Persaingan Menuju Pilpres 2024, Elektabilitas Semu Kepala Daerah
Rabu, 12 Agustus 2020 - 08:28 WIB
JAKARTA - Pandemi Covid-19 telah melambungkan elektabilitas sejumlah gubernur. Mereka dinilai bekerja optimal menangani Covid-19 sehingga pantas maju sebagai calon presiden (capres) di Pemilu Presiden 2024 . Namun, untuk bisa menjadi capres, para gubernur ini akan menemui jalan terjal.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Tjahjo Kumolo pada Senin (10/8/2020) juga menyebut bahwa ada lima gubernur yang membuat kebijakan keputusan dan statemen terukur rapi untuk investasi capres maupun cawapres pada 2024.
Tjahjo memang tak menyebut nama gubernur yang dimaksud. Namun, berdasarkan sejumlah survei, setidaknya ada empat gubernur yang namanya kerap masuk dalam survei elektabilitas capres 2024. Mereka adalah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. (Baca: Jadi Lumbung Cukai, Kemenperin: Industri Rokok Perlu Diselamatkan)
Semua gubernur ini merupakan figur baru yang sebelumnya belum pernah maju di bursa pencalonan pilpres. Namun, untuk dapat maju di pilpres, sandungan terbesar para gubenur adalah kendaraan politik. Meskipun sejauh ini mereka mengantongi elektabilitas yang cukup tinggi, namun partai politik (parpol) belum tentu akan mudah memberikan tiket kepada mereka. Penyebabnya sebagian besar parpol diprediksi masih akan mendorong elite-elite mereka sebagai capres.
Partai terbesar di parlemen, PDI Perjuangan sudah sejak lama disebut-sebut akan mengusung Puan Maharani yang tak lain adalah anak dari Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarno Putri. Meskipun elektabilitas Ganjar tinggi, Puan belum tentu bersedia berbagi “karpet merah” untuk menuju Istana. Bisa saja PDIP memaketkan Puan-Ganjar sebagai capres-cawapres namun bukan paket ideal karena keduanya berasal dari partai yang sama
Sementara itu, partai terbesar kedua di DPR, yakni Gerindra sudah memiliki capres sendiri, yakni Prabowo Subianto yang menjabat ketua umum. Prabowo memiliki modal elektabilitas karena pernah dua kali menjadi kontestan di pilpres. Prabowo disebut-sebut berpeluang berpasangan dengan Puan Maharani. (Baca juga: Sejumlah Pendapat Mengapa Al-Qur'an Tak Menyebut Dajjal)
Partai besar lainnya seperti Demokrat juga sudah punya capres sendiri. Partai ini hampir pasti mengusung ketua umumnya yakni Agus Harimurti Yuhoyono (AHY). AHY bahkan belakangan ini sudah rajin melakukan safari politik yang diduga bagian dari persiapan menuju pilpres, salah satunya bertemu dengan Puan Maharani pada pekan lalu.
Hal yang sama juga terjadi pada Partai Golkar dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Dua partai ini kemungkinan besar akan mendorong ketua umum masing-masing, yakni Airlangga Hartarto yang kini menjabat menteri koordinator perekonomian, dan Muhaimin Iskandar yang menjabat wakil ketua DPR.
Melihat peta ini, maka Pilpres 2024 kemungkinan masih akan menampilkan pertarungan para elite politik. Dengan begitu, maka peluang sejumlah kepala daerah untuk bisa berkontestasi praktis sangat kecil. Elektabilitas kepala daerah yang moncer di masa pandemik sangat mungkin tidak berarti apa-apa menjalang pilpres yang masih tersisa empat tahun lagi. (Baca juga: Pemerintahan Lebanon Bubar di Tengah Kemarahan Publik)
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Tjahjo Kumolo pada Senin (10/8/2020) juga menyebut bahwa ada lima gubernur yang membuat kebijakan keputusan dan statemen terukur rapi untuk investasi capres maupun cawapres pada 2024.
Tjahjo memang tak menyebut nama gubernur yang dimaksud. Namun, berdasarkan sejumlah survei, setidaknya ada empat gubernur yang namanya kerap masuk dalam survei elektabilitas capres 2024. Mereka adalah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. (Baca: Jadi Lumbung Cukai, Kemenperin: Industri Rokok Perlu Diselamatkan)
Semua gubernur ini merupakan figur baru yang sebelumnya belum pernah maju di bursa pencalonan pilpres. Namun, untuk dapat maju di pilpres, sandungan terbesar para gubenur adalah kendaraan politik. Meskipun sejauh ini mereka mengantongi elektabilitas yang cukup tinggi, namun partai politik (parpol) belum tentu akan mudah memberikan tiket kepada mereka. Penyebabnya sebagian besar parpol diprediksi masih akan mendorong elite-elite mereka sebagai capres.
Partai terbesar di parlemen, PDI Perjuangan sudah sejak lama disebut-sebut akan mengusung Puan Maharani yang tak lain adalah anak dari Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarno Putri. Meskipun elektabilitas Ganjar tinggi, Puan belum tentu bersedia berbagi “karpet merah” untuk menuju Istana. Bisa saja PDIP memaketkan Puan-Ganjar sebagai capres-cawapres namun bukan paket ideal karena keduanya berasal dari partai yang sama
Sementara itu, partai terbesar kedua di DPR, yakni Gerindra sudah memiliki capres sendiri, yakni Prabowo Subianto yang menjabat ketua umum. Prabowo memiliki modal elektabilitas karena pernah dua kali menjadi kontestan di pilpres. Prabowo disebut-sebut berpeluang berpasangan dengan Puan Maharani. (Baca juga: Sejumlah Pendapat Mengapa Al-Qur'an Tak Menyebut Dajjal)
Partai besar lainnya seperti Demokrat juga sudah punya capres sendiri. Partai ini hampir pasti mengusung ketua umumnya yakni Agus Harimurti Yuhoyono (AHY). AHY bahkan belakangan ini sudah rajin melakukan safari politik yang diduga bagian dari persiapan menuju pilpres, salah satunya bertemu dengan Puan Maharani pada pekan lalu.
Hal yang sama juga terjadi pada Partai Golkar dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Dua partai ini kemungkinan besar akan mendorong ketua umum masing-masing, yakni Airlangga Hartarto yang kini menjabat menteri koordinator perekonomian, dan Muhaimin Iskandar yang menjabat wakil ketua DPR.
Melihat peta ini, maka Pilpres 2024 kemungkinan masih akan menampilkan pertarungan para elite politik. Dengan begitu, maka peluang sejumlah kepala daerah untuk bisa berkontestasi praktis sangat kecil. Elektabilitas kepala daerah yang moncer di masa pandemik sangat mungkin tidak berarti apa-apa menjalang pilpres yang masih tersisa empat tahun lagi. (Baca juga: Pemerintahan Lebanon Bubar di Tengah Kemarahan Publik)
tulis komentar anda