Pembentukan UU Tanpa Libatkan Ketum Parpol Bergantung Mekanisme Internal
Rabu, 10 Januari 2024 - 17:30 WIB
JAKARTA - Calon Presiden (Capres) Nomor Urut 3, Ganjar Pranowo bertekad tak bergantung pada pimpinan partai politik (parpol) dalam pengusulan undang-undang jika terpilih menjadi Presiden. Tekad ini menjawab pertanyaan adanya sejumlah undang-undang yang belum disahkan DPR, salah satunya UU Perampasan Aset.
Direktur Eksekutif RISE Institute, Anang Zubaidy mengungkapkan kekuasaan pembentukan UU ada pada DPR. Namun demikian, pembahasan dalam pembentukan UU melibatkan pemerintah dan DPR.
"Kedua lembaga ini memiliki kedudukan yang setara (fifty-fifty), sehingga jika salah satu (pemerintah atau DPR) tidak setuju, maka UU tidak dapat disahkan," ujar Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) itu.
Menurutnya, inisiatif pembentukan UU juga dapat berangkat dari DPR maupun pemerintah. RUU yang menjadi inisiatif DPR akan diprioritaskan untuk dibahas jika terdapat dua RUU inisiatif (dari pemerintah dan DPR).
Di sisi lain, persetujuan ketum parpol dalam pembentukan UU bergantung pada mekanisme internal partai. "Bisa saja suatu parpol menetapkan standar kerja (semacam SOP) bahwa semua rencana pembentukan UU harus dibahas terlebih dahulu secara internal di parpol," katanya.
Pada titik itu, ketum parpol akan sangat menentukan suara kader partai yang berada di DPR. "Terlebih jika di aturan internal parpol yang bersangkutan suara ketum merupakan suara yang sifatnya absolut," jelasya.
Jika hal itu terjadi, maka pemerintah akan kesulitan untuk menggolkan suatu undang-undang. Begitu pula, DPR juga tidak bisa bergerak sendiri untuk mengesahkan UU.
"Dengan demikian, tidak mudah bagi pemerintah (dalam hal ini presiden) dan juga anggota DPR untuk secara mandiri merumuskan suatu rancangan undang-undang, manakala dominasi parpol (ketum) masih sangat tinggi," paparnya.
"Dari situlah kembali pada pentingnya demokratisasi di internal partai politik," tutupnya.
Direktur Eksekutif RISE Institute, Anang Zubaidy mengungkapkan kekuasaan pembentukan UU ada pada DPR. Namun demikian, pembahasan dalam pembentukan UU melibatkan pemerintah dan DPR.
Baca Juga
"Kedua lembaga ini memiliki kedudukan yang setara (fifty-fifty), sehingga jika salah satu (pemerintah atau DPR) tidak setuju, maka UU tidak dapat disahkan," ujar Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) itu.
Menurutnya, inisiatif pembentukan UU juga dapat berangkat dari DPR maupun pemerintah. RUU yang menjadi inisiatif DPR akan diprioritaskan untuk dibahas jika terdapat dua RUU inisiatif (dari pemerintah dan DPR).
Di sisi lain, persetujuan ketum parpol dalam pembentukan UU bergantung pada mekanisme internal partai. "Bisa saja suatu parpol menetapkan standar kerja (semacam SOP) bahwa semua rencana pembentukan UU harus dibahas terlebih dahulu secara internal di parpol," katanya.
Pada titik itu, ketum parpol akan sangat menentukan suara kader partai yang berada di DPR. "Terlebih jika di aturan internal parpol yang bersangkutan suara ketum merupakan suara yang sifatnya absolut," jelasya.
Jika hal itu terjadi, maka pemerintah akan kesulitan untuk menggolkan suatu undang-undang. Begitu pula, DPR juga tidak bisa bergerak sendiri untuk mengesahkan UU.
"Dengan demikian, tidak mudah bagi pemerintah (dalam hal ini presiden) dan juga anggota DPR untuk secara mandiri merumuskan suatu rancangan undang-undang, manakala dominasi parpol (ketum) masih sangat tinggi," paparnya.
"Dari situlah kembali pada pentingnya demokratisasi di internal partai politik," tutupnya.
(kri)
tulis komentar anda