Susun Rencana Kerja, Tim Ahli Satgas Saber Pungli Diskusi dengan KPK
Rabu, 29 April 2020 - 12:02 WIB
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan diskusi daring dengan tim ahli Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli), Senin, 27 April 2020. Tim ahli meminta masukan tentang hasil kajian KPK terkait modus-modus pungli atau suap serta peta rawan korupsi di kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, khususnya di sektor pelayanan publik dan Sumber Daya Alam (SDA).
Tim ahli Satgas Saber Pungli yang terlibat dalam diskusi daring yaitu Ketua Tim Ahli Satgas Saber Pungli yang juga mantan Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Rhenald Kasali, Sosiolog Universitas Indonesia Imam B. Prasodjo, dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari.
Mereka baru saja dilantik oleh Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM (Polhukam), Mahfud MD, pada 22 April 2020 lalu. Pembicaraan dengan KPK merupakan bagian dari agenda tim ahli menyusun rencana kerja.
"KPK menyampaikan bahwa pada masa-masa awal KPK berdiri, pungli atau suap banyak ditemukan pada front office layanan. Seiring upaya pembenahan sistem dan implementasi kebijakan reformasi birokrasi, pungli atau suap front office perlahan-lahan berkurang. Namun di sisi lain, KPK menemukan bahwa pungli atau suap kemudian berubah modus dan terjadi di belakang layar atau pada back office layanan publik, termasuk pada layanan publik perizinan," ujar Plt Juru bicara KPK Ipi Maryati dalam keterangan tertulisnya, Rabu (29/4/2020).
Sejak berdiri, KPK telah melakukan berbagai kajian mengenai perizinan. KPK menemukan bahwa tahapan-tahapan dalam bisnis proses sistem perizinan rentan terjadi korupsi. Kerentanan tersebut berakibat pada melemahnya pengendalian dalam perizinan dan tidak terpungutnya secara maksimal penerimaan negara seperti Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
"Di sisi lain, biaya sosial bagi masyarakat meningkat. Pembenahan sistem perizinan tidak hanya terkait dengan regulasi, tetapi juga persoalan kelembagaan layanan perizinan, infrastruktur sistem, termasuk juga etika birokrasi," jelasnya.
Berdasarkan sejumlah hasil kajian tersebut, KPK telah menyampaikan rekomendasi yang diikuti dengan rencana aksi perbaikan untuk melakukan pembenahan pada sektor perizinan dan pelayanan publik. Perbaikan meliputi berbagai aspek kelembagaan, tata laksana maupun regulasi.
Di antaranya adalah pertama, agar pemerintah menyusun standar dalam pelayanan publik dan menerapkan UU Pelayanan Publik secara penuh dan konsisten. Layanan publik yang diterapkan di pusat maupun di daerah harus memiliki standar pelayanan minimal yang bisa diukur, yaitu ada standar pelayanan, biaya, kualitas, juga standar mekanisme pengaduan.
"Salah satu contohnya adalah penetapan batas waktu pengurusan pelayanan publik, sehingga memudahkan pemerintah untuk mengukur kinerja pelayanan publik dan melakukan evaluasi secara periodik maupun insidenti," ungkapnya.
Tim ahli Satgas Saber Pungli yang terlibat dalam diskusi daring yaitu Ketua Tim Ahli Satgas Saber Pungli yang juga mantan Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Rhenald Kasali, Sosiolog Universitas Indonesia Imam B. Prasodjo, dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari.
Mereka baru saja dilantik oleh Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM (Polhukam), Mahfud MD, pada 22 April 2020 lalu. Pembicaraan dengan KPK merupakan bagian dari agenda tim ahli menyusun rencana kerja.
"KPK menyampaikan bahwa pada masa-masa awal KPK berdiri, pungli atau suap banyak ditemukan pada front office layanan. Seiring upaya pembenahan sistem dan implementasi kebijakan reformasi birokrasi, pungli atau suap front office perlahan-lahan berkurang. Namun di sisi lain, KPK menemukan bahwa pungli atau suap kemudian berubah modus dan terjadi di belakang layar atau pada back office layanan publik, termasuk pada layanan publik perizinan," ujar Plt Juru bicara KPK Ipi Maryati dalam keterangan tertulisnya, Rabu (29/4/2020).
Sejak berdiri, KPK telah melakukan berbagai kajian mengenai perizinan. KPK menemukan bahwa tahapan-tahapan dalam bisnis proses sistem perizinan rentan terjadi korupsi. Kerentanan tersebut berakibat pada melemahnya pengendalian dalam perizinan dan tidak terpungutnya secara maksimal penerimaan negara seperti Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
"Di sisi lain, biaya sosial bagi masyarakat meningkat. Pembenahan sistem perizinan tidak hanya terkait dengan regulasi, tetapi juga persoalan kelembagaan layanan perizinan, infrastruktur sistem, termasuk juga etika birokrasi," jelasnya.
Berdasarkan sejumlah hasil kajian tersebut, KPK telah menyampaikan rekomendasi yang diikuti dengan rencana aksi perbaikan untuk melakukan pembenahan pada sektor perizinan dan pelayanan publik. Perbaikan meliputi berbagai aspek kelembagaan, tata laksana maupun regulasi.
Di antaranya adalah pertama, agar pemerintah menyusun standar dalam pelayanan publik dan menerapkan UU Pelayanan Publik secara penuh dan konsisten. Layanan publik yang diterapkan di pusat maupun di daerah harus memiliki standar pelayanan minimal yang bisa diukur, yaitu ada standar pelayanan, biaya, kualitas, juga standar mekanisme pengaduan.
"Salah satu contohnya adalah penetapan batas waktu pengurusan pelayanan publik, sehingga memudahkan pemerintah untuk mengukur kinerja pelayanan publik dan melakukan evaluasi secara periodik maupun insidenti," ungkapnya.
tulis komentar anda