Muluskan Gibran di Pilkada, Pengamat: Jokowi Bangkrut Moral Politik

Senin, 20 Juli 2020 - 13:28 WIB
Presiden Jokowi bersama Gibran Rakabuming Raka yang diusung PDIP di Pilkada Kota Solo. Foto/dok.SINDOnews
JAKARTA - Gibran Rakabuming Raka tinggal selangkah duduk di kursi tertinggi pemerintahan Kota Solo. Sebagian besar kalangan meyakini anak Presiden Joko Widodo itu 99% akan memenangkan pemilihan wali kota Solo mendatang.

Apalagi, peran Jokowi begitu kentara. Hal itu diungkapkan sendiri oleh Achmad Purnomo, rival Gibran untuk memperoleh rekomendasi PDIP. Purnomo, seperti pengakuannya, sudah tahu rekomendasi PDIP tidak akan jatuh padanya lewat bibir Jokowi sendiri.

Jokowi sengaja memangggilnya ke Istana Negara Jakarta untuk hal itu. ”Saya tadi ke istana, juga diberitahu oleh Pak Jokowi kalau yang dapat rekomendasi (dari DPP PDIP), Gibran sama Teguh,” kata Purnomo, Kamis (16/7/2020).



(Baca: Gibran Diyakini Menang Pilwalkot Solo, Selamat Datang Dinasti Politik Baru)

Dalam pertemuan itu, Jokowi disebut-sebut menawarkan jabatan kepada Purnomo sebagai kompensasi untuk memulusnya jalan politik sang putera, Gibran. Soal tawaran itu, Purnomo belakangan mengelaknya. ”Seandainya ditawari pun saya nggak bersedia karena saya mencintai Kota Solo,” tandasnya.

Meskipun begitu, langkah Jokowi memanggil Purnomo ke Istana Negara dalam kaitan kontestasi anaknya, Gibran, telah mencoreng kewibawaan lembaga kepresidenan. Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah mengaku khawatir menyaksikan ”permainan”Jokowi.

Ia melihat ada upaya melanggengkan oligarki sekaligus penyalahgunaan kekuasaan. "Sekadar merestui menantu dan putranya berebut kuasa di Pilkada saja, itu sudah cukup membuktikan Jokowi gagal menjadi tauladan, terutama dalam semangat anti dinasti politik," ujarnya saat dihubungi SINDOnews, Senin (20/7/2020).

(Baca: Panggil Saingan Gibran ke Istana, Jokowi Dinilai Salahgunakan Kekuasaan)

Lebih-lebih, jika pengakuan Purnomo benar, lanjut Dedi, Jokowi tidak lebih sebatas ”pedagang jabatan”. Baginya hal ini sangat disayangkan karena menambah kuasa keluarga-keluarga atas negara.

Dedi menyarankan, sekurang-kurangnya Jokowi tidak ikut melanggengkan kekuasaan kepada anak dan menantunya bila memang sebagai presiden tidak sanggup menghentikan praktik oligarki. ”Hal ini menjadi preseden sangat buruk, yang menandakan ada kebangkrutan moral politik dalam diri Jokowi,” kata Dedi.

Berkaca dari hal inilah, Dedi menjelaskan alasan mengapa semestinya harus ada regulasi yang sangat kuat untuk membatasi keluarga pejabat publik mengikuti kontestasi politik, terlebih bagi seorang kepala negara.

"KPK perlu secara serius menanggapi ini, karena hanya memungkinkan dua hal, Presiden lakukan abuse of power dan berupaya nepotisme, atau Purnomo yang lakukan pencemaran nama baik Presiden," pungkas dia.
(muh)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More