Greenpeace Sebut Presiden Jokowi Tak Serius Lindungi Gambut
Senin, 20 Juli 2020 - 17:40 WIB
JAKARTA - Lembaga pemerhati lingkungan, Greenpeace Indonesia menganggap pemulihan lahan gambut di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih gagal. Komitmen terhadap pemulihan itu tak sesuai dengan janji Jokowi di awal periode pertamanya.
Salah satunya terkait rencana pembubaran Badan Restorasi Gambut (BRG) yang menimbulkan pertanyaan soal komitmen pemerintah menghentikan kebakaran dan lahan (karhutla) tahunan. Sebab, kerusakan gambut menjadi salah satu biang masalah karhutla di Indonesia.
(Baca: Habiskan Triliunan Rupiah, Lahan Gambut Bakal Disulap Jadi Food Estate)
Ketua Tim Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Rusmadya Maharuddin mengatakan, berdasarkan catatan Greenpeace, kebakaran di fungsi ekologi gambut sejak 2016 mencapai 999.393,6 hektar. Bahkan, kebakaran pada 2019 di lahan gambut totalnya mencapai 73 persen di periode 2016-2019.
“Kegagalan restorasi gambut pemerintah tercermin dari tingginya angka luas kebakaran di lahan gambut, meski pemerintah punya BRG khusus untuk restorasi gambut tetapi hasilnya masih jauh dari target,” kata Rusmadya dalam keterangan tertulisnya yang diperoleh SINDOnews, Senin (20/7/2020).
“Ini bukan terkait ada atau tidaknya BRG, tetapi soal bagaimana pemerintah memprioritaskan pemulihan gambut agar bisa menghentikan kebakaran tahunan, sebab karhutla akan terus terjadi bila gambut tidak dipulihkan fungsinya,” lanjut dia.
(Baca: Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Berharap Jokowi Pertahankan BRG)
Menurut dia, Jokowi pernah berjanji untuk mengevaluasi dan merevisi perizinan usaha di kawasan gambut, namun tindak lanjut atas komitmen tersebut belum ada. Hal itu didukung dengan temuan Greenpeace mengenai puluhan perusahaan tidak dikenakan sanksi yang lahannya mengalami kebakaran.
Dalam catatan terbaru, antara Agustus 2018 hingga Juni 2020, terdapat 3.700 hektar lahan gambut dihancurkan di tiga konsesi yang dimiliki atau bagian dari pemasok utama bagi Asia Pulp and Paper (APP).
Rusmadya menambahkan, banyak komitmen pemerintah yang belum direalisasikan. Bahkan tidak jarang muncul kebijakan yang bertolak belakang dengan upaya perlindungan gambut.
Belakangan, pemerintah justru merancang program cetak sawah di lahan gambut. Padahal di 2015, Presiden Jokowi pernah menyerukan untuk perlindungan total gambut dan bertekad menuntaskan karhutla dalam kurun waktu tiga tahun.
Salah satunya terkait rencana pembubaran Badan Restorasi Gambut (BRG) yang menimbulkan pertanyaan soal komitmen pemerintah menghentikan kebakaran dan lahan (karhutla) tahunan. Sebab, kerusakan gambut menjadi salah satu biang masalah karhutla di Indonesia.
(Baca: Habiskan Triliunan Rupiah, Lahan Gambut Bakal Disulap Jadi Food Estate)
Ketua Tim Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Rusmadya Maharuddin mengatakan, berdasarkan catatan Greenpeace, kebakaran di fungsi ekologi gambut sejak 2016 mencapai 999.393,6 hektar. Bahkan, kebakaran pada 2019 di lahan gambut totalnya mencapai 73 persen di periode 2016-2019.
“Kegagalan restorasi gambut pemerintah tercermin dari tingginya angka luas kebakaran di lahan gambut, meski pemerintah punya BRG khusus untuk restorasi gambut tetapi hasilnya masih jauh dari target,” kata Rusmadya dalam keterangan tertulisnya yang diperoleh SINDOnews, Senin (20/7/2020).
“Ini bukan terkait ada atau tidaknya BRG, tetapi soal bagaimana pemerintah memprioritaskan pemulihan gambut agar bisa menghentikan kebakaran tahunan, sebab karhutla akan terus terjadi bila gambut tidak dipulihkan fungsinya,” lanjut dia.
(Baca: Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Berharap Jokowi Pertahankan BRG)
Menurut dia, Jokowi pernah berjanji untuk mengevaluasi dan merevisi perizinan usaha di kawasan gambut, namun tindak lanjut atas komitmen tersebut belum ada. Hal itu didukung dengan temuan Greenpeace mengenai puluhan perusahaan tidak dikenakan sanksi yang lahannya mengalami kebakaran.
Dalam catatan terbaru, antara Agustus 2018 hingga Juni 2020, terdapat 3.700 hektar lahan gambut dihancurkan di tiga konsesi yang dimiliki atau bagian dari pemasok utama bagi Asia Pulp and Paper (APP).
Rusmadya menambahkan, banyak komitmen pemerintah yang belum direalisasikan. Bahkan tidak jarang muncul kebijakan yang bertolak belakang dengan upaya perlindungan gambut.
Belakangan, pemerintah justru merancang program cetak sawah di lahan gambut. Padahal di 2015, Presiden Jokowi pernah menyerukan untuk perlindungan total gambut dan bertekad menuntaskan karhutla dalam kurun waktu tiga tahun.
(muh)
Lihat Juga :
tulis komentar anda