaan temuan puluhan tahun lalu,” imbuhnya.
Namun, dia tidak menampik kelemahan Sirekap KPU telah menimbulkan kebingungan bahkan kegaduhan di masyarakat maupun di kalangan peserta pemilu. Dia menilai hal itu tidak akan terjadi bila semua pihak memahami penentuan hasil pemilu bukan dari real count Sirekap KPU, melainkan dari perhitungan manual berjenjang.
Dia melanjutkan, hitung cepat atau quick count yang dilakukan oleh sejumlah lembaga survei kredibel merupakan bentuk partisipasi nonpemerintah yang diatur dalam Pasal 448 ayat 2 Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Dia melihat di banyak negara, quick count merupakan alat kontrol hasil pemilu yang akurasinya terbukti sepanjang memakai metode ilmiah yang benar. Dia berpendapat pemahaman itu menjadi sangat penting agar masyarakat tidak salah kaprah dan mudah terprovokasi.
“Bukan malah menghasut masyarakat untuk tidak mempercayai hasil pemilu,” kata Haidar dalam keterangan tertulis, Sabtu (17/2/2024).
Dia menilai audit investigasi terhadap aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak akan mengubah hasil pemilu. “Karena Sirekap hanya sebagai alat bantu. Hasil pemilu yang sebenarnya tetap ditentukan oleh rekapitulasi penghitungan suara secara manual yang dilakukan berjenjang dari tingkat bawah hingga nasional,” tuturnya.
Baca Juga
Dia berpendapat, keberadaan Sirekap KPU merupakan bagian dari transisi atau proses perubahan penyelenggaraan pemilu dari manual ke digital. Menurutnya, dengan adanya audit investigasi, justru dapat mengidentifikasi kelemahan Sirekap KPU untuk disempurnakan, sehingga dapat digunakan sebagai acuan ketika Indonesia sudah menerapkan e-counting sepenuhnya di masa mendatang.
“Jadi, kesalahan Sirekap KPU membaca data C1 dapat dijadikan sebagai umpan balik dalam proses penyempurnaan sebuah sistem teknologi pemilu,” tuturnya.
Dia menuturkan, semua teknologi yang ada saat ini melewati proses penyempurnaan. “Contoh gampangnya teknologi HP (handphone, red) yang kita gunakan saat ini adalah hasil penyempurnaan temuan puluhan tahun lalu,” imbuhnya.
Namun, dia tidak menampik kelemahan Sirekap KPU telah menimbulkan kebingungan bahkan kegaduhan di masyarakat maupun di kalangan peserta pemilu. Dia menilai hal itu tidak akan terjadi bila semua pihak memahami penentuan hasil pemilu bukan dari real count Sirekap KPU, melainkan dari perhitungan manual berjenjang.
Dia melanjutkan, hitung cepat atau quick count yang dilakukan oleh sejumlah lembaga survei kredibel merupakan bentuk partisipasi nonpemerintah yang diatur dalam Pasal 448 ayat 2 Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Dia melihat di banyak negara, quick count merupakan alat kontrol hasil pemilu yang akurasinya terbukti sepanjang memakai metode ilmiah yang benar. Dia berpendapat pemahaman itu menjadi sangat penting agar masyarakat tidak salah kaprah dan mudah terprovokasi.
(rca)
tulis komentar anda