Kritik Pemerintah, KAMI Tidak Peduli Dicap Oposisi Jalanan
Jum'at, 07 Agustus 2020 - 16:00 WIB
JAKARTA - Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) menilai situasi Indonesia dalam keadaan genting. Di tengah pandemi virus Corona, mereka menganggap langkah dan tindakan pemerintah tidak sesuai Undang-Undang Dasar 1945 yang mengamanatkan perlindungan segenap tumpah darah dan bangsa.
Salah satu tokoh yang menginiasiasi KAMI, Ahmad Yani mengatakan kehadiran KAMI bukan untuk kepentingan yang pragmatis apalagi menjatuhkan seseorang. Tokoh-tokoh yang tergabung, seperti Din Syamsuddin, Rocky Gerung, dan Refly Harun, selama ini dikenal kritis terhadap jalannya pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin.
KAMI mengkritik situasi politik nasional yang dikuasai segelintir orang dan perekonomian yang memburuk di tengah pandemi Covid-19. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan ekonomi Indonesia minus 5,32 persen.
“Apakah pembangunan ekonomi kita hanya mengandalkan utang luar negeri. Kemudian akan menjadi beban dan tanggung jawab generasi yang akan datang dengan menggadai sumber daya alam kita,” ujarnya kepada SINDOnews, Jumat (7/8/2020).
Yani sesumbar kehadiran koalisi ini untuk menyelamatkan jutaan orang yang menganggur. KAMI juga konsen terhadap nasib anak-anak yang tidak bisa mengikuti pembelajaran daring.
“Sedangkan, handphone dan paket data pun mereka tidak punya. Orang yang tidak punya penghasilan sudah banyak. Kami berangkat dari situ,” tuturnya.( )
Mantan politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu mengkritik terbitnya Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Covid-19. Perppu tersebut sudah disahkan menjadi undang-undang (UU) nomor 2 tahun 2020.
Dia kecewa terhadap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang kewenangan dan fungsinya dicabut UU tersebut malah menyetujui. Itu menjadi salah satu alasan lahirnya KAMi karena organ-organ negara tidak berfungsi.
“Jangan salah masyarakat mengambil langkah-langkahnya sendiri. Kami ingatkan terus-menerus Indonesia akan (jadi) model Yugoslavia, terpecah-pecah. Potensi itu besar dengan kondisi saat ini ketidakmampuan pusat mengelola pandemi,” papar Yani.
Dia tidak peduli dengan cap terhadap KAMI sebagai oposisi jalanan. Pria asal Sumatera Selatan itu menyerahkan penilaian kepada masyarakat luas.
Yani tidak mengetahui apakah kritik mereka selama ini didengar atau tidak oleh pemerintah. “Tugas kami menyampaikan yang baik dan mencegah yang buruk,” katanya.
Salah satu tokoh yang menginiasiasi KAMI, Ahmad Yani mengatakan kehadiran KAMI bukan untuk kepentingan yang pragmatis apalagi menjatuhkan seseorang. Tokoh-tokoh yang tergabung, seperti Din Syamsuddin, Rocky Gerung, dan Refly Harun, selama ini dikenal kritis terhadap jalannya pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin.
KAMI mengkritik situasi politik nasional yang dikuasai segelintir orang dan perekonomian yang memburuk di tengah pandemi Covid-19. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan ekonomi Indonesia minus 5,32 persen.
“Apakah pembangunan ekonomi kita hanya mengandalkan utang luar negeri. Kemudian akan menjadi beban dan tanggung jawab generasi yang akan datang dengan menggadai sumber daya alam kita,” ujarnya kepada SINDOnews, Jumat (7/8/2020).
Yani sesumbar kehadiran koalisi ini untuk menyelamatkan jutaan orang yang menganggur. KAMI juga konsen terhadap nasib anak-anak yang tidak bisa mengikuti pembelajaran daring.
“Sedangkan, handphone dan paket data pun mereka tidak punya. Orang yang tidak punya penghasilan sudah banyak. Kami berangkat dari situ,” tuturnya.( )
Mantan politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu mengkritik terbitnya Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Covid-19. Perppu tersebut sudah disahkan menjadi undang-undang (UU) nomor 2 tahun 2020.
Dia kecewa terhadap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang kewenangan dan fungsinya dicabut UU tersebut malah menyetujui. Itu menjadi salah satu alasan lahirnya KAMi karena organ-organ negara tidak berfungsi.
“Jangan salah masyarakat mengambil langkah-langkahnya sendiri. Kami ingatkan terus-menerus Indonesia akan (jadi) model Yugoslavia, terpecah-pecah. Potensi itu besar dengan kondisi saat ini ketidakmampuan pusat mengelola pandemi,” papar Yani.
Dia tidak peduli dengan cap terhadap KAMI sebagai oposisi jalanan. Pria asal Sumatera Selatan itu menyerahkan penilaian kepada masyarakat luas.
Yani tidak mengetahui apakah kritik mereka selama ini didengar atau tidak oleh pemerintah. “Tugas kami menyampaikan yang baik dan mencegah yang buruk,” katanya.
(dam)
tulis komentar anda