Partai Buruh: Tidak Boleh Tunduk pada DPR, KPU Perlu Pangkas Persyaratan Bacaleg
Rabu, 12 April 2023 - 05:24 WIB
JAKARTA - Partai Buruh mengingatkan Komisi Pemilihan Umum ( KPU ) agar tidak tunduk pada apa pun kehendak dari Komisi II DPR. Partai Buruh mengingatkan hal itu karena KPU dijadwalkan melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR guna membahas antara lain rancangan Peraturan KPU (PKPU) Tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD pada hari ini.
“RDP sebagai forum konsultasi antara KPU dan DPR boleh saja digelar. Tetapi harus diingat, tidak boleh ada pemaksaan kehendak dari Komisi II kepada KPU. Apa pun masukan yang disampaikan DPR, KPU tidak wajib mengikuti apalagi terikat pada keinginan mereka,” kata Ketua Tim Khusus Pemenangan Partai Buruh Said Salahudin dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Rabu (12/4/2023).
Dia mengatakan, ketentuan tersebut telah tegas dinyatakan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-XIV/2016 dan ditegaskan kembali pada perkara yang dimohonkan Partai Buruh melalui Putusan Nomor 78/PUU-XX/2022.
“Oleh sebab itu, agar proses pembentukan PKPU menjadi lebih fair, selain mendengar masukan dari parpol parlemen melalui Komisi II, sudah semestinya KPU juga perlu mendengar masukan dari parpol nonparlemen,” tuturnya.
Dia mengungkapkan pada 6 April 2023 di Kantor Partai Buruh, enam parpol nonparlemen sudah merumuskan sejumlah isu aturan pencalonan anggota DPR dan DPRD. “Keenam parpol tersebut adalah Partai Buruh, Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora), Partai Ummat, dan Partai Kebangkitan Nasional (PKN),” ungkapnya.
Said membeberkan setidaknya ada beberapa persyaratan pencalonan yang oleh parpol-parpol nonparlemen dinilai terlalu kaku, tidak diperlukan, dan bahkan menyulitkan bagi bakal calon anggota legislatif atau bacaleg.
Pertama, soal syarat ijazah. Selain fotokopi ijazah yang dilegalisir, kata dia, semestinya KPU juga dapat memberikan opsi lain berupa hasil scan atau pindai ijazah asli misalnya.
“Dokumen itu justru lebih autentik. Kalau semata harus melegalisir ijazah, pasti diperlukan biaya operasional untuk mengurusnya dan hal itu memberatkan bagi bacaleg berkualitas yang ekonominya pas-pasan,” jelasnya.
Kedua, soal syarat bukan terpidana. Semestinya, lanjut dia, bacaleg yang diwajibkan mengurus surat keterangan tidak pernah dipidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih dari pengadilan negeri hanya ditujukan kepada bacaleg yang berstatus mantan terpidana.
“RDP sebagai forum konsultasi antara KPU dan DPR boleh saja digelar. Tetapi harus diingat, tidak boleh ada pemaksaan kehendak dari Komisi II kepada KPU. Apa pun masukan yang disampaikan DPR, KPU tidak wajib mengikuti apalagi terikat pada keinginan mereka,” kata Ketua Tim Khusus Pemenangan Partai Buruh Said Salahudin dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Rabu (12/4/2023).
Dia mengatakan, ketentuan tersebut telah tegas dinyatakan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-XIV/2016 dan ditegaskan kembali pada perkara yang dimohonkan Partai Buruh melalui Putusan Nomor 78/PUU-XX/2022.
“Oleh sebab itu, agar proses pembentukan PKPU menjadi lebih fair, selain mendengar masukan dari parpol parlemen melalui Komisi II, sudah semestinya KPU juga perlu mendengar masukan dari parpol nonparlemen,” tuturnya.
Dia mengungkapkan pada 6 April 2023 di Kantor Partai Buruh, enam parpol nonparlemen sudah merumuskan sejumlah isu aturan pencalonan anggota DPR dan DPRD. “Keenam parpol tersebut adalah Partai Buruh, Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora), Partai Ummat, dan Partai Kebangkitan Nasional (PKN),” ungkapnya.
Said membeberkan setidaknya ada beberapa persyaratan pencalonan yang oleh parpol-parpol nonparlemen dinilai terlalu kaku, tidak diperlukan, dan bahkan menyulitkan bagi bakal calon anggota legislatif atau bacaleg.
Pertama, soal syarat ijazah. Selain fotokopi ijazah yang dilegalisir, kata dia, semestinya KPU juga dapat memberikan opsi lain berupa hasil scan atau pindai ijazah asli misalnya.
“Dokumen itu justru lebih autentik. Kalau semata harus melegalisir ijazah, pasti diperlukan biaya operasional untuk mengurusnya dan hal itu memberatkan bagi bacaleg berkualitas yang ekonominya pas-pasan,” jelasnya.
Kedua, soal syarat bukan terpidana. Semestinya, lanjut dia, bacaleg yang diwajibkan mengurus surat keterangan tidak pernah dipidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih dari pengadilan negeri hanya ditujukan kepada bacaleg yang berstatus mantan terpidana.
tulis komentar anda