Tak Netral di Pilkada, ASN Siap-Siap Tak Digaji
Selasa, 11 Agustus 2020 - 08:34 WIB
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo menyebut rancangan SKB lima kementerian/lembaga saat ini sedang dimatangkan. SKB itu mengatur secara detail soal pengawasan netralitas ASN , termasuk cara penanganannya.
“Khususnya atas dugaan pelanggaran netralitas ASN dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 . Ini yang harus dipertegas tanpa pandang bulu, harus diberikan sanksi. Kalau perlu, diberhentikan. Kalau perlu, turun jabatan,” katanya pada seminar daring tentang netralitas ASN kemarin.
Dia mengatakan, ASN yang melanggar tidak cukup hanya diberikan sanksi teguran. Sanksi bisa berupa penundaan kenaikan gaji berkala selama satu tahun, penundaan kenaikan pangkat, dan penurunan pangkat lebih rendah. Sanksi bisa hingga yang terberat yakni pemberhentian tidak dengan hormat.
Tjahjo menyebut sanksi tidak hanya akan diberikan kepada ASN, tapi juga kepala daerah sebagai PPK jika ditemukan tidak menjalankan rekomendasi sanksi dari KASN.
Sanksi bisa berupa dari yang ringan seperti teguran lisan, teguran tertulis, penundaan kenaikan pangkat atau golongan, hingga pencabutan kewenangan sebagai PPK. Terakhir bisa diberhentikan sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah. (Baca juga: Negara Teluk Minta PBB Perpanjang Embargo Senjata, Iran Kesal)
Soal penyebab ASN tidak netral, Tjahjo Kumolo mengaku setuju karena lemahnya sanksi meskipun diakui ada juga banyak penyebab lainnya.
“Ketidaknetralan ASN masih dianggap hal lumrah seperti masa lalu. Kurangnya integritas ASN untuk bersikap netral, dan intervensi dari pimpinan atau atasan,” ujarnya.
Ketidaknetralan juga dipicu kurangnya pemahaman atas regulasi tentang netralitas ASN. Namun, yang paling sering adalah ada motif mengejar atau mempertahankan jabatan, terutama ingin menjadi kepala dinas.
Dia mengingatkan agar ASN tetap menjaga netralitasnya pada pilkada kali ini. “Berbondong-bondong jadi tim sukses karena berharap kalau menang dapat jabatan. Ini sesuatu yang harus dihindari,” ungkapnya.
Pernyataan Tjahjo ini selaras dengan hasil survei KASN pada 2018. Faktor terbesar ASN tidak netral karena ingin mendapatkan jabatan atau proyek mencapai 43,4%. Lalu, motif mendukung calon karena faktor kekeluargaan atau kekerabatan mencapai 15,4%. Sedangkan ASN yang tidak netral karena tidak tahu itu bentuk pelanggaran sebanyak 12,1%. Kasus ASN tidak netral karena tekanan pimpinan atasan sebesar 7,7%. Sementara alasan tidak netral karena minimnya integritas 5,5%, dan menganggap tidak netral hal yang wajar 4,9%.
“Khususnya atas dugaan pelanggaran netralitas ASN dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 . Ini yang harus dipertegas tanpa pandang bulu, harus diberikan sanksi. Kalau perlu, diberhentikan. Kalau perlu, turun jabatan,” katanya pada seminar daring tentang netralitas ASN kemarin.
Dia mengatakan, ASN yang melanggar tidak cukup hanya diberikan sanksi teguran. Sanksi bisa berupa penundaan kenaikan gaji berkala selama satu tahun, penundaan kenaikan pangkat, dan penurunan pangkat lebih rendah. Sanksi bisa hingga yang terberat yakni pemberhentian tidak dengan hormat.
Tjahjo menyebut sanksi tidak hanya akan diberikan kepada ASN, tapi juga kepala daerah sebagai PPK jika ditemukan tidak menjalankan rekomendasi sanksi dari KASN.
Sanksi bisa berupa dari yang ringan seperti teguran lisan, teguran tertulis, penundaan kenaikan pangkat atau golongan, hingga pencabutan kewenangan sebagai PPK. Terakhir bisa diberhentikan sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah. (Baca juga: Negara Teluk Minta PBB Perpanjang Embargo Senjata, Iran Kesal)
Soal penyebab ASN tidak netral, Tjahjo Kumolo mengaku setuju karena lemahnya sanksi meskipun diakui ada juga banyak penyebab lainnya.
“Ketidaknetralan ASN masih dianggap hal lumrah seperti masa lalu. Kurangnya integritas ASN untuk bersikap netral, dan intervensi dari pimpinan atau atasan,” ujarnya.
Ketidaknetralan juga dipicu kurangnya pemahaman atas regulasi tentang netralitas ASN. Namun, yang paling sering adalah ada motif mengejar atau mempertahankan jabatan, terutama ingin menjadi kepala dinas.
Dia mengingatkan agar ASN tetap menjaga netralitasnya pada pilkada kali ini. “Berbondong-bondong jadi tim sukses karena berharap kalau menang dapat jabatan. Ini sesuatu yang harus dihindari,” ungkapnya.
Pernyataan Tjahjo ini selaras dengan hasil survei KASN pada 2018. Faktor terbesar ASN tidak netral karena ingin mendapatkan jabatan atau proyek mencapai 43,4%. Lalu, motif mendukung calon karena faktor kekeluargaan atau kekerabatan mencapai 15,4%. Sedangkan ASN yang tidak netral karena tidak tahu itu bentuk pelanggaran sebanyak 12,1%. Kasus ASN tidak netral karena tekanan pimpinan atasan sebesar 7,7%. Sementara alasan tidak netral karena minimnya integritas 5,5%, dan menganggap tidak netral hal yang wajar 4,9%.
tulis komentar anda