Jangan Ada Mafia dalam Riset Vaksin Covid-19
Rabu, 22 Juli 2020 - 21:22 WIB
JAKARTA - Komisi IX DPR mendukung langkah pemerintah yang akan mengembangkan riset vaksin Covid-19 . Menurut anggota Komisi IX DPR Muchamad Nabil Haroen,seluruh dunia saat ini sedang bekerja keras dengan melibatkan peneliti.
Sekarang ini di Oxford Inggris, di Jerman, Australia, dan beberapa negara lain, para ahli sedang melakukan uji vaksin di laboratorium. "Maka, kita tidak bisa bilang mahal atau murah. Kalau ada perbandingan, kita bisa sampaikan. Harga itu kan relatif, terkait supply dan demand, juga terkait kondisi yang ada," tandasnya dalam rilis, Rabu (22/7/2020).
Nabil mengatakan,langkah-langkah taktis dalam penanganan Covid-19 di Indonesia wajib didukung oleh semua kalangan. Namun, ujarnya, jangan sampai ada mafia kesehatan yang ikut bermain. Juga, dalam konteks pengadaan vaksin Sinovac, yang bekerja sama secara langsung dengan Biofarma. (Baca juga: DKI Jakarta, Provinsi dengan Penambahan Kasus COVID-19 Tertinggi)
Sebagaimana diketahui, sebanyak 2.400 dosis vaksin Sinovac telah tiba di Indonesia. Rencananya, vaksin ini akan diuji klinis tahap 3 pada Agustus 2020. Pihak Biofarma menggandeng Sinovac dalam pengembangan vaksin, karena dianggap ada kesamaan kompetensi antara dua perusahan farmasi itu.
"Nah, dari progres itu, Biofarma harus memberi laporan atau informasi ke publik secara detail dan teratur, agar tidak ada kesalahpahaman ataupun mispersepsi," tandasnya. Tapi, jangan sampai ada mafia kesehatan yang memanfaatkan situasi untuk mengambil keuntungan besar di tengah pandemi. (Baca juga: Bertambah 1.882, Kini Ada 91.751 Kasus Covid-19 Indonesia)
Pemerintah, lanjutnya, harus mendorong pemberdayaan riset-riset kesehatan di Indonesia. Sejauh ini, pandemi Covid-19 telah membuka ruang apresiasi terhadap riset-riset kesehatan. "Pemerintah harus memberi ruang dan mengapresiasi kampus-kampus dan lembaga riset yang telah mencipta produk, baik alat kesehatan,vaksin, maupun obat herbal," paparnya.
Sejauh ini, banyak peneliti dari Indonesia yang sudah meriset dan melaporkan hasilnya. Karena itu, pemerintah harus mendukung agar riset-riset dan produknya bisa diterima di publik sesuai dengan standar kesehatan internasional. "Kita punya potensi besar yang harus dimaksimalkan, jangan sampai Indonesia hanya jadi pasar produk dari negara lain," tandasnya.
Sekarang ini di Oxford Inggris, di Jerman, Australia, dan beberapa negara lain, para ahli sedang melakukan uji vaksin di laboratorium. "Maka, kita tidak bisa bilang mahal atau murah. Kalau ada perbandingan, kita bisa sampaikan. Harga itu kan relatif, terkait supply dan demand, juga terkait kondisi yang ada," tandasnya dalam rilis, Rabu (22/7/2020).
Nabil mengatakan,langkah-langkah taktis dalam penanganan Covid-19 di Indonesia wajib didukung oleh semua kalangan. Namun, ujarnya, jangan sampai ada mafia kesehatan yang ikut bermain. Juga, dalam konteks pengadaan vaksin Sinovac, yang bekerja sama secara langsung dengan Biofarma. (Baca juga: DKI Jakarta, Provinsi dengan Penambahan Kasus COVID-19 Tertinggi)
Sebagaimana diketahui, sebanyak 2.400 dosis vaksin Sinovac telah tiba di Indonesia. Rencananya, vaksin ini akan diuji klinis tahap 3 pada Agustus 2020. Pihak Biofarma menggandeng Sinovac dalam pengembangan vaksin, karena dianggap ada kesamaan kompetensi antara dua perusahan farmasi itu.
"Nah, dari progres itu, Biofarma harus memberi laporan atau informasi ke publik secara detail dan teratur, agar tidak ada kesalahpahaman ataupun mispersepsi," tandasnya. Tapi, jangan sampai ada mafia kesehatan yang memanfaatkan situasi untuk mengambil keuntungan besar di tengah pandemi. (Baca juga: Bertambah 1.882, Kini Ada 91.751 Kasus Covid-19 Indonesia)
Pemerintah, lanjutnya, harus mendorong pemberdayaan riset-riset kesehatan di Indonesia. Sejauh ini, pandemi Covid-19 telah membuka ruang apresiasi terhadap riset-riset kesehatan. "Pemerintah harus memberi ruang dan mengapresiasi kampus-kampus dan lembaga riset yang telah mencipta produk, baik alat kesehatan,vaksin, maupun obat herbal," paparnya.
Sejauh ini, banyak peneliti dari Indonesia yang sudah meriset dan melaporkan hasilnya. Karena itu, pemerintah harus mendukung agar riset-riset dan produknya bisa diterima di publik sesuai dengan standar kesehatan internasional. "Kita punya potensi besar yang harus dimaksimalkan, jangan sampai Indonesia hanya jadi pasar produk dari negara lain," tandasnya.
(nbs)
Lihat Juga :
tulis komentar anda