Demo Gejayan Memanggil Pecahkan 7 Gentong, Simbol Minta Pertolongan atas Rusaknya Demokrasi
Senin, 12 Februari 2024 - 19:47 WIB
YOGYAKARTA - Sejumlah massa yang mengatasnamakan sebagai Jaringan Gugat Demokrasi membuat aksi memecahkan tujuh gentong pada demo yang berlangsung di pertigaan Gejayan, DIY, Senin (12/2/2024).
Aksi pecah gentong itu sebagai simbol permintaan pertolongan kepada alam semesta atas rusaknya demokrasi Indonesia.
Humas Jaringan Gugad Demokrasi, Sana menjelaskan, pada aksi kali ini mereka membawa tujuh kentongan dan gentong yang disimbolkan wujud meminta pertolongan menurut filosofi Jawa.
"Tujuh yang dalam arti bahasa Jawa pitu atau bisa disimbolkan pitulungan. Hari ini kita berkumpul untuk meminta pertolongan kepada semesta, kepada semua orang yang masih peduli terhadap demokrasi hari ini," kata dia.
Dalam gentong tersebut, kata dia, terdapat juga tujuh tulisan yang mereka anggap sebagai tujuh dosa Jokowi yang dilakukan selama menjabat sebagai presiden.
"Ada tujuh dosa Jokowi, di mana dia sebagai rezim nepotis, rezim PSN, dia sebagai rezim pelanggar HAM, dia sebagai rezim dinasti dan dia juga sebagai rezim penghianat reformasi 98 dan di situ dia juga tertulis sebagai rezim yang antidemokrasi," jelasnya.
"Nah, di situlah kenapa kita memecahkan tujuh gentong tersebut, kita berharap bahwa tujuh ketamakan Jokowi bersama rezim-rezimnya itu harus benar-benar dienyahkan dihancurkan dari muka bumi ini," tambahnya.
Dengan aksi simbolik ini, Sani mengajak seluruh elemen masyarakat Indonesia, yang memiliki hak suara pada Pemilu 2024 nanti untuk betul-betul memilih calon dengan pemikiran yang matang berdasarkan nalar kritis dan alasan-alasan logis.
Menurutnya, Jokowi telah menutup demokrasi dengan tidak mengakui adanya HAM, tidak melakukan penghormatan terhadap HAM, serta tidak menerapkan prinsip-prinsip HAM. Oleh karena itu, ia meminta agar Jokowi dan kroni-kroninya dihukum dan diadili sesegera mungkin.
"Jokowi menunjukkan kekuasaannya secara maskulin, bahkan hyper maskulinitas karena dia menguasai tidak hanya sumber daya alam dalam periode terakhir, tetapi juga menguasai seluruh nalar kritis elemen negara ini," lanjutnya.
"Kami ingin Jokowi dan kroni-kroninya dihukum. Bahkan tidak harus menunggu sampai tanggal 14 Februari 2024, tetapi sebelum itu Jokowi harus mendapatkan hukuman secepatnya," tutupnya.
Aksi pecah gentong itu sebagai simbol permintaan pertolongan kepada alam semesta atas rusaknya demokrasi Indonesia.
Humas Jaringan Gugad Demokrasi, Sana menjelaskan, pada aksi kali ini mereka membawa tujuh kentongan dan gentong yang disimbolkan wujud meminta pertolongan menurut filosofi Jawa.
"Tujuh yang dalam arti bahasa Jawa pitu atau bisa disimbolkan pitulungan. Hari ini kita berkumpul untuk meminta pertolongan kepada semesta, kepada semua orang yang masih peduli terhadap demokrasi hari ini," kata dia.
Dalam gentong tersebut, kata dia, terdapat juga tujuh tulisan yang mereka anggap sebagai tujuh dosa Jokowi yang dilakukan selama menjabat sebagai presiden.
"Ada tujuh dosa Jokowi, di mana dia sebagai rezim nepotis, rezim PSN, dia sebagai rezim pelanggar HAM, dia sebagai rezim dinasti dan dia juga sebagai rezim penghianat reformasi 98 dan di situ dia juga tertulis sebagai rezim yang antidemokrasi," jelasnya.
"Nah, di situlah kenapa kita memecahkan tujuh gentong tersebut, kita berharap bahwa tujuh ketamakan Jokowi bersama rezim-rezimnya itu harus benar-benar dienyahkan dihancurkan dari muka bumi ini," tambahnya.
Dengan aksi simbolik ini, Sani mengajak seluruh elemen masyarakat Indonesia, yang memiliki hak suara pada Pemilu 2024 nanti untuk betul-betul memilih calon dengan pemikiran yang matang berdasarkan nalar kritis dan alasan-alasan logis.
Menurutnya, Jokowi telah menutup demokrasi dengan tidak mengakui adanya HAM, tidak melakukan penghormatan terhadap HAM, serta tidak menerapkan prinsip-prinsip HAM. Oleh karena itu, ia meminta agar Jokowi dan kroni-kroninya dihukum dan diadili sesegera mungkin.
"Jokowi menunjukkan kekuasaannya secara maskulin, bahkan hyper maskulinitas karena dia menguasai tidak hanya sumber daya alam dalam periode terakhir, tetapi juga menguasai seluruh nalar kritis elemen negara ini," lanjutnya.
"Kami ingin Jokowi dan kroni-kroninya dihukum. Bahkan tidak harus menunggu sampai tanggal 14 Februari 2024, tetapi sebelum itu Jokowi harus mendapatkan hukuman secepatnya," tutupnya.
(maf)
tulis komentar anda