Beri Motivasi, Atikoh Ceritakan Momen Haru Sang Ibunda Wafat saat Tahajud
Rabu, 07 Februari 2024 - 19:30 WIB
BANTEN - Siti Atikoh Supriyanti , istri calon presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo, memberikan motivasi kepada masyarakat Banten, khususnya para anak-anak muda untuk tetap bersemangat dan berjuang dalam menjalani kehidupan sesulit apa pun. Dia pun menceritakan pengalaman saat di masa-masa sulit ketika sang ibu meninggal dunia.
Hal itu disampaikan Atikoh saat memberikan sambutan dalam acara Isra Miraj dan Harlah Ke-101 Nahdlatul Ulama (NU) di Pondok Pesantren Syifaul Qulub Lil Mutaallimin di Sindanglaya, Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang, Banten. Hadir dalam acara itu sejumlah kiai, ulama, nyai, ratusan ibu, santri dan masyarakat sekitar.
Mulanya, Atikoh memperkenalkan dirinya kepada ratusan ibu-ibu pengajian serta masyarakat yang hadir dalam acara tersebut. "Saya itu lahir di kota kecil di Purbalingga, di kota di Jawa Tengah. Anak keempat dari lima bersaudara, masa kecil sangat bahagia, tetapi Allah selalu ada skenario, rencana-rencana agar kita maju," kata Atikoh mengawali sambutannya, Rabu (7/2/2024).
Atikoh kemudian bercerita ketika berada di bangku SMA, sang kakek yakni Pendiri pondok pesantren (Ponpes) Roudlhotus Solichin Sholichat Sukawarah di Karanganyar, Al Maghfurlah Al Syaikh KH. Muhammad Hisyam Abdul Karim atau Mbah Hisyam meninggal dunia. Tak berselang lama, sang ibunda meninggal dunia secara tiba-tiba. Lalu disusul oleh kakak sulungnya serta sang ayahanda.
"Waktu itu kan alhamdulillah sampai beliau meninggal itu tidak pernah lepas tahajud, jam 4 kok belum keluar Salat Tahajud. Ini sudah mau Subuh, ternyata beliau sudah meninggal di kamar," cerita Atikoh.
"54 hari kemudian kakak sulung saya yang saat itu satu-satunya sudah bekerja juga meninggal. Dan beberapa bulan kemudian Bapak saya meninggal. Bapak saya meninggal sementara anak-anaknya itu masih sekolah semua. Dua kakak saya masih kuliah, saya masih kuliah, dan adik saya masih sekolah SMP," sambungnya.
Mantan wartawati ini mengatakan jika memakai nalar manusia, kondisi keluarganya saat itu sudah dalam keadaan kolaps dan sudah tidak bisa apa-apa. Tetapi, Atikoh sangat meyakini keimanan tentang ketakwaan.
Hal itu disampaikan Atikoh saat memberikan sambutan dalam acara Isra Miraj dan Harlah Ke-101 Nahdlatul Ulama (NU) di Pondok Pesantren Syifaul Qulub Lil Mutaallimin di Sindanglaya, Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang, Banten. Hadir dalam acara itu sejumlah kiai, ulama, nyai, ratusan ibu, santri dan masyarakat sekitar.
Mulanya, Atikoh memperkenalkan dirinya kepada ratusan ibu-ibu pengajian serta masyarakat yang hadir dalam acara tersebut. "Saya itu lahir di kota kecil di Purbalingga, di kota di Jawa Tengah. Anak keempat dari lima bersaudara, masa kecil sangat bahagia, tetapi Allah selalu ada skenario, rencana-rencana agar kita maju," kata Atikoh mengawali sambutannya, Rabu (7/2/2024).
Baca Juga
Atikoh kemudian bercerita ketika berada di bangku SMA, sang kakek yakni Pendiri pondok pesantren (Ponpes) Roudlhotus Solichin Sholichat Sukawarah di Karanganyar, Al Maghfurlah Al Syaikh KH. Muhammad Hisyam Abdul Karim atau Mbah Hisyam meninggal dunia. Tak berselang lama, sang ibunda meninggal dunia secara tiba-tiba. Lalu disusul oleh kakak sulungnya serta sang ayahanda.
"Waktu itu kan alhamdulillah sampai beliau meninggal itu tidak pernah lepas tahajud, jam 4 kok belum keluar Salat Tahajud. Ini sudah mau Subuh, ternyata beliau sudah meninggal di kamar," cerita Atikoh.
"54 hari kemudian kakak sulung saya yang saat itu satu-satunya sudah bekerja juga meninggal. Dan beberapa bulan kemudian Bapak saya meninggal. Bapak saya meninggal sementara anak-anaknya itu masih sekolah semua. Dua kakak saya masih kuliah, saya masih kuliah, dan adik saya masih sekolah SMP," sambungnya.
Mantan wartawati ini mengatakan jika memakai nalar manusia, kondisi keluarganya saat itu sudah dalam keadaan kolaps dan sudah tidak bisa apa-apa. Tetapi, Atikoh sangat meyakini keimanan tentang ketakwaan.
tulis komentar anda