Nabil Haroen: Wayang Media Dakwah, Tumbuhkan Karakter Kuat dan Pribadi Berkebudayaan
Senin, 29 Januari 2024 - 15:13 WIB
JAKARTA - Pagelaran wayang kulit dengan kisah sejarah Mahapatih Gajah Mada digelar di Situs Sitinggil Majarejo, Kecamatan Modo, Lamongan, Jawa Timur, Sabtu (27/1/2024) malam.M Nabil Haroen, anggota DPR RI dari Fraksi PDIP, hadir dalam pagelaran tersebut.
Lakon wayang ini adalah Kidung Madali. Lakon Kidung Madali dibawakan dalang Ki Ardhi Poerboantono dari Malang. Ki Ardhi merupakan sosok dalang yang sedang ngetren. Dia juga sebagai Pengurus Harian Pimpinan Pusat Pagar Nusa. Sementara, penyelenggaranya Paguyuban Budaya Wilwatikta. Kidung Medali dimulai dari kisah kelahiran Gajah Mada.
Agenda ini dihadiri ribuan warga Lamongan dan sekitarnya, anggota DPR RI dari Fraksi PDIP Gus M. Nabil Haroen, Bupati Lamongan Yuhronur Effendi, serta beberapa tokoh masyarakat setempat.
Nabil Haroen mengungkapkan bahwa wayang menjadi media penting untuk menyebarkan pesan-pesan penting bagi warga. "Wayang kan tradisi leluhur kita yang sangat bagus untuk menyebar pesan kemaslahatan publik. Bahkan, wayang juga menjadi media Wali Songo dalam berdakwah, jadi harus kita lestarikan. Selain itu, wayang juga menumbuhkan karakter yang kuat, serta pribadi yang berkebudayaan," kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Pagar Nusa ini.
"Lakon Kidung Madali ini berkisah tentang Gajah Mada," kata dalang Ki Ardhi Poerboantono.
Ki Ardhi mengungkapkan kisahnya dimulai ketika Mada kecil, yang hanya seorang diri menangis keras di Gunung Ratu, Ngimbang. Itu dipercaya sebagai tempat lahir dan bertumbuhnya Jaka Mada. Kemudian datanglah Ki Gede Sidowayah untuk menolong. Saat itu didapati ternyata sang bayi tersebut menangis di samping ibunya yang sudah meninggal dunia.
"Ki Gede Sidowayah menolong bayi tersebut dan memakamkan jasad perempuan yang merupakan ibu dari Gajah Mada. Ki Gede Sidowayah juga menemukan kotak yang berisi mahkota dan pakaian ratu sehingga sejak saat itu gunung tersebut di beri nama Ratu," ujarnya.
Ki Ardhi berkisah, Ki Gede Sidowayah kemudian membawa bayi tersebut ke Modo dan dititipkan ke Mbok Rondo Wora Wari. Juga menyimpan kotak yang berisi mahkota dan pakaian ratu tersebut. Mada kecil dididik oleh Ki Gede Sidowayah sampai pada akhirnya bisa menjadi prajurit Majapahit.
"Saat menjadi prajurit dan mendapatkan posisi menjadi pimpinan prajurit itulah, Ki Gede Sidowayah membuka kisah tentang penemuan bayi di samping jasad ibunya serta menemukan kotak berisikan mahkota tersebut kepada Gajah Mada dan beberapa elite Majapahit," jelasnya.
Lakon wayang ini terus berlanjut hingga terbongkar siapa Gajah Mada dan sosok yang ada di Gunung Ratu. Ki Ardhi mengakhiri pagelarannya dan menyampaikan episode berlanjut saat bagaimana Gajah Mada mampu membawa kejayaan Majapahit.
Pengurus Paguyuban Budaya Wilwatikta, Rudi Hariyono menuturkan, kegiatan ini dihadiri 33 kelompok organisasi seni budaya dan kejawen yang ada di Lamongan. Pagelaran wayang ini, menurut Rudi, adalah kegiatan rutin malam bulan purnama sekaligus kirim doa seribu hari Ketua Lesbumi NU, almarhum Agus Sunyoto.
Lakon wayang ini adalah Kidung Madali. Lakon Kidung Madali dibawakan dalang Ki Ardhi Poerboantono dari Malang. Ki Ardhi merupakan sosok dalang yang sedang ngetren. Dia juga sebagai Pengurus Harian Pimpinan Pusat Pagar Nusa. Sementara, penyelenggaranya Paguyuban Budaya Wilwatikta. Kidung Medali dimulai dari kisah kelahiran Gajah Mada.
Agenda ini dihadiri ribuan warga Lamongan dan sekitarnya, anggota DPR RI dari Fraksi PDIP Gus M. Nabil Haroen, Bupati Lamongan Yuhronur Effendi, serta beberapa tokoh masyarakat setempat.
Nabil Haroen mengungkapkan bahwa wayang menjadi media penting untuk menyebarkan pesan-pesan penting bagi warga. "Wayang kan tradisi leluhur kita yang sangat bagus untuk menyebar pesan kemaslahatan publik. Bahkan, wayang juga menjadi media Wali Songo dalam berdakwah, jadi harus kita lestarikan. Selain itu, wayang juga menumbuhkan karakter yang kuat, serta pribadi yang berkebudayaan," kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Pagar Nusa ini.
"Lakon Kidung Madali ini berkisah tentang Gajah Mada," kata dalang Ki Ardhi Poerboantono.
Ki Ardhi mengungkapkan kisahnya dimulai ketika Mada kecil, yang hanya seorang diri menangis keras di Gunung Ratu, Ngimbang. Itu dipercaya sebagai tempat lahir dan bertumbuhnya Jaka Mada. Kemudian datanglah Ki Gede Sidowayah untuk menolong. Saat itu didapati ternyata sang bayi tersebut menangis di samping ibunya yang sudah meninggal dunia.
"Ki Gede Sidowayah menolong bayi tersebut dan memakamkan jasad perempuan yang merupakan ibu dari Gajah Mada. Ki Gede Sidowayah juga menemukan kotak yang berisi mahkota dan pakaian ratu sehingga sejak saat itu gunung tersebut di beri nama Ratu," ujarnya.
Ki Ardhi berkisah, Ki Gede Sidowayah kemudian membawa bayi tersebut ke Modo dan dititipkan ke Mbok Rondo Wora Wari. Juga menyimpan kotak yang berisi mahkota dan pakaian ratu tersebut. Mada kecil dididik oleh Ki Gede Sidowayah sampai pada akhirnya bisa menjadi prajurit Majapahit.
"Saat menjadi prajurit dan mendapatkan posisi menjadi pimpinan prajurit itulah, Ki Gede Sidowayah membuka kisah tentang penemuan bayi di samping jasad ibunya serta menemukan kotak berisikan mahkota tersebut kepada Gajah Mada dan beberapa elite Majapahit," jelasnya.
Lakon wayang ini terus berlanjut hingga terbongkar siapa Gajah Mada dan sosok yang ada di Gunung Ratu. Ki Ardhi mengakhiri pagelarannya dan menyampaikan episode berlanjut saat bagaimana Gajah Mada mampu membawa kejayaan Majapahit.
Pengurus Paguyuban Budaya Wilwatikta, Rudi Hariyono menuturkan, kegiatan ini dihadiri 33 kelompok organisasi seni budaya dan kejawen yang ada di Lamongan. Pagelaran wayang ini, menurut Rudi, adalah kegiatan rutin malam bulan purnama sekaligus kirim doa seribu hari Ketua Lesbumi NU, almarhum Agus Sunyoto.
(zik)
Lihat Juga :
tulis komentar anda