Kirim Petisi ke ICC, IKOHI Minta Pengadilan Pidana Internasional Usut Penculikan Aktivis 1998
Kamis, 01 Februari 2024 - 16:01 WIB
JAKARTA - Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) meminta Pengadilan Pidana Internasional atau International Criminal Court (ICC) mengusut kasus penculikan aktivis 1997/1998 di Tanah Air. Desakan tersebut tertuang dalam petisi yang telah dikirimkan IKOHI ke ICC.
“Kasus penghilangan orang secara paksa 1997/1998 telah berlangsung selama 25 tahun. Selama 25 tahun ini juga dan empat presiden kami berjuang agar pemerintah membentuk tim pencarian aktivis yang masih hilang dan pengadilan HAM bagi para pelaku, namun pemerintah Indonesia terus mengabaikan,” kata Sekretaris Umum IKOHI Zaenal Muttaqin dalam keterangan tertulisnya, Kamis (1/2/2024).
Dia menuturkan, satu per satu orang tua korban telah meninggal dalam penantian panjang dalam ketidakpastian akan keberadaan anak-anak mereka yang belum dikembalikan. Dia mengungkapkan, beberapa keluarga korban lain juga dalam kondisi kesehatan fisik dan psikis yang menurun akibat hilangnya keluarga yang mereka sayangi.
Dia menambahkan, hingga hari ini status kependudukan para korban hilang juga menjadi persoalan keperdataan bagi keluarga korban. “Hidup tidak, disebut mati juga tidak. Negara Republik Indonesia telah menggantung nasib para korban dan keluarganya,” katanya.
Lebih lanjut dia mengatakan, tuntutan para keluarga korban terhadap kasus penculikan aktivis 1997-1998 juga sudah direkomendasikan oleh Parlemen Republik Indonesia sejak 2009 kepada pemerintah Indonesia. Keempat rekomendasi tersebut, adalah:
1) Membentuk pengadilan HAM adhoc untuk pelaku penculikan;
2) Membentuk tim pencarian aktivis yg masih hilang;
3) Reparasi dan kompensasi pada keluarga aktivis korban penculikan; dan
“Kasus penghilangan orang secara paksa 1997/1998 telah berlangsung selama 25 tahun. Selama 25 tahun ini juga dan empat presiden kami berjuang agar pemerintah membentuk tim pencarian aktivis yang masih hilang dan pengadilan HAM bagi para pelaku, namun pemerintah Indonesia terus mengabaikan,” kata Sekretaris Umum IKOHI Zaenal Muttaqin dalam keterangan tertulisnya, Kamis (1/2/2024).
Dia menuturkan, satu per satu orang tua korban telah meninggal dalam penantian panjang dalam ketidakpastian akan keberadaan anak-anak mereka yang belum dikembalikan. Dia mengungkapkan, beberapa keluarga korban lain juga dalam kondisi kesehatan fisik dan psikis yang menurun akibat hilangnya keluarga yang mereka sayangi.
Baca Juga
Dia menambahkan, hingga hari ini status kependudukan para korban hilang juga menjadi persoalan keperdataan bagi keluarga korban. “Hidup tidak, disebut mati juga tidak. Negara Republik Indonesia telah menggantung nasib para korban dan keluarganya,” katanya.
Lebih lanjut dia mengatakan, tuntutan para keluarga korban terhadap kasus penculikan aktivis 1997-1998 juga sudah direkomendasikan oleh Parlemen Republik Indonesia sejak 2009 kepada pemerintah Indonesia. Keempat rekomendasi tersebut, adalah:
1) Membentuk pengadilan HAM adhoc untuk pelaku penculikan;
2) Membentuk tim pencarian aktivis yg masih hilang;
3) Reparasi dan kompensasi pada keluarga aktivis korban penculikan; dan
tulis komentar anda