Klarifikasi Mahfud MD soal DPR Markus: Bukan DPR Sekarang, tapi yang Lalu
Kamis, 30 Maret 2023 - 09:42 WIB
JAKARTA - Menko Polhukam sekaligus Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Mahfud MD mengklarifikasi pernyataannya yang menyebut DPR sebagai markus alias makelar kasus. Dalam sesi pendalaman pada rapat Komisi III DPR, Mahfud MD menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah DPR periode 2004-2009.
"Saya bicara markus, ini tadi saya dipotong bicara markus. Di DPR itu pernah terjadi peristiwa tanggal 17 bulan 2 tahun 2005. Namanya peristiwa ‘ustad di kampung maling’," kata Mahfud dalam RDPU tentang Laporan Hasil Analisis Rp349 triliun oleh PPATK di Kemenkeu di Ruang Rapat Komisi III DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2023) malam.
Mahfud menceritakan, pada waktu itu Jaksa Agung Abdurahman Saleh di sidang gabungan Komisi II dan III DPR kala itu dituding-tuding seperti ustaz di kampung maling, guna menunjukkan betapa kotornya Kejaksaan kala itu. Kemudian para jaksa kala itu marah dan menyebut bahwa anggota dewan pun sering menitip perkara.
"Peristiwa itu jelas, lalu jaksa-jaksa itu marah. ‘Kurang ajar kamu, kami dianggap maling. Ini dianggap ustad. Kamu kalau ngurus-ngurus perkara, abis marah-marah gini ngurus perkara nitip pejabat’," ungkap Mahfud.
Maka itu, Mahfud menegaskan bahwa itu terjadi pada DPR periode lalu, namun belum selesai ia menyampaikan sudah dipotong. Dirinya mengaku tidak bodoh menyebut bahwa DPR periode sekarang yang markus, dan kalaupun ada tidak mungkin ia sebutkan, dan hal itu biar menjadi urusan penegak hukum.
"Bukan DPR sekarang, tapi DPR lalu. Saya tidak begitu bodoh menyebut DPR sekarang misalkan ada enggak mungkin dong sebut. Begitu bodohnya saya nyebut orang, jadi perkara juga. Sudahlah nanti juga ada para penegak hukum," ujarnya.
Jadi, Mahfud kembali menegaskan bahwa itu terjadi pada DPR periode lampau, dan mungkin anggota Komisi III DPR Benny K. Harman waktu itu ada dalam rapat gabungan tersebut. Adapun pernyataan itu menimbulkan keributan yang luar biasa.
"Bahkan saya sebut Pak Benny mungkin dulu ada karena itu sidang gabungan Komisi II dan III. Lalu siapa yang ribut itu? Ahmad Laso, yang berdiri besar itu. ‘Kurang ajar kamu, bisanya nitip perkara, di sini marah-marah’. Lalu ada kepala kejaksaan tinggi, ‘cabut sekarang juga!’," kata Mahfud.
Menurut Mahfud, jejak digital peristiwa itu masih ada. Oleh karenanya, ia berhati-hati dalam memberikan ilustrasi.
"Lah itu jejak digitalnya masih ada saudara. Makanya saya memberi ilustrasi hati-hati. Oleh sebab itu saya tidak akan cabut pernyataannya. Enggak akan saya cabut," pungkasnya.
"Saya bicara markus, ini tadi saya dipotong bicara markus. Di DPR itu pernah terjadi peristiwa tanggal 17 bulan 2 tahun 2005. Namanya peristiwa ‘ustad di kampung maling’," kata Mahfud dalam RDPU tentang Laporan Hasil Analisis Rp349 triliun oleh PPATK di Kemenkeu di Ruang Rapat Komisi III DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2023) malam.
Mahfud menceritakan, pada waktu itu Jaksa Agung Abdurahman Saleh di sidang gabungan Komisi II dan III DPR kala itu dituding-tuding seperti ustaz di kampung maling, guna menunjukkan betapa kotornya Kejaksaan kala itu. Kemudian para jaksa kala itu marah dan menyebut bahwa anggota dewan pun sering menitip perkara.
Baca Juga
"Peristiwa itu jelas, lalu jaksa-jaksa itu marah. ‘Kurang ajar kamu, kami dianggap maling. Ini dianggap ustad. Kamu kalau ngurus-ngurus perkara, abis marah-marah gini ngurus perkara nitip pejabat’," ungkap Mahfud.
Maka itu, Mahfud menegaskan bahwa itu terjadi pada DPR periode lalu, namun belum selesai ia menyampaikan sudah dipotong. Dirinya mengaku tidak bodoh menyebut bahwa DPR periode sekarang yang markus, dan kalaupun ada tidak mungkin ia sebutkan, dan hal itu biar menjadi urusan penegak hukum.
"Bukan DPR sekarang, tapi DPR lalu. Saya tidak begitu bodoh menyebut DPR sekarang misalkan ada enggak mungkin dong sebut. Begitu bodohnya saya nyebut orang, jadi perkara juga. Sudahlah nanti juga ada para penegak hukum," ujarnya.
Jadi, Mahfud kembali menegaskan bahwa itu terjadi pada DPR periode lampau, dan mungkin anggota Komisi III DPR Benny K. Harman waktu itu ada dalam rapat gabungan tersebut. Adapun pernyataan itu menimbulkan keributan yang luar biasa.
"Bahkan saya sebut Pak Benny mungkin dulu ada karena itu sidang gabungan Komisi II dan III. Lalu siapa yang ribut itu? Ahmad Laso, yang berdiri besar itu. ‘Kurang ajar kamu, bisanya nitip perkara, di sini marah-marah’. Lalu ada kepala kejaksaan tinggi, ‘cabut sekarang juga!’," kata Mahfud.
Menurut Mahfud, jejak digital peristiwa itu masih ada. Oleh karenanya, ia berhati-hati dalam memberikan ilustrasi.
"Lah itu jejak digitalnya masih ada saudara. Makanya saya memberi ilustrasi hati-hati. Oleh sebab itu saya tidak akan cabut pernyataannya. Enggak akan saya cabut," pungkasnya.
(rca)
Lihat Juga :
tulis komentar anda