Pasal 2 Perppu Penanganan Covid-19 Digugat, Ini Jawaban Stafsus Menkeu

Rabu, 29 April 2020 - 10:56 WIB
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Foto/Dok SINDO
JAKARTA - Sejumlah ormas dan tokoh masyarakat melakukan uji materi terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19. Selain soal imunitas pejabat, para penggugat juga mempermasalahkan pasal 2 tentang batasan defisit anggaran.

Kuasa hukum penggugat, Ahmad Yani, mengatakan pasal itu menihilkan arti penting persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Menurutnya, DPR tidak bisa menggunakan fungsi persetujuannya secara leluasa.

Namun, tafsir itu dibantah oleh Staf Khusus Menteri Keuangan (Menkeu) Masyita Crystallin. Pasal 2, menurutnya, memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan pengeluaran melalui realokasi dan refocusing dari kegiatan nonprioritas, seperti perjalanan dinas. Tahun ini, prioritas pemerintah pada penanganan pandemi Covid-19.



Pasal 2 ayat (1) berbunyi desifit anggaran melampuai 3 persen dari produk domestic bruto selama masa penanganan Covid-19 dan/atau untuk menghadapai ancaman yang membahayakan perekenomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan paling lama sampai dengan berakhirnya tahun anggaran 2022. ( ).

Masyita mengklaim perppu itu dibuat dengan itikad baik pemerintah. Pemerintah pun melakukan konsultasi yang intensif dengan Komisi XI DPR RI. "Kami apresiasi dukungan Komisi XI terhadap perppu ini karena memang kita sama-sama ingin memberi bantalan pada perekonomian," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Rabu (29/4/2020).

Dia mengatakan, perppu dibuat di tengah situasi genting yang memaksa. Alasannya, kondisi perekonomian diperkirakan akan sangat terpengaruh oleh pandemi Covid-19.

Masyita menerangkan pasal 2 itu memberikan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk merespons kondisi dengan cepat. Realokasi dan refocusing diarahkan pada tiga hal yakni penanganan kesehatan, bantuan sosial, dan dukungan terhadap dunia usaha, terutama usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

"Dalam kondisi normal, untuk merealokasi anggaran dari satu program ke program lainnya dalam satu kementerian atau merealokasi anggaran nonprioritas menjadi bansos yang artinya butuh pindah kementerian/lembaga, perlu persetujuan DPR," pungkasnya.
(zik)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More