Karpet Merah untuk Gibran dari Sang Paman Inkonstitusional
Jum'at, 03 November 2023 - 16:58 WIB
JAKARTA - Karpet merah untuk anak Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka untuk maju sebagai calon wakil presiden dari sang paman, Anwar Usman dinilai inkonstitusional. Diketahui, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman paling banyak dilaporkan ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terkait dugaan pelanggaran etik.
Laporan terhadap Anwar Usman ke MKMK terkait putusan MK perkara Nomor 90 PUU-XX/2023 terkait batas usia capres dan cawapres. Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Violla Reininda menilai putusan MK akan membuat pemilu menjadi tidak fair.
"Tujuan-tujuan dari keputusan itu dikabulkan untuk membuat kontestasi dalam pemilu tidak fair, karena di putusan 90 itu secara spesifik menyebutkan intensinya untuk apa pengujian itu, untuk memberikan privilege kepada Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka untuk bisa mencalonkan menjadi capres atau cawapres," ujar Violla dalam diskusi publik yang disiarkan YouTube Sahabat ICW, Jumat (3/11/2023).
Menurutnya, tujuan itu untuk secara langsung agar orang atau pihak tertentu memenuhi syarat untuk ikut dalam kontestasi pemilu. Dengan adanya putusan MK tersebut memberikan privilege atau perlakuan istimewa tertentu yang kemudian membuat kontestasi itu tak fair.
"Kenapa, karena dia telah diberikan karpet merah untuk bisa qualified dengan cara-cara yang instan dan inkonstitusional ataupun secara hukum tak wajar, ibaratnya ketika capres-cawapres lain lewat jalan biasa, dia (Gibran, red) dibukakan pintu tol supaya bisa mencapai tujuan pencawapresan dan syarat kualifikasi itu sebagaimana mestinya, begitu. Jadi ada aturan yang diberikan secara awal," tuturnya.
Dia mengungkap, hal itu sekaligus menjawab argumentasi pihak-pihak yang kerap kali menyampaikan tentang politik dinasti. "Tapi yang perlu dilihat bukan soal siapa yang memilih yang bersangkutan untuk duduk di kursi kekuasaan atau proses demokrasi elektoral yang terjadi kemudian bisa mengesampingkan dalil politik dinasti itu," jelasnya.
"Harus dilihat bagaimana dengan adanya akumulasi kekuasaan yang dimiliki incumbent hal-hal untuk mencapai kekuasaan bagi yang memiliki hubungan kekerabatan dengan yang bersangkutan itu bisa dikondisikan gitu. Misalnya dengan mengondisikan MK, banyak sekali kejanggalan di dalam putusan nomor 90 ini, baik dari aspek politik maupun aspek hukum," pungkasnya.
Lihat Juga: Budi Gunawan Tegaskan Kualitas Pilkada Ditentukan oleh Netralitas Penyelenggara, Termasuk Aparat dan ASN
Laporan terhadap Anwar Usman ke MKMK terkait putusan MK perkara Nomor 90 PUU-XX/2023 terkait batas usia capres dan cawapres. Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Violla Reininda menilai putusan MK akan membuat pemilu menjadi tidak fair.
"Tujuan-tujuan dari keputusan itu dikabulkan untuk membuat kontestasi dalam pemilu tidak fair, karena di putusan 90 itu secara spesifik menyebutkan intensinya untuk apa pengujian itu, untuk memberikan privilege kepada Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka untuk bisa mencalonkan menjadi capres atau cawapres," ujar Violla dalam diskusi publik yang disiarkan YouTube Sahabat ICW, Jumat (3/11/2023).
Baca Juga
Menurutnya, tujuan itu untuk secara langsung agar orang atau pihak tertentu memenuhi syarat untuk ikut dalam kontestasi pemilu. Dengan adanya putusan MK tersebut memberikan privilege atau perlakuan istimewa tertentu yang kemudian membuat kontestasi itu tak fair.
"Kenapa, karena dia telah diberikan karpet merah untuk bisa qualified dengan cara-cara yang instan dan inkonstitusional ataupun secara hukum tak wajar, ibaratnya ketika capres-cawapres lain lewat jalan biasa, dia (Gibran, red) dibukakan pintu tol supaya bisa mencapai tujuan pencawapresan dan syarat kualifikasi itu sebagaimana mestinya, begitu. Jadi ada aturan yang diberikan secara awal," tuturnya.
Dia mengungkap, hal itu sekaligus menjawab argumentasi pihak-pihak yang kerap kali menyampaikan tentang politik dinasti. "Tapi yang perlu dilihat bukan soal siapa yang memilih yang bersangkutan untuk duduk di kursi kekuasaan atau proses demokrasi elektoral yang terjadi kemudian bisa mengesampingkan dalil politik dinasti itu," jelasnya.
"Harus dilihat bagaimana dengan adanya akumulasi kekuasaan yang dimiliki incumbent hal-hal untuk mencapai kekuasaan bagi yang memiliki hubungan kekerabatan dengan yang bersangkutan itu bisa dikondisikan gitu. Misalnya dengan mengondisikan MK, banyak sekali kejanggalan di dalam putusan nomor 90 ini, baik dari aspek politik maupun aspek hukum," pungkasnya.
Lihat Juga: Budi Gunawan Tegaskan Kualitas Pilkada Ditentukan oleh Netralitas Penyelenggara, Termasuk Aparat dan ASN
(rca)
tulis komentar anda