Mencintai Tak Haus Memiliki
Senin, 09 Oktober 2023 - 08:21 WIB
Ketekunan dan keuletannya dalam merawat ritme lalu lintas kegiatan seni grafis, memberi semangat para pegrafis tetap eksis dan mendapat tempat di rumah pecinta grafis serta di hati senimannya.
Sedikit seniman mengolah seni grafis sebagai kegiatan berkesenian, banyak seniman yang menekuni seni grafis justru bukan dari jurusan seni grafis. Semakin sedikit seniman persaingannya semakin gampang dan senimannya mudah dikenali.
baca juga: Seribu Cinta, Seribu Buku, MNC Peduli dan Sekolah Regina Pacis Jakarta Gelar Donasi Buku
Persoalan seni grafis, persoalan klise dalam dunia seni rupa dan tetap buntu. Namun selalu ada harapan. Seperti dalam sebuah pernyataan terakhir yang terdapat dalam buku Dikutuk Disumpahi Eros halaman 158, dengan judul tulisan Tujuh Butir Gugatan Untuk Seni Grafis Indonesia.
"Yang kita butuhkan sebenarnya adalah kesinambungan helat pameran, kompetisi, bienial dan trienial, diskusi-diskusi, loka- karya teknik, dan pasar penjualan karya. Seni grafis tidak perlu meninggalkan konvensi, karena seni grafis tanpa konvensi bukanlah seni grafis, ia sama dengan seni lainnya. Dengan kata lain sesungguhnya seni grafis ada karena ada konvensi yang mengikatnya."
Ini seperti sebuah risiko yang sedang ditanggung Syahrizal Pahlevi yang pernah masuk jurusan sastra UI, ingin jadi sastrawan pindah ke jurusan Lukis FSRD ISI dan menjadi perupa, dan dari pelukis kemudian menggulati seni grafis, akhirnya Dikutuk Disumpahi Eros jadi buku.
Buku ini seru, menebarkan semangat heroisme. Jika para perupa, seniman atau mahasiswa seni merasakan kejenuhan dan patah semangat dalam mencintai seni yang ditekuni, buku Dikutuk Disumpahi Eros ini akan memotivasi diri untuk tetap tenang dan berkata, "Ternyata Mencintai itu Tak Haus Memiliki." (*)
Catatan buku Seni Grafis "Dikutuk Disumpahi Eros” karya Syahrizal Pahlevi
Sedikit seniman mengolah seni grafis sebagai kegiatan berkesenian, banyak seniman yang menekuni seni grafis justru bukan dari jurusan seni grafis. Semakin sedikit seniman persaingannya semakin gampang dan senimannya mudah dikenali.
baca juga: Seribu Cinta, Seribu Buku, MNC Peduli dan Sekolah Regina Pacis Jakarta Gelar Donasi Buku
Persoalan seni grafis, persoalan klise dalam dunia seni rupa dan tetap buntu. Namun selalu ada harapan. Seperti dalam sebuah pernyataan terakhir yang terdapat dalam buku Dikutuk Disumpahi Eros halaman 158, dengan judul tulisan Tujuh Butir Gugatan Untuk Seni Grafis Indonesia.
"Yang kita butuhkan sebenarnya adalah kesinambungan helat pameran, kompetisi, bienial dan trienial, diskusi-diskusi, loka- karya teknik, dan pasar penjualan karya. Seni grafis tidak perlu meninggalkan konvensi, karena seni grafis tanpa konvensi bukanlah seni grafis, ia sama dengan seni lainnya. Dengan kata lain sesungguhnya seni grafis ada karena ada konvensi yang mengikatnya."
Ini seperti sebuah risiko yang sedang ditanggung Syahrizal Pahlevi yang pernah masuk jurusan sastra UI, ingin jadi sastrawan pindah ke jurusan Lukis FSRD ISI dan menjadi perupa, dan dari pelukis kemudian menggulati seni grafis, akhirnya Dikutuk Disumpahi Eros jadi buku.
Buku ini seru, menebarkan semangat heroisme. Jika para perupa, seniman atau mahasiswa seni merasakan kejenuhan dan patah semangat dalam mencintai seni yang ditekuni, buku Dikutuk Disumpahi Eros ini akan memotivasi diri untuk tetap tenang dan berkata, "Ternyata Mencintai itu Tak Haus Memiliki." (*)
Catatan buku Seni Grafis "Dikutuk Disumpahi Eros” karya Syahrizal Pahlevi
(hdr)
Lihat Juga :
tulis komentar anda