Syarat Usia Capres Minimal 40 Tahun Sebaiknya Tidak Diubah
Rabu, 29 Juli 2020 - 14:50 WIB
JAKARTA - Usia minimal 40 tahun sebagai salah satu syarat menjadi calon presiden dan calon wakil presiden, seperti tertuang dalam Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) , sebaiknya tidak diubah. Usia 40 tahun dianggap matang untuk menjadi presiden dan wapres.
Pengamat politik Ubedilah Badrun mengatakan, secara politik batas minimal usia calon presiden dan wakilnya sejatinya tidak boleh dibatasi. Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu beralasan warga negara berusia 17 tahun saja sudah memiliki hak politik untuk memilih dan dipilih.
Namun, Ubedilah mengungkapkan ada pertimbangan dari mayoritas ilmuwan psikologi bahwa usia kematangan kepemimpinan itu secara umum dimiliki seseorang pada usia 40 tahun.
"Meski beberapa kasus individu bisa lebih dulu matang sebelum usia 40 tahun. Jadi saya kira untuk pemimpin sekelas presiden batas usia minimal 40 tahun bisa dibenarkan," tegasnya kepada SINDOnews, Rabu (29/7/2020).
Ubedilan juga mengatakan, presidential threshold (PT) tidak diperlukan lagi dalam pemilihan presiden (pilpres) yang dilaksanakan serentak. "Sebab threshold-nya sudah cukup untuk parliamentary threshold saja atau ambang batas suara nasional partai politik mendapatkan kursi di DPR. Dengan lolosnya partai ke parlemen, maka partai memiliki hak politik untuk mencalonkan kadernya yang memenuhi syarat untuk menjadi calon presiden atau wakil presiden," ujarnya.( ).
Ubedilah menerangkan, jika ada tambahan syarat, bisa berupa dukungan minimal dua partai politik yang lolos ke parlemen. Hal itu agar pasangan calon terpilih setidaknya memiliki dukungan parlemen yang cukup untuk menjalankan roda pemerintahan.
Di luar syarat-syarat itu, pencalonan seseorang maju dalam pilpres, pemilihan kepala daerah (pilkada), dan pemilihan legislatif (pileg), lebih banyak ditentukan oleh partai politik. Masyarakat hanya menerima atau tinggal memilih calon yang dimunculkan partai.
Ubedilah menjelaskan parameter calon presiden semestinya kualitas kepemimpinannya. Tentu itu harus melalui proses seleksi terbuka dari partai. Bahkan, bila perlu ada tes psikologi dari lembaga profesional dan kredibel.( ).
“Aturan ini harus ada dalam UU. Proses seleksi terbuka ini bermanfaat selain dapat menghasilkan capres-cawapres berkualitas, juga akan meminimalisir praktik mahar politik ke partai yang sangat besar," pungkasnya.
Pengamat politik Ubedilah Badrun mengatakan, secara politik batas minimal usia calon presiden dan wakilnya sejatinya tidak boleh dibatasi. Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu beralasan warga negara berusia 17 tahun saja sudah memiliki hak politik untuk memilih dan dipilih.
Namun, Ubedilah mengungkapkan ada pertimbangan dari mayoritas ilmuwan psikologi bahwa usia kematangan kepemimpinan itu secara umum dimiliki seseorang pada usia 40 tahun.
"Meski beberapa kasus individu bisa lebih dulu matang sebelum usia 40 tahun. Jadi saya kira untuk pemimpin sekelas presiden batas usia minimal 40 tahun bisa dibenarkan," tegasnya kepada SINDOnews, Rabu (29/7/2020).
Ubedilan juga mengatakan, presidential threshold (PT) tidak diperlukan lagi dalam pemilihan presiden (pilpres) yang dilaksanakan serentak. "Sebab threshold-nya sudah cukup untuk parliamentary threshold saja atau ambang batas suara nasional partai politik mendapatkan kursi di DPR. Dengan lolosnya partai ke parlemen, maka partai memiliki hak politik untuk mencalonkan kadernya yang memenuhi syarat untuk menjadi calon presiden atau wakil presiden," ujarnya.( ).
Ubedilah menerangkan, jika ada tambahan syarat, bisa berupa dukungan minimal dua partai politik yang lolos ke parlemen. Hal itu agar pasangan calon terpilih setidaknya memiliki dukungan parlemen yang cukup untuk menjalankan roda pemerintahan.
Di luar syarat-syarat itu, pencalonan seseorang maju dalam pilpres, pemilihan kepala daerah (pilkada), dan pemilihan legislatif (pileg), lebih banyak ditentukan oleh partai politik. Masyarakat hanya menerima atau tinggal memilih calon yang dimunculkan partai.
Ubedilah menjelaskan parameter calon presiden semestinya kualitas kepemimpinannya. Tentu itu harus melalui proses seleksi terbuka dari partai. Bahkan, bila perlu ada tes psikologi dari lembaga profesional dan kredibel.( ).
“Aturan ini harus ada dalam UU. Proses seleksi terbuka ini bermanfaat selain dapat menghasilkan capres-cawapres berkualitas, juga akan meminimalisir praktik mahar politik ke partai yang sangat besar," pungkasnya.
(zik)
Lihat Juga :
tulis komentar anda