Kritik Penyelenggaraan Pemilu 2024 Jangan Dianggap Angin Lalu
Jum'at, 19 Januari 2024 - 01:24 WIB
JAKARTA - Kritik terhadap penyelenggaraan pemilu , termasuk sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang terindikasi berpihak pada salah satu pasangan calon di Pilpres 2024, tidak boleh dianggap sebagai angin lalu. Kritik itu harus ditanggapi dengan berlaku adil dalam pesta demokrasi lima tahunan ini.
Hal ini disampaikan peneliti senior politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Lili Romli menanggapi keprihatinan yang disuarakan sejumlah tokoh nasional dan agama yang tergabung dalam Gerakan Nurani Bangsa (GNB). Mereka di antaranya Sinta Nuriyah (istri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid/Gus Dur); Alissa Wahid (putri sulung Gus Dur), Lukman Hakim Saifuddin (mantan Menteri Agama), Romo Ignatius Kardinal Suharyo, Pendeta Gomar Gultom, Karlina Rohima Supelli (filsuf dan astronomer), hingga KH Quraish Shihab (cendekiawan muslim).
"Presiden harus benar-benar berlaku adil, tidak boleh memihak dan diskriminatif," kata Prof Lili dalam keterangannya dikutip, Kamis (18/1/2024).
Menurutnya, keprihatinan GNB atas situasi penyelenggaraan pemilu yang jauh dari jujur dan adil (jurdil) harus direspons. Sebab, pernyataan GNB merupakan perwakilan keresahan publik.
"Saya kira bisa mewakili keprihatinan publik terhadap penyelenggaraan pemilu sekarang, yang ditengarai ada intervensi presiden. Keprihatinan itu perlu direspons oleh presiden, jangan sampai dianggap angin lalu," kata Prof Lili.
Menurutnya, munculnya Gerakan Nurani Bangsa menunjukkan bahwa ada tanda-tanda presiden sudah tidak netral lagi. Pernyataan itu juga menjadi pringatan bagi presiden agar tidak cawe-cawe dalam Pilpres 2024.
Untuk diketahui, Koalisi Gerakan Nurani Bangsa (GNB) menemui Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin untuk menyuarakan kepentingan nasional dalam fase kritis transisi kepemimpinan bangsa. Pertemuan yang dinamakan Merdeka Selatan itu menghasilkan sejumlah kesimpulan penting.
1. Penekanan GNB bahwa Presiden dan Wakil Presiden, serta para pemimpin di cabang kekuasaan legislatif dan yudikatif harus berlaku adil dan menjunjung tinggi kemaslahatan publik.
Hal ini disampaikan peneliti senior politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Lili Romli menanggapi keprihatinan yang disuarakan sejumlah tokoh nasional dan agama yang tergabung dalam Gerakan Nurani Bangsa (GNB). Mereka di antaranya Sinta Nuriyah (istri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid/Gus Dur); Alissa Wahid (putri sulung Gus Dur), Lukman Hakim Saifuddin (mantan Menteri Agama), Romo Ignatius Kardinal Suharyo, Pendeta Gomar Gultom, Karlina Rohima Supelli (filsuf dan astronomer), hingga KH Quraish Shihab (cendekiawan muslim).
"Presiden harus benar-benar berlaku adil, tidak boleh memihak dan diskriminatif," kata Prof Lili dalam keterangannya dikutip, Kamis (18/1/2024).
Menurutnya, keprihatinan GNB atas situasi penyelenggaraan pemilu yang jauh dari jujur dan adil (jurdil) harus direspons. Sebab, pernyataan GNB merupakan perwakilan keresahan publik.
"Saya kira bisa mewakili keprihatinan publik terhadap penyelenggaraan pemilu sekarang, yang ditengarai ada intervensi presiden. Keprihatinan itu perlu direspons oleh presiden, jangan sampai dianggap angin lalu," kata Prof Lili.
Menurutnya, munculnya Gerakan Nurani Bangsa menunjukkan bahwa ada tanda-tanda presiden sudah tidak netral lagi. Pernyataan itu juga menjadi pringatan bagi presiden agar tidak cawe-cawe dalam Pilpres 2024.
Untuk diketahui, Koalisi Gerakan Nurani Bangsa (GNB) menemui Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin untuk menyuarakan kepentingan nasional dalam fase kritis transisi kepemimpinan bangsa. Pertemuan yang dinamakan Merdeka Selatan itu menghasilkan sejumlah kesimpulan penting.
1. Penekanan GNB bahwa Presiden dan Wakil Presiden, serta para pemimpin di cabang kekuasaan legislatif dan yudikatif harus berlaku adil dan menjunjung tinggi kemaslahatan publik.
tulis komentar anda