Elektabilitas Prabowo-Gibran Tergerus Jadi Bukti Rakyat Kecewa
Rabu, 08 November 2023 - 11:10 WIB
JAKARTA - Hasil survei terbaru Charta Politika menyatakan pencalonan Gibran Rakabuming Raka malah membebani elektabilitas capres Prabowo Subianto . Hal itu dinilai wajar oleh pengamat politik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Airlangga Pribadi.
Airlangga mengatakan, penurunan elektabilitas Prabowo-Gibran merupakan konsekuensi dari semakin tingginya kesadaran publik bahwa telah terjadi intervensi kekuasaan dalam meloloskan nama Gibran seusai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dipimpin Anwar Usman adik ipar Presiden Jokowi alias paman dari Gibran tersebut.
Apalagi, di media sosial juga marak sebutan “Mahkamah Keluarga” sebagai sindiran atas putusan kontroversial MK yang harus mengubah Undang-Undang untuk meloloskan Gibran.
“Survei yang dilakukan oleh Charta Politika memperlihatkan tampilnya Gibran mendampingi Prabowo justru membebani Prabowo, alih-alih ikut memperkuat suara, malah merosot. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari persepsi tentang naiknya Gibran sebagai cawapres tidak bisa dipisahkan dari intevensi kekuasaan dan penggunaan institusi hukum MK sebagai instrumen kekuasaan,” kata Airlangga pada wartawan, Selasa (7/11/2023).
Airlangga menuturkan, persepsi adanya intervensi kekuasaan di tubuh MK membuat pandangan publik bergeser, terutama bagi para pendukung Presiden Jokowi, dan tidak serta merta memperkuat kandidasi Gibran.
“Justru yang terjadi adalah penguatan tentang tampilnya Gibran sebagai simbol representasi politik dinasti Jokowi yang berusaha melanggengkan kekuasaan,” kata doktor alumnus Murdoch University, Australia, tersebut.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Centre for Indonesia Strategic Action (CISA) Herry Mendrofa menuturkan, penilaian publik atas adanya cawe-cawe Jokowi dalam putusan MK bisa dipahami. Hal itu dikarenakan relasi kekeluargaan dan relasi kekuasaan sangat kental dalam putusan 90/PUU-XXI/2023 tersebut.
“Karena relasi kekeluargaan sangat lekat dengan relasi kuasa dalam konteks hubungan Jokowi dengan Ketua MK. Ini hal yang tidak bisa dipisahkan begitu saja. Penilaian publik seperti itu," ujarnya.
Airlangga mengatakan, penurunan elektabilitas Prabowo-Gibran merupakan konsekuensi dari semakin tingginya kesadaran publik bahwa telah terjadi intervensi kekuasaan dalam meloloskan nama Gibran seusai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dipimpin Anwar Usman adik ipar Presiden Jokowi alias paman dari Gibran tersebut.
Apalagi, di media sosial juga marak sebutan “Mahkamah Keluarga” sebagai sindiran atas putusan kontroversial MK yang harus mengubah Undang-Undang untuk meloloskan Gibran.
“Survei yang dilakukan oleh Charta Politika memperlihatkan tampilnya Gibran mendampingi Prabowo justru membebani Prabowo, alih-alih ikut memperkuat suara, malah merosot. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari persepsi tentang naiknya Gibran sebagai cawapres tidak bisa dipisahkan dari intevensi kekuasaan dan penggunaan institusi hukum MK sebagai instrumen kekuasaan,” kata Airlangga pada wartawan, Selasa (7/11/2023).
Airlangga menuturkan, persepsi adanya intervensi kekuasaan di tubuh MK membuat pandangan publik bergeser, terutama bagi para pendukung Presiden Jokowi, dan tidak serta merta memperkuat kandidasi Gibran.
“Justru yang terjadi adalah penguatan tentang tampilnya Gibran sebagai simbol representasi politik dinasti Jokowi yang berusaha melanggengkan kekuasaan,” kata doktor alumnus Murdoch University, Australia, tersebut.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Centre for Indonesia Strategic Action (CISA) Herry Mendrofa menuturkan, penilaian publik atas adanya cawe-cawe Jokowi dalam putusan MK bisa dipahami. Hal itu dikarenakan relasi kekeluargaan dan relasi kekuasaan sangat kental dalam putusan 90/PUU-XXI/2023 tersebut.
“Karena relasi kekeluargaan sangat lekat dengan relasi kuasa dalam konteks hubungan Jokowi dengan Ketua MK. Ini hal yang tidak bisa dipisahkan begitu saja. Penilaian publik seperti itu," ujarnya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda