Peraturan KPU tentang Eks Napi Korupsi Nyaleg Diuji Materi ke MA
Senin, 12 Juni 2023 - 18:23 WIB
JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih mengajukan permohonan uji materi terhadap Peraturan Komisi Pemilihan Umum ( PKPU ) Nomor 10 dan 11 Tahun 2023 ke Mahkamah Agung (MA). Uji materi ini terkait syarat pencalonan anggota legislatif (caleg) eks terpidana korupsi.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan, koalisi menilai PKPU 10 dan 11 Tahun 2023 bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Adapun dua PKPU itu kami nilai bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), terutama berkaitan dengan pengecualian terhadap syarat bagi mantan terpidana, khususnya tindak pidana korupsi, yang akan maju sebagai anggota legislatif pada Pemilu 2024," kata Kurnia ditemui di Gedung MA, Jakarta, Senin (12/6/2023).
Kurnia menjelaskan, Putusan MK Nomor 87/PUU-XX/2022 dan Nomor 12/PUU-XXI/2023 mewajibkan eks terpidana korupsi untuk melewati masa jeda 5 tahun agar dapat mencalonkan diri sebagai caleg. Namun, kata Kurnia, KPU dalam dua PKPU itu memberikan syarat pengecualian bagi mantan terpidana korupsi yang memperoleh kekuatan hukum tetap untuk pidana tambahan pencabutan hak politik.
"Oleh KPU, justru ada syarat pengecualian dengan menambahkan pidana tambahan pencabutan hak politik. Jadi, jika terpidana itu dijatuhi pidana tambahan pencabutan hak politik satu tahun, maka tahun kedua mereka langsung bisa maju sebagai anggota legislatif," kata Kurnia.
Pasal yang diajukan permohonan keberatannya oleh koalisi masyarakat sipil tersebut adalah Pasal 11 ayat (6) PKPU No 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, serta Pasal 18 ayat (2) PKPU No 11 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPD.
"Bagi kami, PKPU bentukan KPU itu adalah upaya untuk mendegradasi nilai integritas dalam Pemilu mendatang," ujar Kurnia.
Pada pengajuan uji materi ke MA hari ini, Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih terdiri dari ICW, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2015-2019 Saut Situmorang, dan Komisioner KPK 2011-2015 Abraham Samad.
Lebih lanjut, Saut Situmorang menambahkan, pihaknya berharap agar MA bisa memutuskan polemik ini dengan segera agar ada kepastian untuk pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
"Supaya ada kepastian bagaimana sebenarnya pelaksanaan pesta demokrasi kita yang dikaitkan dengan adanya beberapa orang yang bermasalah di waktu lalu, untuk kemudian kita bisa menciptakan politik cerdas dan berintegritas yang selama ini kita kenal, dan itu yang kita promosikan di KPK," ujar Saut.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan, koalisi menilai PKPU 10 dan 11 Tahun 2023 bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Adapun dua PKPU itu kami nilai bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), terutama berkaitan dengan pengecualian terhadap syarat bagi mantan terpidana, khususnya tindak pidana korupsi, yang akan maju sebagai anggota legislatif pada Pemilu 2024," kata Kurnia ditemui di Gedung MA, Jakarta, Senin (12/6/2023).
Kurnia menjelaskan, Putusan MK Nomor 87/PUU-XX/2022 dan Nomor 12/PUU-XXI/2023 mewajibkan eks terpidana korupsi untuk melewati masa jeda 5 tahun agar dapat mencalonkan diri sebagai caleg. Namun, kata Kurnia, KPU dalam dua PKPU itu memberikan syarat pengecualian bagi mantan terpidana korupsi yang memperoleh kekuatan hukum tetap untuk pidana tambahan pencabutan hak politik.
"Oleh KPU, justru ada syarat pengecualian dengan menambahkan pidana tambahan pencabutan hak politik. Jadi, jika terpidana itu dijatuhi pidana tambahan pencabutan hak politik satu tahun, maka tahun kedua mereka langsung bisa maju sebagai anggota legislatif," kata Kurnia.
Pasal yang diajukan permohonan keberatannya oleh koalisi masyarakat sipil tersebut adalah Pasal 11 ayat (6) PKPU No 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, serta Pasal 18 ayat (2) PKPU No 11 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPD.
"Bagi kami, PKPU bentukan KPU itu adalah upaya untuk mendegradasi nilai integritas dalam Pemilu mendatang," ujar Kurnia.
Pada pengajuan uji materi ke MA hari ini, Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih terdiri dari ICW, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2015-2019 Saut Situmorang, dan Komisioner KPK 2011-2015 Abraham Samad.
Lebih lanjut, Saut Situmorang menambahkan, pihaknya berharap agar MA bisa memutuskan polemik ini dengan segera agar ada kepastian untuk pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
"Supaya ada kepastian bagaimana sebenarnya pelaksanaan pesta demokrasi kita yang dikaitkan dengan adanya beberapa orang yang bermasalah di waktu lalu, untuk kemudian kita bisa menciptakan politik cerdas dan berintegritas yang selama ini kita kenal, dan itu yang kita promosikan di KPK," ujar Saut.
(abd)
tulis komentar anda