Petisi Masyarakat Sipil Desak Selamatkan Indonesia dari Ambisi Kekuasaan Jokowi

Kamis, 01 Februari 2024 - 20:28 WIB
Presiden Joko Widodo (Jokowi). Foto/Dok Setpres
JAKARTA - Petisi masyarakat sipil mendesak selamatkan Indonesia dari kepentingan dan ambisi kekuasaan Jokowi , keluarga, serta kroni-kroninya. Petisi tersebut juga meminta agar Indonesia dikembalikan untuk kepentingan rakyat seluruhnya.

Petisi tersebut dibikin oleh 130 tokoh dan 145 lembaga swadaya masyarakat. Pengamat Politik Ikrar Nusa Bhakti menilai bahwa Indonesia dibangun dan didirikan bukan untuk kepentingan segelintir orang, kelompok maupun keluarga, melainkan untuk seluruh rakyat Indonesia.

“Di negara ini kekuasaan tidak boleh hanya dimonopoli, didominasi, dan dikuasai oleh kalangan terbatas, karena hal tersebut bertentangan dengan semangat dan cita-cita pendirian negara Indonesia,” kata Ikrar kepada MNC Portal Indonesia, Kamis (1/2/2024).



“Fakta-fakta historis dan kekinian dengan sangat jelas menunjukkan bahwa penguasaan negara dan sumber daya di dalamnya oleh segelintir orang, keluarga, dan penguasa telah meminggirkan dan merampas hak-hak rakyat di negara ini,” sambungnya.



Ikrar menyebutkan, cukup sekali saja rakyat mengalami rezim otoriter yang dipimpin oleh Soeharto bersama kroni-kroninya selama 32 tahun. Ia menyebut berbagai kasus pelanggaran HAM berat terjadi pada masa Orde Baru dan kekayaan negara pada masa itu dinikmati secara terbatas oleh segelintir elite yang berada dalam lingkaran kekuasaan Soeharto.

Ikrar menegaskan bahwa TAP MPR XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) menyebutkan bahwa dalam penyelenggaraan negara semasa Pemerintahan Soeharto telah terjadi praktik-praktik usaha yang lebih menguntungkan sekelompok tertentu yang menyuburkan korupsi, kolusi, dan nepotisme, yang melibatkan para pejabat negara dengan para pengusaha.



Sehingga, kata dia, merusak sendi-sendi penyelenggaraan negara dalam berbagai aspek kehidupan nasional. TAP MPR menegaskan bahwa hal itu tidak boleh terulang di masa depan.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More