Apa Plus Minus Perpanjangan Masa Jabatan Panglima TNI?
Selasa, 19 September 2023 - 13:19 WIB
Hal senada juga dikatakan oleh Direktur Imparsial Ghufron Mabruri. Ghufron menilai tidak ada urgensinya memperpanjang masa jabatan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono.
“Menurut saya, tidak urgensi baik internal maupun eksternal yang mendukung perpanjangan masa jabatan panglima TNI. Selain itu, masa dinas perwira TNI sudah diatur dengan jelas di dalam UU TNI yaitu sampai 58 tahun dan setelah itu harus pensiun,” kata Ghufron kepada SINDOnews, Selasa (19/9/2023).
Dalam konteks tersebut, kata dia, baik Presiden maupun DPR harus tetap mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 Tentang TNI. “Jangan memaksakan kebijakan yang tidak ada dasarnya dan justru berdampak negatif terutama terhadap dinamika internal TNI,” tuturnya.
Dia mengakui Indonesia saat ini tengah memasuki tahun politik. “Tapi dinamika politik tersebut bukan alasan yang tepat dan tidak menunjukkan adanya urgensi untuk memperpanjang masa jabatan Panglima TNI,” katanya.
Dengan demikian, lanjut Ghufron, pergantian Panglima TNI harus dilihat sebagai proses yang biasa. Dia menuturkan, mekanismenya sudah dibentuk, dan secara internal TNI sendiri telah memiliki sistem yang baku dan telah dijalankan selama ini.
“Yang dikhawatirkan dari perpanjangan masa jabatan Panglima TNI saat ini akan berdampak terhadap pengelolaan jenjang karier dan kepangkatan di level perwira TNI,” pungkasnya.
Pengamat Militer dari Universitas Kristen Indonesia (UKI) Sidratahta Mukhtar pun merespons pernyataan Ketua Komisi I Meutya Hafid yang mengungkap ada opsi perpanjangan masa jabatan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono dan KSAD Jenderal Dudung Abdurachman.
“Berdasarkan opsi yang diajukan Komisi I DPR tersebut, maka menurut saya, pertama-tama harus mengacu kepada pertimbangan Presiden Jokowi. Mengingat landasan awal keterlibatan DPR (legislatif) dalam penentuan pengangkatan dan atau perpanjangan masa jabatan Panglima dan KSAD adalah agar format seleksi Panglima TNI memiliki legitimasi, akuntabilitas, dan demokratis,” ujarnya dihubungi terpisah.
Jadi, kata dia, Komisi I DPR perlu terlebih dahulu mendengarkan asesmen pertahanan dan keamanan jelang Pemilu 2024 dari Presiden Jokowi. “Kita realistis aja menilainya, Pemilu 2024 sudah di depan mata, awal Oktober 2023 sudah mulai masuk ke tahap-tahap krusial dari pilpres, masa iya, di saat yang sama, DPR dan pemerintah sibuk ngurus fit and proper test yang biasanya mengundang perdebatan dan power interplay antarkekuatan-kekuatan politik yang ada baik DPR, publik, dan TNI sendiri,” kata Sidratahta.
Menurut dia, hal tersebut merupakan satu risiko. “Pemilihan Panglima TNI yang terlalu kompromis dan akomodatif untuk mengganti panglima yang menjabat hanya setahun. Kapolri juga pernah menjabat cuma 13 bulan,” ujarnya yang juga penulis buku militer dan demokrasi dan alumni studi APCSS, IndoPacific Command, Amerika Serikat ini.
“Menurut saya, tidak urgensi baik internal maupun eksternal yang mendukung perpanjangan masa jabatan panglima TNI. Selain itu, masa dinas perwira TNI sudah diatur dengan jelas di dalam UU TNI yaitu sampai 58 tahun dan setelah itu harus pensiun,” kata Ghufron kepada SINDOnews, Selasa (19/9/2023).
Dalam konteks tersebut, kata dia, baik Presiden maupun DPR harus tetap mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 Tentang TNI. “Jangan memaksakan kebijakan yang tidak ada dasarnya dan justru berdampak negatif terutama terhadap dinamika internal TNI,” tuturnya.
Dia mengakui Indonesia saat ini tengah memasuki tahun politik. “Tapi dinamika politik tersebut bukan alasan yang tepat dan tidak menunjukkan adanya urgensi untuk memperpanjang masa jabatan Panglima TNI,” katanya.
Dengan demikian, lanjut Ghufron, pergantian Panglima TNI harus dilihat sebagai proses yang biasa. Dia menuturkan, mekanismenya sudah dibentuk, dan secara internal TNI sendiri telah memiliki sistem yang baku dan telah dijalankan selama ini.
“Yang dikhawatirkan dari perpanjangan masa jabatan Panglima TNI saat ini akan berdampak terhadap pengelolaan jenjang karier dan kepangkatan di level perwira TNI,” pungkasnya.
Pengamat Militer dari Universitas Kristen Indonesia (UKI) Sidratahta Mukhtar pun merespons pernyataan Ketua Komisi I Meutya Hafid yang mengungkap ada opsi perpanjangan masa jabatan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono dan KSAD Jenderal Dudung Abdurachman.
“Berdasarkan opsi yang diajukan Komisi I DPR tersebut, maka menurut saya, pertama-tama harus mengacu kepada pertimbangan Presiden Jokowi. Mengingat landasan awal keterlibatan DPR (legislatif) dalam penentuan pengangkatan dan atau perpanjangan masa jabatan Panglima dan KSAD adalah agar format seleksi Panglima TNI memiliki legitimasi, akuntabilitas, dan demokratis,” ujarnya dihubungi terpisah.
Jadi, kata dia, Komisi I DPR perlu terlebih dahulu mendengarkan asesmen pertahanan dan keamanan jelang Pemilu 2024 dari Presiden Jokowi. “Kita realistis aja menilainya, Pemilu 2024 sudah di depan mata, awal Oktober 2023 sudah mulai masuk ke tahap-tahap krusial dari pilpres, masa iya, di saat yang sama, DPR dan pemerintah sibuk ngurus fit and proper test yang biasanya mengundang perdebatan dan power interplay antarkekuatan-kekuatan politik yang ada baik DPR, publik, dan TNI sendiri,” kata Sidratahta.
Menurut dia, hal tersebut merupakan satu risiko. “Pemilihan Panglima TNI yang terlalu kompromis dan akomodatif untuk mengganti panglima yang menjabat hanya setahun. Kapolri juga pernah menjabat cuma 13 bulan,” ujarnya yang juga penulis buku militer dan demokrasi dan alumni studi APCSS, IndoPacific Command, Amerika Serikat ini.
tulis komentar anda