Ribka Tjiptaning Bingung Dipanggil KPK, Ditanya Terkait Kasus 12 Tahun Lalu
Kamis, 01 Februari 2024 - 15:29 WIB
JAKARTA - Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Ribka Tjiptaning bingung dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada hari ini. Sebab, penyidik antirasuah itu menanyakan perihal kasus pada 12 tahun yang lalu, yakni dugaan korupsi pengadaan sistem proteksi TKI di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
Usai pemeriksaan, Ribka mengaku tidak mengerti mengapa ia dipanggil komisi antirasuah. “Aku tuh sebenarnya enggak tahu. Dapat undangan ini juga enggak tahu kasusnya apa,” kata Ribka usai pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (1/2/2024).
"Cuma saya bingung saja kenapa kasusnya diangkat baru sekarang? Itu kan sudah 12 tahun yang lalu. Jadi ditanyain banyak yang enggak tahu," sambungnya.
Berdasarkan informasi, Ribka mulai menjalani pemeriksaan sekitar pukul 10.12 WIB. Kemudian ia turun dari ruang pemeriksaan sekitar 13.45 WIB.
Dalam kurun waktu tersebut, Ribka mengaku mendapat belasan pertanyaan dari penyidik. Di antaranya, terkait kenal atau tidaknya dengan seseorang yang ditanyakan tim penyidik.
"Kurang lebih 10-15 (pertanyaan) lah, nanya kenal si ini kenal si ini. Sudah lupa semua. Cuma kuterangin tupoksinya di DPR gimana membahas anggaran," ujarnya.
Sekadar informasi, KPK resmi mengumumkan tiga tersangka tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan sistem proteksi TKI di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) RI tahun 2012.
Mereka adalah Direktur Jenderal (Dirjen) Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Reyna Usman (RU); Sekretaris Badan Perencanaan dan Pengembangan (Barenbang) Kemenaker, I Nyoman Darmanta (IND); dan Direktur PT Adi Inti Mandiri, Karunia (KRN).
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata menyatakan, setelah diumumkan tersangka, mereka langsung dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan. "Atas dasar kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan RU dan IND untuk masing-masing selama 20 hari pertama, mulai 25 Januari-13 Februari 2024 di rutan KPK," kata Alex.
Ketiga tersangka dimaksud disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Usai pemeriksaan, Ribka mengaku tidak mengerti mengapa ia dipanggil komisi antirasuah. “Aku tuh sebenarnya enggak tahu. Dapat undangan ini juga enggak tahu kasusnya apa,” kata Ribka usai pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (1/2/2024).
"Cuma saya bingung saja kenapa kasusnya diangkat baru sekarang? Itu kan sudah 12 tahun yang lalu. Jadi ditanyain banyak yang enggak tahu," sambungnya.
Baca Juga
Berdasarkan informasi, Ribka mulai menjalani pemeriksaan sekitar pukul 10.12 WIB. Kemudian ia turun dari ruang pemeriksaan sekitar 13.45 WIB.
Dalam kurun waktu tersebut, Ribka mengaku mendapat belasan pertanyaan dari penyidik. Di antaranya, terkait kenal atau tidaknya dengan seseorang yang ditanyakan tim penyidik.
"Kurang lebih 10-15 (pertanyaan) lah, nanya kenal si ini kenal si ini. Sudah lupa semua. Cuma kuterangin tupoksinya di DPR gimana membahas anggaran," ujarnya.
Sekadar informasi, KPK resmi mengumumkan tiga tersangka tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan sistem proteksi TKI di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) RI tahun 2012.
Mereka adalah Direktur Jenderal (Dirjen) Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Reyna Usman (RU); Sekretaris Badan Perencanaan dan Pengembangan (Barenbang) Kemenaker, I Nyoman Darmanta (IND); dan Direktur PT Adi Inti Mandiri, Karunia (KRN).
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata menyatakan, setelah diumumkan tersangka, mereka langsung dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan. "Atas dasar kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan RU dan IND untuk masing-masing selama 20 hari pertama, mulai 25 Januari-13 Februari 2024 di rutan KPK," kata Alex.
Ketiga tersangka dimaksud disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
(rca)
tulis komentar anda