Soal Program Ganjar-Mahfud, Pengamat: Pendidikan Obat Mujarab Putus Rantai Kemiskinan
Kamis, 28 Desember 2023 - 21:47 WIB
JAKARTA - Pendidikan dinilai obat mujarab untuk memutus rantai kemiskinan. Satu anggota keluarga miskin yang berpendidikan tinggi berpotensi besar mengubah ekonomi keluarganya karena memiliki kesempatan kerja yang lebih luas.
Pandangan ini disampaikan Pakar Ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Tadjudin Nur Effendi menanggapi Program Satu Keluarga Miskin Satu Sarjana yang diusung pasangan calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) Ganjar Pranowo-Mahfud MD di Pilpres 2024.
"Kita bisa memutus mata rantai kemiskinan dengan pendidikan. Seandainya dalam satu keluarga pendidikan berubah, kehidupan mereka akan berubah. Ada kesempatan bekerja dan mendapat penghasilan, memutus mata rantai kemiskinan," kata Tadjudin, Kamis (28/12/2023).
Sejak 1990-an, kata Tadjudin, pemerintah berupaya menyelaraskan antara pendidikan dengan kebutuhan pasar kerja. Belakangan ini muncul keinginan untuk memberikan pendidikan vokasi yang menekankan keterampilan untuk menjawab kebutuhan pasar kerja.
Namun, Tadjudin melihat ada gap antara perkembangan teknologi dan dunia pendidikan. "Semacam ada jarak antara dunia pendidikan dan teknologi, yang berkelindan langsung dengan lapangan pekerjaan," katanya.
Menurutnya, sektor pendidikan dan ketenagakerjaan saling berkelindan, sehingga dibutuhkan tenaga kerja yang kompeten dan melek teknologi untuk menjawab tantangan hari ini. Namun di sisi lain, lapangan kerja yang tersedia juga terbatas.
"Dalam rangka Indonesia Emas, kita berhadapan dengan bonus demografi, penduduk usia produktif mencapai 70%, sedangkan lapangan pekerjaan berkembang sangat lambat," katanya.
Pandangan ini disampaikan Pakar Ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Tadjudin Nur Effendi menanggapi Program Satu Keluarga Miskin Satu Sarjana yang diusung pasangan calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) Ganjar Pranowo-Mahfud MD di Pilpres 2024.
"Kita bisa memutus mata rantai kemiskinan dengan pendidikan. Seandainya dalam satu keluarga pendidikan berubah, kehidupan mereka akan berubah. Ada kesempatan bekerja dan mendapat penghasilan, memutus mata rantai kemiskinan," kata Tadjudin, Kamis (28/12/2023).
Sejak 1990-an, kata Tadjudin, pemerintah berupaya menyelaraskan antara pendidikan dengan kebutuhan pasar kerja. Belakangan ini muncul keinginan untuk memberikan pendidikan vokasi yang menekankan keterampilan untuk menjawab kebutuhan pasar kerja.
Namun, Tadjudin melihat ada gap antara perkembangan teknologi dan dunia pendidikan. "Semacam ada jarak antara dunia pendidikan dan teknologi, yang berkelindan langsung dengan lapangan pekerjaan," katanya.
Menurutnya, sektor pendidikan dan ketenagakerjaan saling berkelindan, sehingga dibutuhkan tenaga kerja yang kompeten dan melek teknologi untuk menjawab tantangan hari ini. Namun di sisi lain, lapangan kerja yang tersedia juga terbatas.
"Dalam rangka Indonesia Emas, kita berhadapan dengan bonus demografi, penduduk usia produktif mencapai 70%, sedangkan lapangan pekerjaan berkembang sangat lambat," katanya.
tulis komentar anda