Ahli Hukum Tata Negara Sebut Presiden adalah Jabatan Publik, Tidak Boleh Memihak

Sabtu, 27 Januari 2024 - 19:39 WIB
Ahli Hukum Tata Negara, Prof Djuanda dalam talkshow Polemik Trijaya bertajuk Netralitas Bukan Hanya Omon-Omon, Sabtu (27/1/2024). FOTO/TANGKAPAN LAYAR
JAKARTA - Ahli Hukum Tata Negara, Prof Djuanda menilai seorang presiden tak boleh memihak dan berkampanye untuk menyatakan dukungan kepada salah satu kandidat yang bertarung dalam Pilpres 2024. Hal itu, menurut Djuanda, telah diatur dalan Pasal 282 dan Pasal 283 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

Dalam klausul Pasal 282, diterangkan bahwa pejabat negara, struktural, fungsional hingga kepala desa dilarang membuat keputusan yang menguntungkan salah satu kandidat peserta pemilu selama masa kampanye.

"Oleh karena itu, kembali boleh memihak? Hati-hati, tidak boleh presiden memihak itu. Pasal 282, Pasal 283 tidak boleh menguntungkan. Jikalau itu disampaikan, itu terlalu keliru ya," kata Djuanda dalam talkshow Polemik Trijaya bertajuk "Netralitas Bukan Hanya Omon-Omon," Sabtu (27/1/2024).

Djuanda berkata, klausul itu secara tidak langsung telah menegaskan larangan presiden untuk memihak atau mendukung salah satu kandidat. Pasalnya, Djuanda menilai pejabat negara itu sama hal dengan presiden.

"Memang tidak ada (diksi) presiden itu, tak ada tulisan presiden tak boleh memihak, tetapi pejabat negaranya. Pertanyaannya, apakah presiden ini pejabat negara? Kalau orang hukum jelas jawabanya, dalam UU presiden itu pejabat negara, ini tafsir UU bukan tafsir saya," katanya.



"Sehingga apa yang disampaikan tadi, perlu kita clear melihat ini secara komprehensif. Saya sebagai pakar hukum tidak berpihak kemanapun, merujuk pada konstitusi, merujuk pada UU sesungguhnya secara subtantif presiden tak boleh memihak," katanya.

Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(abd)
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More