BRICS dan Kepentingan Indonesia

Senin, 19 Juni 2023 - 05:46 WIB
Ilustrasi: Win Cahyono/SINDONews
Apakah Indonesia benar-benar akan menjadi anggota baru BRICS? Pertanyaan ini mengemuka seiring dengan santernya negeri ini bergabung komunitas perekenomian negara-negara yang terdiri dari Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan –yang kemudian dijadikan akronim BRICS . Selain Indonesia, negara lain yang dianggap paling berpeluang Mesir, Iran, Argentina, Kazakhstan, Aljazair, Turki, Thailand, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.

baca juga: Apakah BRICS Ancaman Bagi NATO?

Wacana bergabungnya beberapa negara baru dalam BRICS bergulir usai pertemuan di Cape Town, Afrika Selatan, pada Kamis 1 Juni 2023. Pertemuan itu sendiri turut mengundang 14 negara, yakni Arab Saudi, Argentina, Bangladesh, Burundi, Komoro, Gabon, Guinea-Bissau, Iran, Kazahstan, Kuba, Mesir, Republik Demokratik Kongo, Uni Emirat Arab, Uruguay, dan Indonesia.

Jika negara-negara yang kaya akan sumber daya alam itu masuk ke BRICS, sudah barang tentu kehadiran mereka bakal memperkokoh posisi BRICS vis a vis Amerika Serikat (AS) dengan gengnya, seperti G7 dan Uni Eropa. Bahkan, penambahan amunisi ini akan mengakselerasi BRICS (plus) menjadi kekuatan ekonomi dunia baru seperti pernah diprediksi Goldman Sachs pada 2001 lalu, yaitu pada 2050.



Visi BRICS untuk memperluas keanggotaan sebenarnya sudah ditanamkan China pada 2022 lalu. Pada pidato di forum bisnis BRICS (22/6/2024), Presiden Tiongkok Xi Jinping mengungkapkan ada tiga prasyarat untuk memperbaiki ekonomi dunia. Prasyarat dimaksud yakni, pertama, dunia membutuhkan perdamaian. Hal ini bisa tercapai jika antar negara saling merangkul untuk berdialog dan konsultasi, serta mengatakan tidak pada hegemonisme, politik kelompok dan konfrontasi.

baca juga: Selain BRICS, Indonesia juga Sudah Kurangi Kecanduan terhadap Dolar

Selanjutnya kedua, dunia membutuhkan pembangunan. Tujuan ini bisa diraih jika antar negara harus merangkul semua upaya untuk mencapai tujuan UN-SDG pada 2030, dan mengatakan tidak pada marginalisasi agenda pembangunan. Ketiga, dunia membutuhkan keterbukaan. Caranya, antarnegara harus merangkul satu sama lain, mengatakan tidak pada pembangunan blok eksklusif karena dunia membutuhkan kerja sama. Selain itu, Xi juga meminta para pemimpin negara berpegang pada prinsip-prinsip ekonomi dasar keunggulan komparatif, dan mengatakan tidak untuk menjadi ideologis, memisahkan diri, dan memotong rantai pasokan.

Muara pemikiran Xi ini adalah dunia kembali ke multilateralisme, kembali ke perekonomian terbuka, menentang sanksi unilateral, memperkuat kerja sama ekonomi digital, inovasi teknologi, rantai pasok dan industri, ketahanan pangan dan energi, serta mendorong pemulihan ekonomi dunia. Dengan demikian BRICS harus fokus pada pembangunan, terbuka pada kerja sama dengan siapa pun, memperluas keanggotaan, memperkokoh kerja sama BRICS, serta memperkuat peran dan pengaruh BRICS sebagai pemain penting di dunia.

Visi Xi untuk memperkuat multilateralisme dunia dan memperkuat peran BRICS dunia kembali ditegaskan dalam KTT di Afrika Selatan yang bertema bertema ”Foster High-quality BRICS Partnership, Usher in a New Era for Global Development”. Hal ini sekaligus merespons mkecenderungan AS dan sekutunya untuk memperluas aliansi militer untuk mencari keamanan mutlak, memicu konfrontasi berbasis blok dengan memaksa negara lain untuk memihak, serta mengejar dominasi sepihak dengan mengorbankan hak dan kepentingan orang lain. China menegaskan pentingnya negara-negara BRICS mempraktikkan multilateralisme, menjaga keadilan, solidaritas, serta menolak hegemoni, intimidasi dan perpecahan.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More