Kurangi Sampah lewat Kolaborasi Teknologi dan Edukasi
Jum'at, 07 Juli 2023 - 12:52 WIB
JAKARTA - Mengurangi jumlah produksi sampah di Indonesia yang diperkirakan mencapai sekitar 60 sampai 64 juta ton per tahun diperlukan kolaborasi yang baik dari semua pihak. Selain itu, diperlukan penerapan teknologi yang dipadukan dengan edukasi kepada masyarakat.
Mengacu data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Indonesia memiliki target pengurangan sampah sebesar 30% dan pengelolaan sampah dengan baik sebesar 70% pada 2025. Untuk membantu mencapai tujuan ini, GoTo Impact Foundation (GIF) membangun innovation ecosystem.
Melalui kegiatan Catalyst Changemakers Ecosystem (CCE) Innovation Day, GIF mengumpulkan 50 changemakers untuk berkolaborasi pada pengelolaan sampah dengan prinsip ekonomi sirkular. Fokus kegiatan pengelolaan sampah, terutama di kawasan strategis destinasi wisata, yakni Bali, Labuan Bajo, dan Danau Toba.
"Kami mendorong semua pihak mengatasi masalah sampah menggunakan solusi yang holistik. Termasuk juga memberi dampak human capital atau ekonomi untuk masyarakat sekitar," kata Chairperson of GoTo Impact Foundation, Monica Oudang saat kegiatan CCE Innovation Day di Jakarta, Kamis (6/7/2023).
Executive Director of Bank Sampah Bersinar, Fei Febri memaparkan upayanya merintis bank sampah di Kabupaten Toba, Sumatera Utara. Kehadiran bank sampah untuk mengurangi sampah plastik dengan didaur ulang agar memberikan manfaat baru.
"Kami sudah punya 200 unit bank sampah untuk mendaur ulang sampah plastik menjadi ecobrick. Meskipun volumenya masih kecil, namun kehadiran bank sampah untuk mengubah perilaku masyarakat untuk mengelola sampah," ujarnya.
Dia mengatakan, kehadiran bank sampah membuat masyarakat tidak membuang sampah sembarangan. Mereka mau memilah sampah dan membawa ke bank sampah untuk didaur ulang karena memberikan dampak ekonomi.
"Bank sampah di sini kami beri nama Tahilala yang artinya lumayan. Sebab, dari sampah yang sudah dipilah dan daur ulang, bisa ditukar dengan sedikit beras atau minyak goreng,” kata Fei.
Pengalaman hampir serupa diungkapkan Ahmad Prasetya Ibnu Toat yang mengelola bank sampah di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Sejak 2018 kegiatannya fokus di wilayah Kecamatan Muncar yang memiliki pelabuhan tradisional besar dan jumlah banyak sekitar 130.000 jiwa.
"Kehadiran bank sampah atau TPS di sini bukan hanya untuk mengelola sampah, terutama sampah plastik. Bahkan cara tempat pengelolaan sampah kami menjadi salah satu tujuan wisata, sehingga memberikan dampak ekonomi dan selaras dengan tujuan pemerintah Banyuwangi membangun wisata daerah," ujarnya.
Mengacu data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Indonesia memiliki target pengurangan sampah sebesar 30% dan pengelolaan sampah dengan baik sebesar 70% pada 2025. Untuk membantu mencapai tujuan ini, GoTo Impact Foundation (GIF) membangun innovation ecosystem.
Melalui kegiatan Catalyst Changemakers Ecosystem (CCE) Innovation Day, GIF mengumpulkan 50 changemakers untuk berkolaborasi pada pengelolaan sampah dengan prinsip ekonomi sirkular. Fokus kegiatan pengelolaan sampah, terutama di kawasan strategis destinasi wisata, yakni Bali, Labuan Bajo, dan Danau Toba.
"Kami mendorong semua pihak mengatasi masalah sampah menggunakan solusi yang holistik. Termasuk juga memberi dampak human capital atau ekonomi untuk masyarakat sekitar," kata Chairperson of GoTo Impact Foundation, Monica Oudang saat kegiatan CCE Innovation Day di Jakarta, Kamis (6/7/2023).
Executive Director of Bank Sampah Bersinar, Fei Febri memaparkan upayanya merintis bank sampah di Kabupaten Toba, Sumatera Utara. Kehadiran bank sampah untuk mengurangi sampah plastik dengan didaur ulang agar memberikan manfaat baru.
"Kami sudah punya 200 unit bank sampah untuk mendaur ulang sampah plastik menjadi ecobrick. Meskipun volumenya masih kecil, namun kehadiran bank sampah untuk mengubah perilaku masyarakat untuk mengelola sampah," ujarnya.
Dia mengatakan, kehadiran bank sampah membuat masyarakat tidak membuang sampah sembarangan. Mereka mau memilah sampah dan membawa ke bank sampah untuk didaur ulang karena memberikan dampak ekonomi.
"Bank sampah di sini kami beri nama Tahilala yang artinya lumayan. Sebab, dari sampah yang sudah dipilah dan daur ulang, bisa ditukar dengan sedikit beras atau minyak goreng,” kata Fei.
Pengalaman hampir serupa diungkapkan Ahmad Prasetya Ibnu Toat yang mengelola bank sampah di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Sejak 2018 kegiatannya fokus di wilayah Kecamatan Muncar yang memiliki pelabuhan tradisional besar dan jumlah banyak sekitar 130.000 jiwa.
"Kehadiran bank sampah atau TPS di sini bukan hanya untuk mengelola sampah, terutama sampah plastik. Bahkan cara tempat pengelolaan sampah kami menjadi salah satu tujuan wisata, sehingga memberikan dampak ekonomi dan selaras dengan tujuan pemerintah Banyuwangi membangun wisata daerah," ujarnya.
(abd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda