Din: UU Corona Extraordinary Crime terhadap Bangsa dan Negara
Jum'at, 24 Juli 2020 - 15:29 WIB
JAKARTA - Ketua Dewan Pengarah Komite Masyarakat Penegak Kedaulatan (KMPK) Din Syamsuddin menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 2/2020 ( UU Covid-19 ) merupakan bentuk extraordinary crime against the state, nation and people alias kejahatan luar biasa terhadap negara, bangsa dan rakyat.
Karena itu KMPK semakin yakin untuk terus maju menggugat UU yang berasal dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Covid-19 (Perppu Corona) yang sudah disahkan menjadi itu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut dia, UU Corona sangat jelas telah bertentangan dengan Pasal 23 UUD 1945.
(Baca: Uji Formil dan Materiil UU COVID-19, Pemohon Persoalkan Rapat Digelar Secara Virtual)
“Saya kira sudah sangat jelas, tegas karena pasal 23 UUD 1945 itu bersifat uninterpretable, tidak dapat ditafsirkan dan tidak membutuhkan penafasir karena sudah sangat jelas baik pada ayat 1, 2 dan 3 APBN itu harus disetujui DPR dan DPR memiliki hak yang sangat mendasar, sangat utama, antara lain hak budgeting dan Pasal 23 inilah yang disimpangkan, diselewengkan, dikangkangi, dibangkangi oleh pemerintah dan DPR itu sendiri,” kata Din dalam webinar KMPK yang bertajuk “UU Korona No. 2/2020: DPR Lumpuh dan Dilumpuhkan Tanpa Hak Budget”, Jumat (24/7/2020).
Din menjelaskan, dirinya sengaja menggunakan tiga diksi tersebut bukan hanya karena penyimpangan dan penyelewengan yang terjadi dalam UU Corona tersebut. Lebih dari itu, dia melihat ada pengangkangan dan pembangkakan yang patut diduga sebagai extraordinary crime against the state, against the nation dan against the people atau kejahatan luar biasa terhadap negara, terhadap bangsa dan terhadap rakyat.
“Apalagi dalam perspektif demokrasi, rakyat yang berdaulat anytara lain memiliki hak asasi people right to budget,” jelas Din.
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah ini melanjutkan, hak rakyat untuk penganggaran itu diwakili oleh wakil-wakil rakyat yakni DPR. DPR dalam melakukan fungsinya itu seharusnya untuk membela kepentingan rakyat, untuk menilai apakah penganggaran itu betul-betul mengarah kepada pencapaian cita-cita nasional, menjamin dan memastikan perwujudan kesejahteraan rakyat, serta menjamin dan memastikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
(Baca: Din Syamsuddin Ajak Milenial Muslim Rebut Kembali Supremasi Ilmu Pengetahuan)
“Itulah gunanya diskusi di lembaga perwakilan rakyat yang bernama DPR. Tidak sekedar menerima secara taken for granted apa yang diajukan pemerintah oleh eksekutif,”
Karena itu, Din menegaskan bahwa UU 2/2020 itu sungguh merupakan sebuah keputusan yang tidak bijak dan juga melangggar fatsun politik yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Rancangan APBN semestinya diajukan lalu didiskusikan dalam jangka waktu yang lama antara pemerintah dan DPR. Namun sekarang itu telah dihilangkan dilupakan.
“Hingga saya pada satu kesimpulan uu itu dapat disimpulkan sebagai extraordinary crime against the state, against the nation dan against the people,” tandas Din.
Karena itu KMPK semakin yakin untuk terus maju menggugat UU yang berasal dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Covid-19 (Perppu Corona) yang sudah disahkan menjadi itu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut dia, UU Corona sangat jelas telah bertentangan dengan Pasal 23 UUD 1945.
(Baca: Uji Formil dan Materiil UU COVID-19, Pemohon Persoalkan Rapat Digelar Secara Virtual)
“Saya kira sudah sangat jelas, tegas karena pasal 23 UUD 1945 itu bersifat uninterpretable, tidak dapat ditafsirkan dan tidak membutuhkan penafasir karena sudah sangat jelas baik pada ayat 1, 2 dan 3 APBN itu harus disetujui DPR dan DPR memiliki hak yang sangat mendasar, sangat utama, antara lain hak budgeting dan Pasal 23 inilah yang disimpangkan, diselewengkan, dikangkangi, dibangkangi oleh pemerintah dan DPR itu sendiri,” kata Din dalam webinar KMPK yang bertajuk “UU Korona No. 2/2020: DPR Lumpuh dan Dilumpuhkan Tanpa Hak Budget”, Jumat (24/7/2020).
Din menjelaskan, dirinya sengaja menggunakan tiga diksi tersebut bukan hanya karena penyimpangan dan penyelewengan yang terjadi dalam UU Corona tersebut. Lebih dari itu, dia melihat ada pengangkangan dan pembangkakan yang patut diduga sebagai extraordinary crime against the state, against the nation dan against the people atau kejahatan luar biasa terhadap negara, terhadap bangsa dan terhadap rakyat.
“Apalagi dalam perspektif demokrasi, rakyat yang berdaulat anytara lain memiliki hak asasi people right to budget,” jelas Din.
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah ini melanjutkan, hak rakyat untuk penganggaran itu diwakili oleh wakil-wakil rakyat yakni DPR. DPR dalam melakukan fungsinya itu seharusnya untuk membela kepentingan rakyat, untuk menilai apakah penganggaran itu betul-betul mengarah kepada pencapaian cita-cita nasional, menjamin dan memastikan perwujudan kesejahteraan rakyat, serta menjamin dan memastikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
(Baca: Din Syamsuddin Ajak Milenial Muslim Rebut Kembali Supremasi Ilmu Pengetahuan)
“Itulah gunanya diskusi di lembaga perwakilan rakyat yang bernama DPR. Tidak sekedar menerima secara taken for granted apa yang diajukan pemerintah oleh eksekutif,”
Karena itu, Din menegaskan bahwa UU 2/2020 itu sungguh merupakan sebuah keputusan yang tidak bijak dan juga melangggar fatsun politik yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Rancangan APBN semestinya diajukan lalu didiskusikan dalam jangka waktu yang lama antara pemerintah dan DPR. Namun sekarang itu telah dihilangkan dilupakan.
“Hingga saya pada satu kesimpulan uu itu dapat disimpulkan sebagai extraordinary crime against the state, against the nation dan against the people,” tandas Din.
(muh)
Lihat Juga :
tulis komentar anda