Pilpres 2024, Rektor ITB-AD: Jangan Mengulangi Kesalahan yang Sama
Selasa, 02 Mei 2023 - 21:08 WIB
JAKARTA - Jelang Pilpres 2024 , Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (ITB-AD) Jakarta Mukhaer Pakkanna menyoroti potensi keterbelahan masyarakat akibat pilihan politik. Menurutnya, keadaan ini sama seperti yang terjadi saat Pilpres 2019.
"Residunya hingga saat ini masih mengakar di benak publik, kendati para aktor-aktor elite politik pada 2019 sudah akur bercumbu, tertawa terbahak-bahak bersama. Para elite politisi itu tidak peduli, apakah residu itu masih bersemayam atau tidak," kata Mukhaer Pakkanna dalam keterangannya, Selasa (2/5/2023).
Menurut Mukhaer, saat ini publik dipertontonkan lagi dengan agenda setting yang sama. Keterbelahan laten mulai menyeruak.
"Kita bisa saksikan sendiri, di pelbagai grup WA, Twitter, dan medsos lainnya, simptom itu mulai berkabar ke publik. Saling sumpah serapah mulai menonjol, saling mengerdilkan dan menghina anginnya sudah terasa menguat," tuturnya.
Identitas suku, etnis, agama, trah, dan lainnya, kata dia, mulai dieksploitasi dan diseret-seret sebagai bahan bakar empuk pemantik untuk saling menjatuhkan. Padahal di grup-grup media sosial itu, tampaknya belum ada yang resmi sebagai afiliator pasangan calon presiden, karena memang belum ada yang resmi dideklarasikan.
"Memang publik yang cerdas tentu harus berkaca pada masa lalu. Kita tidak ingin kembali sebagai keledai yang jatuh ke dalam lubang yang sama dua kali. Dan galibnya, keledai itu hanya dijadikan kuda tunggangan," ujarnya.
Di tengah politik yang disuguhkan para elite partai politik (parpol) besar, yang mereka sedang mencari frekuensi dan tone sama, terutama dalam merebut kemenangan Pilpres 2024, Mukhaer mengingatkan masyarakat tidak mengulangi kesalahan sama, yaitu saling pecah-belah.
"Janganlah mendaur ulang kebodohan lagi. Sudahilah saling caci-maki. Saya teringat ucapan filsuf Spanyol George Santayana, mereka yang tidak mengambil pelajaran dari sejarah, maka mereka ditakdirkan untuk mengulanginya. Saya juga ingat pesan Nabi, seorang mukmin tidak akan masuk ke dalam lubang yang sama dua kali," katanya.
"Residunya hingga saat ini masih mengakar di benak publik, kendati para aktor-aktor elite politik pada 2019 sudah akur bercumbu, tertawa terbahak-bahak bersama. Para elite politisi itu tidak peduli, apakah residu itu masih bersemayam atau tidak," kata Mukhaer Pakkanna dalam keterangannya, Selasa (2/5/2023).
Menurut Mukhaer, saat ini publik dipertontonkan lagi dengan agenda setting yang sama. Keterbelahan laten mulai menyeruak.
"Kita bisa saksikan sendiri, di pelbagai grup WA, Twitter, dan medsos lainnya, simptom itu mulai berkabar ke publik. Saling sumpah serapah mulai menonjol, saling mengerdilkan dan menghina anginnya sudah terasa menguat," tuturnya.
Identitas suku, etnis, agama, trah, dan lainnya, kata dia, mulai dieksploitasi dan diseret-seret sebagai bahan bakar empuk pemantik untuk saling menjatuhkan. Padahal di grup-grup media sosial itu, tampaknya belum ada yang resmi sebagai afiliator pasangan calon presiden, karena memang belum ada yang resmi dideklarasikan.
"Memang publik yang cerdas tentu harus berkaca pada masa lalu. Kita tidak ingin kembali sebagai keledai yang jatuh ke dalam lubang yang sama dua kali. Dan galibnya, keledai itu hanya dijadikan kuda tunggangan," ujarnya.
Di tengah politik yang disuguhkan para elite partai politik (parpol) besar, yang mereka sedang mencari frekuensi dan tone sama, terutama dalam merebut kemenangan Pilpres 2024, Mukhaer mengingatkan masyarakat tidak mengulangi kesalahan sama, yaitu saling pecah-belah.
"Janganlah mendaur ulang kebodohan lagi. Sudahilah saling caci-maki. Saya teringat ucapan filsuf Spanyol George Santayana, mereka yang tidak mengambil pelajaran dari sejarah, maka mereka ditakdirkan untuk mengulanginya. Saya juga ingat pesan Nabi, seorang mukmin tidak akan masuk ke dalam lubang yang sama dua kali," katanya.
(abd)
tulis komentar anda